Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kebengisan & Sejumlah Mayat Tak...

Berbagai korban pembunuhan yang tak terungkapkan. Kasus-kasus yang terungkapkanpun banyak yang diragukan kembali. misal: pembunuhan drs. Aribowo dan istrinya.

12 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGUNGKAPKAN siapa mayat di Jalan Jenderal Sudirman, ternyata tidak semudah membuka kasus yang sama yaitu: kasus Nurdin Koto. Seminggu setelah potongan-potongan mayat ditemukan, polisi sudah memastikan tubuh itu adalah Nurdin--dan belum sebulan lamanya C. A. Togas sudah tertangkap sebagai pembunuhnya. Namun sampai saat ini masih menjadi tandatanya: Benarkah Togas bersalah? Di pemeriksaan pendahuluan Togas mengakui, melakukan pembunuhan dan memotong-motong mayat itu karena dendam. Tetapi pengakuan itu dicabutnya kembali di meja hijau. Menurut Togas, pembunuhnya adalah Ibrahim dan Mochtar yang disuruh oleh Lukman Hakim, Kepala Bagian Personalia PT Bogasari, tempat Nurdin bekerja. Sayangnya polisi tidak begitu tuntas melakukan penyidikan ketika mayat Ir Nurdin ditemukan. Tempat kejadian flat PT Bogasari yang dipenuhi percikan darah, tidak diperiksa dengan habis-habisan oleh polisi. Sidik-sidik jari yang ada di dalam rumah itu tidak diteliti di laboratorium. Inilah kesalahan utama polisi, menurut hasil penelitian Dinas Penelitian dan Pengembangan Polri. Jika saja polisi cepat memeriksa tempat itu dan mengambil semua sidik jari, dengan gampang tuduhan Togas kepada Ibrahim dan Mochtar bisa terbuktikan. Tetapi ide untuk memeriksa secara tuntas itu terlambat setahun lamanya. Baru setelah majelis hakim menemukan bukti-bukti percikan darah di kasur Ir Nurdin Koto--ketika pemeriksaan setempat dilakukan--pemeriksaan sidik jari di sana dilaksanakan--setahun kemudian. Hasilnya mudah diduga, semua bekas telah lenyap dimakan waktu. Togas sendiri memang tidak bisa membuktikan tuduhannya. Ibrahim dan Mochtar sampai saat ini tidak diketahui dan apakah memang kedua orang ini ada. Lukman Hakim membantah mengenal kedua orang itu. Ia hanya membenarkan Nurdin diskors menjelang kematiannya karena tidak disiplin. Majelis hakim, diketuai Bismar Siregar, mengenyampingkan tuduhan Togas itu, dan menjatuhkan hukuman mati kepada Togas. Masih ingat cerita Haryono yang "hilang"? Tahun yang lalu sesosok mayat dalam karung ditemukan di sebuah kali tepi Jalan Raya Waru, Surabaya. Mayat itu diduga korban pembunuhan. Sebab itu pihak RSU Sidoarjo tidak segera menguburnya, tapi membiarkannya selama lima hari di kamar mayat. Setelah tidak seorang pun keluarga korban datang, akhirnya Djamal, penjaga mayat di rumah sakit itu menguburnya. Tetapi beberapa hari kemudian Djamal diperintahkan membongkar kembali mayat itu. Satu keluarga datang dari Jakarta dan mengaku mayat itu kerabatnya. Ketika dibongkar, sudah susah mengenali muka si mayat. Namun, keluarga itu yakin, mayat itu saudaranya yang hilang, Haryono. Apalagi setelah mulut mayat dibukakan dan masih terdapat gigi emas seperti punya Haryono. Ketika proses persidangan sedang berlangsung ternyata Haryono yang sebenarnya kembali ke rumah orang-tuanya di Jalan Bangka, Jakarta. Ia masih hidup, hanya ingatan sedikit terganggu. Persidangan perkara itu pun bubar. Dan mayat itu, "ternyata saya sudah salah ambil," kata Djamal, geli mengingat pengalamannya. Mayat siapakah itu? Tidak seorang pun yang peduli lagi rupanya. Juga keluarga Haryono yang telah menguburnya kembali. Ia akan tetap sebagai mayat tidak dikenal dari pembunuh yang tidak dikenal pula. Mirip dengan kasus itu, Di Bone, Sulawesi Selatan, diadili para pembunuh yang menghabisi nyawa seorang gadis bernama Sumiaty. Berkas yang datang dari Laksusda setempat tidak menyebutkan dengan terang siapa korban itu. Tetapi dari pemeriksaan sidik jari oleh polisi, mayat itu bukan Sumiaty, melainkan Hasse. Hakim tidak mempersoalkan itu, para pembunuh yang mengaku itu dijatuhi hukuman karena membunuh Sumiaty. Padahal menurut pejabat polisi Bone, kalau yang mati itu Hasse motif pembunuhan itu menjadi lain, begitu juga