Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua orang saksi dalam perkara dugaan korupsi proyek jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 hingga 2023, pada Kamis, 12 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyampaikan bahwa keduanya diperiksa dalam kasus yang melibatkan eks Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono. “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” tutur Harli dalam keterangan tertulis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun dua saksi yang diperiksa ialah mantan Kepala Bagian Program pada Biro Perencanaan Kementerian Perhubungan tahun 2016, SBG, dan Direktur Utama PT Delta Tama Waja Corpora, DW. Mereka diperiksa oleh Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Eks Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono atau PB telah ditangkap tim intelijen dan penyidik Kejaksaan Agung di sebuah hotel di Sumedang, Jawa Barat, Ahad, 3 November 2024. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa di Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023.
Prasteyo diduga menerima uang sebesar Rp 2,6 miliar dari para terdakwa dugaan korupsi proyek jalur KA Besitang-Langsa yang menghubungkan Sumatera Utara dengan Aceh.
“Prasetyo mendapatkan fee melalui PPK (pejabat pembuat komitmen) terdakwa Akhmad Afif Setiawan sebesar Rp 1,2 miliar dan dari PT WTJ sebesar Rp 1,4 miliar,” ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar dalam keterangannya.
Atas perbuatannya, Prasetyo dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.