Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kematian Di Ladang Gurdial Singh

Atmo dan Marni, penjaga kebun Gurdial Singh, menjadi korban pembunuhan sadis di Sumatera Utara. Marni di perkosa sebelum dibunuh. Pelaku masih dalam pencarian.

9 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERITA pembunuhan dan pemerkosaan lagi dari Propinsi Sumatera Utara. Bukan karena Kabupaten Labuhan Ball, Kabupaten Asahan, atau kabupaten lainnya di sana itu 'gudang kriminalitas'. Tapi rupanya berita hangat begitu datang dari sana, tiap kali. Hari Kamis pagi, 10 Maret lalu, pak Atmo (50) dan anak gadisnya Marni (16) diketemukan mati di pondoknya. Kelihatannya, setelah mengalami penganiayaan berat. Marni, remaja cantik di perladangan kampung batu 6 kepenghuluan Pardaungan (Labuhan Batu), selain mengalami penganiayaan sebelum mati, juga ada tanda-tanda telah diperkosa lebih dahulu. Polisi telah bertindak. Beberapa orang telah diperiksa, baik sebagai tersangka maupun hanya orang yang dimintai keterangan. Namun juru-warta di sana hingga kini belum memperoleh keterangan: siapa pelaku kekejaman atas Atmo tua dan anaknya. Pagi itu, seperti biasa, Sugimin dan Wakijo hendak bekerja di ladang milik tuannya, Gurdial Singh. Ladang seluas 8 hektar di pinggiran kota Ack Kanopan milik orang India ini, yang ditanami pohon karet, kelapa dan padi, sehari-hari dijaga oleh pak Atmo. Penjaga kebun ini tinggal di pondok dan hanya ditemani seorang anaknya, si Marni itu. Lain dari biasanya, ketika Sugimin dan temannya sampai di pondok, suasana kelihatan lengang. Pintu rumah, sepagi itu, sudah menganga. Marni juga tak kelihatan menyambut kedatangan kedua pekerja itu. Mencengklak Suasana memang mencurigakan. Betul saja. Ketika pekerja kebun ini hendak masuk ke pondok, tepat ditentang pintu masuk, kelihatan tubuh pak Atmo tergeletak. Tanpa periksa lagi Sugimin dan Wakijo balik langkah. Dengan panik keduanya mencengklak sepeda dan terus pergi. Maksudnya hendak menyusuli majikannya yang tinggal di Aek Kanopan. Tapi di tengah jalan mereka sudah ketemu dengan Gurdial yang sedang menggenjot sepeda hendak menuju ke kota Gunting Saga. Kedua pekerja kebun kontan menyetop majikannya: "Tuan . . . kakek pingsan!". Tapi Gurdial menemui pak Atmo lebih gawat dari yang dilaporkan pekerjanya. Ada darah di lantai sekitar kepala. Tanpa membuang waktu lagi Gurdial menjemput polisi dari kota. Barulah nasib pak Atmo lebih jelas lagi: mati. Kepalanya berdarah, mungkin pecah di sekitar ubun-ubunnya. Ada kayu sebesar lengan, sepanjang semeter, dekat situ. Barangkali pembunuhnya telah menggunakannya sebagai alat pembunuh. Polisi lalu membalikkan muka korban yang tertelungkup. Astagafirullah. Muka pak Atmo rusak. Melihat bekasnya, untuk sementara polisi mengambil kesimpulan: mungkin muka korban telah digerogoti anjing. Di mana Marni? Polisi menemukannya di sebuah kamar yang ada satu-satunya di pondok itu. Di lantai, di samping balai-balai, tergeletak tubuh Marni dalam keadaan mati tanpa busana. Ada tanda-tanda pemerkosaan di tubuhnya. Juga kelihatan ada perlawanan keras dari korban sebelumnya: kelambu koyak lampu kecil yang pecah dan keadaan kamar yang centang-perenang. Tanda-tanda penganiayaan keras lainnya juga jelas: tangan sebelah kanan patah dan kepala, mungkin, berdarah karena pecah. Di kamar juga ditemukan kayu pemukul lain yang bernoda darah. Hasil pemeriksaan mayat di rumah sakit, tak berbeda dengan kesunpulan polisi di tempat kejadian: pembunuhan yang didahului dengan penganiayaan berat dan pemerkosaan. Tinggal: siapa pelaku kekejaman itu? Diduga ia orang yang dikenal baik oleh keluarga Atmo. Buktinya, pada saat mayat diketemukan, suasana di pondok menunjukkan hal itu. Ada dua gelas. Satu berisi sedikit kopi, satunya lagi juga bekas kopi yang sudah dituangi air teh. Di asbak ada beberapa puntung rokok. Pasti bukan rokok bekas isapan pak Atmo. Orang tua ini penghisap rokok kelembak menyan, sedang puntung di asbak menunjukkan bekas rokok putih merek Union. Juga ada sisa ubi rebus di piring, tampak seperti untuk menjamu tamu. Tamu biasa tentu ngeri datang malam-malam ke pondok Gurdial yang ditunggui Atmo bersama 6 ekor anjing galak. Jadi, mungkin, ia tamu baik yang dikenal Atmo maupun anjing-anjingnya. Desas-Desus Ada desas-desus, mungkin keluarga Atmo ini dibunuh atau disuruh bunuh oleh seseorang yang menaruh cemburu atas hubungan baik Gurdial dengan Marni. Tapi, tentu saja, polisi tidak bekerja atas dasar desas-desus. Seorang bernama P diperiksa. Karena orang ini sebelumnya pernah ada sengketa dengan Atmo soal anjing. P pernah meminjam seekor anjing milik Atmo dan lalai mengembalikannya. Malah, kemudian, pak Atmo tahu kalau anjing kesayangannya sudah dipotong oleh P. Pak Atmo juga pernah menuduh P mencuri sekaleng beras. Di muka polisi, P membantah tuduhan. Ia malah menyebut orang lain, bernama W, yang disangkanya punya motif untuk berbuat kejam itu. W, menurut P, pernah mengajaknya "memainkan" Marni. P, katanya, menolak. W kemudian juga berurusan dengan polisi. Namun ia membantah semua tuduhan yang tampaknya, waktu itu, tidak dapat ditunjang bukti-bukti. Saksi peristiwa tak ada. Hanya seorang penjaga ladang lain, Kartajak, yang diam di pondoknya 500 meter dari pondok pak Atmo memang ada mendengar sesuatu pada malam kejadian. Ia mendengar lolong anjing pak Atmo. Tapi apakah anjing pak Atmo sendiri yang menggerogoti wajah tuannya? Seperti juga tanda-tanya yang lain, polisi agaknya masih menemui jalan gelap untuk perkara kekejaman di antara perkara lain di Sumatera Utara ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus