Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Menyidik Dalam Kegelapan

Beberapa metode indentifikasi pengenalan mayat korban pembunuhan atau yang lain. Banyak cara untuk mengenali korban.

12 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAYAT yang ditemukan di Jalan Sudirman, Jakarta, itu sudah seperti daging cincang yang siap dipaketkan. Tapi wajah korban yang "dipajang" untuk memancing keluarga yang merasa kehilangan anggotanya, makin sulit dikenali. Wajah yang utuh itu kian membengkak, mata melotot dan lidah melet ke luar. Tapi dr. Abdul Mun'im masih bisa tersenyum, sebab baginya identitas mayat tersebut bisa "dibaca". Sidik jari kedua. tangannya masih bisa dibuat dan hasilnya baik. Padahal, kata dr. Handoko Tjondroputranto, ahli forensik di LKUI juga, "sidik dari satu jari saja sudah cukup." Ada empat pola untuk mengenali garis-garis di jemari. Berbentuk busur, ikal lingkaran spiral dan bentuk campuran. Sidik jari merupakan metode identifikasi yang paling umum dipakai. Tak ada seorang pun juga saudara kembar satu telur -- memiliki sidik jari sama. Selain lewat sidik jari, korban yang masih utuh bisa dikenali secara visual, meskipun punya kelemahan. Dalam "Kasus Haryono" misalnya, polisi Surabaya yakin karena pihak keluarga dan PT Karana Line--tempat Haryono bekerja sebagai pelaut--mengakui, yang ditemukan di Sungai Brantas memang mayat Haryono. Sidik jarinya memang dibuat. Tapi rupanya tak sampai dicocokkan dengan file yang ada di Kodak VII, Jakarta. Ternyata waktu sidang berlangsung dengan tertuduh Suhambari dan Martin, Haryono muncul dari pengembaraan. Kelemahan metode ini, karena para saksi amat dipengaruhi perasaan dan keterbatasan. Apalagi umum beranggapan, tak mungkin hamba hukum yang sudah bersusah payah menangkap orang yang keliru. Dokumen, perhiasan, pakaian dan gigi juga bisa dipakai untuk identifikasi. Dan dengan identifikasi medis, bisa ditentukan jenis kelamin, usia, tinggi Serta berat badan korban. Begitu pula cara dan saat kematian bisa diperkirakan. Kepala yang ditemukan baru-baru ini di Jalan Sudirman, yang mula-mula diperiksa Mun'im adalah rahangnya. Ternyata kaku, sementara ototnya sudah mulai membusuk. Maka, ia memperkirakan bahwa korban meninggal sekitar 24-36 jam sebelum ditemukan. Perkiraan bisa tidak tepat oleh banyak faktor. Dalam keadaan normal, lebam mayat mulai muncul setelah 812 jam dia tak bernyawa. Proses pembusukan timbul setelah 24 jam. Tapi bila korban mengalami luka-luka, "pembusukan bisa lebih cepat," seperti dikatakan Mun'im. Juga tentang penurunan suhu badan. Menurut teori, suhu badan akan menurun sekitar 1,5 derajat Fahrenheit/jam setelah seseorang mati. Tapi keadaan lingkungan di sekitar mayat, bisa mempercepat penurunan suhu itu. Sebab itu, kata Mun'im, untuk memdapatkan perkiraan yang paling mendekati, "semua penemuan itu mesti dikombinasikan." Bagaimana mengidentifikasi tubuh yang sudah rusak dan busuk? Tulang dan gigi merupakan bagian tubuh yang tahan terhadap kerusakan, sebab itu bisa dimanfaatkan. Nyonya Rahmini yang sudah dikubur 55 hari, misalnya, masih bisa diidentifikasikan dengan cara ini. Dokter Handoko pernah menangani kasus pilot AS yang helikopternya jatuh di rimba Kalimantan. Setelah 6 bulan, reruntuhan pesawat dan mayatnya ditemukan. Pihak asuransi di AS meminta kepastian, yang ditemukan itu betul si pilot dan bukan orang lain. Beruntung, Handoko bisa mendapatkan gigi palsunya, yang setelah dicocokkan dengan file yang disimpan dokter gigi di AS, ternyata cocok. Ini sama dengan kasus Ir. Nurdin Koto yang bisa dikenali lewat identifikasi gigi. Memang banyak cara untuk mengenali korban. Sampai detik ini, alhamdulillah, "belum ada kasus yang sulit ditangani," kata Mun'im, yang ketika lulus dari UI tahun 1971 pernah berkeinginan menjadi internist. LKUI telah memiliki 10 jenis peralatan--satu jumlah yang dianggap cukup memadai. Bahkan juga peralatan mutakhir, seperti Gas Chromatograph yang bisa mendeteksi racun dalam dosis amat kecil. Alat lainnya adalah Thin Layer Chromatograph (TLC) untuk mendeteksi racun nonuap, seperti morfin atau narkotika. Begitu juga Flame Fotometry, untuk mendeteksi elektrolit. Peralatan mutakhir itu hampir tak pernah dipakai. Di samping kematian akibat racun masih relatif sedikit dan ongkos operasionalnya tinggi, juga karena kasus yang timbul selama ini, "masih bisa diatasi dengan peralatan yang konvensional," kata Mun'im.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus