Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menangkap Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas (KTM) ASB tersangka korupsi impor gula. Ia dibawa menggunakan mobil tahanan ke gedung Kejaksaan Agung pada pukul 19.40 WIB Rabu malam, 5 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari 11 tersangka kasus korupsi impor gula 2015-2016 yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, ASB adalah satu-satunya tersangka yang belum ditahan. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengkonfirmasi penangkapan ASB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ASB telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kejaksaan sejak 20 Januari 2025 bersama 9 petinggi di sembilan perusahaan yang terlibat dalam impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih. Dua orang lain yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka adalah Tom Lembong dan dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia 2015-2016 Charles Sitorus.
Delapan petinggi perusahaan lain yang sudah menjadi tersangka adalah Direktur Utama PT Angels Products (AP) TWN, Presiden Direktur PT Andalan Furnindo (AF) WN, Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ) HS, Direktur Utama PT Medan Sugar Industri (MSI) IS, Direktur PT Makassar Tene TSEP, Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur (BMM) HFH dan Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU) ES.
Kasus gula yang melibatkan Tom Lembong berawal dari pengusutan kejaksaan perihal adanya kebijakan impor gula di tengah surplus gula nasional pada 2015. Sebagaimana regulasi yang ada, impor gula seharusnya dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara yakni PT Perusahaan Perdagangan IIndonesia (PPI).
Pada Januari 2016, Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT PPI untuk memenuhi stok gula nasional—sekitar 300 ribu ton—lewat kerja sama dengan produsen gula lokal.
Selanjutnya PPI memerintahkan perusahaan di atas untuk melakukan pengadaan gula kristal mentah. Gula itu nantinya akan diolah menjadi gula kristal putih. Penunjukan perusahaan swasta itu atas sepengetahuan langsung Tom Lembong selaku Menteri.
Menurut penyidik persetujuan impor tersebut dikeluarkan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian dan rapat koordinasi dengan instansi terkait. Padahal, dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117 Tahun 2015, gula kristal mentah hanya boleh diolah untuk kebutuhan industri serta tidak bisa diperdagangkan kepada pihak lain.
Setelah produsen gula lokal mengimpor gula kristal mentah dan mengolahnya menjadi gula kristal putih, mereka membuat seolah-olah produk itu dibeli oleh PT PPI. Faktanya, gula kristal putih itu dijual ke pasar melalui distributor yang terafiliasi dengan harga Rp 16 ribu per kilogram.
Sementara itu, harga eceran tertinggi gula kristal putih Rp 13 ribu per kilogram. PT PPI mendapat fee dari delapan perusahaan itu sebesar Rp 105 per kilogram. Berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kerugian negara dalam kasus korupsi impor gula mencapai Rp 578 miliar.