pelaku-pelakunya. Tetapi misteri itu tetap rahasia, Hasse atau Sumiatykah mayat itu, tidak pernah dijernihkan. Masih tahun yang lalu, mayat-mayat tidak dikenal ditemukan pula di perairan Jakarta. Sesosok tubuh terdampar di antara ilalang rawa-rawa Semper dalam keadaan menyedihkan: tidak dikenali lagi dan tubuh itu tinggal seonggok daging yang membubur (TEMPO 15 Maret 1980). Rabu, 14 Oktober lalu subuh hari, penduduk Jalan Siliwangi 11, dikagetkan oleh sesosok tubuh tertelungkup dengan tangan terikat ke belakang di pinggir jalan itu. Setelah diperiksa ternyata tidak bernyawa lagi. Tubuh korban penuh pasir dan sol sepatunya aus setebal 1 cm. Pertanda korban diseret dengan mobil, entah setelah meninggal atau sebelumnya. Pemeriksaan mayat di LKUI (Lembaga Kriminologi UI) menyimpulkan: "Pembunuhan itu merupakan pembunuhan yang paling sadis untuk tahun ini." Sebelum korban meninggal, ia disiksa lebih dulu dengan 29 kali tusukan senjata tajam. Luka paling banyak di kepala korban. Diduga: pembunuhnya tidak satu orang dan melakukan perbuatan itu dengan penuh kebencian terhadap korbannya. Korban tidak dikenal itu dipastikan keturunan Maluku, sekitar 30 tahun. Di bagian dadanya ada tulisan tatoo: avonture van Maluku. Lengannya bertuliskan: Love Story, Di paha tertulis: Mr Gawat. Tidak ada identitas lain kecuali di sarung kacamata ada tulisan: Benny 234 SC. Namun tidak seorang pun merasa kehilangan "Mr Gawat". Begitu juga orang-orang Maluku yang berkunjung ke RSCM, tidak ada yang mengenal korban. "Mr Gawat" tidak sendiri. Dari 1.144 kasus pembunuhan tahun 1979, menurut Dispen Polri, hanya 68,79% kasus yang berhasil diungkpkan. Begitu juga tahun yang lalu, sekitar 35% kasus pembunuhan yang masih kabur, dari 1.083 kasus yang tercatat. Persentase- yang hampir sama juga terjadi tahun-tahun sebelumnya. Beberapa kasus memang ada yang berhasil diungkapkan siapa korbannya walau tidak kunjung diketahui siapa pembunuhnya. Beberapa bulan yang lalu, misalnya, ditemukan mayat di sebuah rumah kosong di kawasan Pluit, Jakarta Utara. Mulut korban diikat dengan saputangan, dan matanya ditutupi plester. Yang menarik kedua ibu jari korban diikat ke belaka.g dengan tali rafia. "Ini cara yang istimewa, karena tidak biasa penjahat mengikat jari," ujar dr. A. Mun'im dari Lembaga Kriminologi yang memeriksa mayat itu. Kedua tan,,an itu kemudian diikat menjadi satu dengan kaki korban. KORBAN yang diperkirakan berusia 50 tahun, dipastikan sebagai sopir taksi, yang mobilnya disewa untuk merampok Money Changer, Tri Srikandi, di Jalan Alaydrus, Jakarta Pusat. Namun siapa pelakunya, sampai sekarang belum terungkap. Berbagai teknik pembunuhan yang dilakukan juga menambah kesulitan polisi mengungkapkan kasus demi kasus. Misalnya seorang pejabat Dinas Pajak Kota Medan tahun lalu meninggal ditabrak dalam mobilnya. Penabraknya tidak diketahui. Mayat korban bernama Sutarman itu dikebumikan sebagai korban kecelakaan. Tetapi istri korban ternyata tidak puas, lalu melaporkan kematian itu kepada polisi sebagai pembunuhan. Motifnya, menurut Ny. Sutarman, ada orang-orang yang sakit hati karena tidak kebagian manipulasi yang dilakukan almarhum suaminya. Tetapi siapa orang itu? Tidak berhasil diketahui. Di kota yang sama tahun ini terjadi pula pembunuhan semacam itu. Kali ini korbannya bernama Abdul Majid, guru SMA di Medan Ia ditemukan meninggal ketika pesiar ke Teluk Mengkudu, Deli Serdang. Polisi Medan menduga kematian itu ada hubungan dengan perbuatan Majid sebelumnya. Guru ini dikenal suka menggoda murid-murid wanitanya. Tapi siapa pembunuh Majid? Tetap saja tandatanya. Berbagai nama bisa dijejerkan sebagai korban pembunuhan yang tidak terungkap. Kasus-kasus yang terungkapkan pun banyak -yang diragukan kembali. Contohnya kasus pembunuhan Drs. Aribowo dan istrinya di Jakarta. Hasanudin yang dituduh sebagai pelakunya membantah tuduhan itu. Awan gelap tambah menutupi kasus itu setelah Hasanudin melarikan diri. Agaknya, para almarhumah yang tahu persis siapa pembunuh mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus