Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kiriman Suap dari Ambon

Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap politikus PDI Perjuangan, Damayanti Wisnu Putranti. Diduga menerima suap dalam proyek jalan di Maluku.

18 Januari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OPERASI senyap Komisi Pemberantasan Korupsi itu berlangsung tak lebih dari sepuluh menit. Tak ada kegaduhan ketika tim KPK menggiring Abdul Khoir, bos PT Windhu Tunggal Utama, keluar dari rumah toko di Blok M Square, Jakarta Selatan, selepas magrib, Rabu pekan lalu.

Sebelum menyergap Abdul, penyidik KPK telah menunggui kantor di Jalan Melawai IX-A8 itu sejak pagi. Mereka mendapat informasi bahwa sore itu akan ada transaksi suap yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. "Penyidik memantau pergerakan mereka berhari-hari," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, Rabu pekan lalu.

Benar saja, sore itu dua perempuan mendatangi kantor Abdul. Keluar dari kantor Windhu, kedua perempuan itu berpisah jalan. Penyidik pun menguntit keduanya. Belakangan teridentifikasi perempuan itu bernama Julia Prasetyarini dan Dessy A. Edwin. Mereka asisten anggota Komisi V (Bidang Pembangunan) DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Damayanti Wisnu Putranti.

Penyidik KPK menangkap Dessy di sebuah pusat belanja di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Dari tangan dia, ditemukan uang Sing$ 33 ribu. Sedangkan Julia dicegat di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Dari Julia, KPK juga menyita Sing$ 33 ribu. Mendapati bukti keras itu, selepas magrib, tim KPK mencokok Abdul di kantornya.

Malam itu juga tim KPK bergerak ke arah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Menjelang tengah malam, tim KPK menangkap Damayanti di sebuah rumah berhalaman jembar di Jalan Joe, Jagakarsa. Inilah operasi tangkap tangan pertama KPK di masa kepemimpinan Agus Rahardjo.

Menurut Agus, Damayanti diduga menerima suap berkaitan dengan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada anggaran 2016. Berdasarkan pemantauan KPK, ada komitmen pembayaran sebesar Sing$ 404 ribu atau sekitar Rp 3,896 miliar, dari Abdul kepada Damayanti. "Ini pemberian yang kesekian," kata Agus.

Sehari sebelum ditangkap, menurut Agus, Damayanti sudah menerima uang Sing$ 33 ribu. Abdul memberikan duit itu lewat Julia pada Selasa malam. Kemudian sopir Damayanti mengambil uang dari rumah Julia pada Rabu dini hari. Uang panas tersebut masih utuh ketika tim KPK menemukannya di rumah Damayanti. Dari rumah itu, KPK pun menyita satu unit mobil Toyota Alphard hitam dengan pelat nomor B 5 DWP.

Pada Kamis pekan lalu, KPK menetapkan Damayanti sebagai tersangka bersama Abdul, Julia, dan Dessy. Setelah menjalani pemeriksaan, sekitar pukul 02.00 dini hari, Damayanti dijebloskan ke rumah tahanan KPK. Ketika digiring ke mobil tahanan, Damayanti, yang mengenakan terusan panjang warna ungu, tidak mempedulikan wartawan yang memberondong dia dengan pertanyaan.

* * * *

Damayanti masuk radar KPK sejak pertengahan tahun lalu. Waktu itu sedang hangat-hangatnya pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Dalam APBN 2016, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat—mitra kerja Komisi Pembangunan DPR—mendapat alokasi anggaran Rp 106,4 triliun.

Seorang penegak hukum di KPK menuturkan, pada 1 Januari lalu, komisi antikorupsi mendapat kabar tentang rencana pengiriman uang sekitar Rp 3 miliar dari Ambon untuk politikus di Senayan. Radar KPK segera mengarah ke PT Windhu Tunggal Utama, karena sebelumnya telah menangkap komunikasi intens antara Abdul Khoir dan Damayanti.

Berdasarkan informasi yang diperoleh KPK, uang akan dibawa kurir dalam amplop besar warna putih. Penyidik KPK pun bersiasat untuk menguntit kurir itu dari Bandara Soekarno-Hatta. Di bandara, penyidik sempat melihat orang mencurigakan. Namun tampangnya berbeda dengan ciri-ciri pada informasi awal. "Sepertinya mereka ganti-ganti orang," kata si penegak hukum. Tim penyidik pun terpaksa menahan diri.

Sampailah pada awal pekan lalu, ketika penyidik KPK memperoleh informasi lebih jelas tentang rencana penyerahan uang untuk Damayanti. Tak mau kecolongan, kali ini tim KPK berhari-hari mengawasi kantor PT Windhu Tunggal Utama.

Agus Rahardjo menolak membeberkan proyek apa yang telah menjerat Damayanti. "Tunggu persidangan saja," kata Agus. Ia beralasan, jika skandal dibeberkan sejak awal, pengusutan bisa terganggu. "Jangan sampai lapangan malah jadi becek," kata Agus.

Di kalangan politikus Senayan, sempat beredar kabar bahwa Damayanti terlibat kongkalikong proyek jalan tol trans-Jawa di jalur pantai utara. Kebetulan Damayanti menjadi legislator periode 2014-2019 dari Daerah Pemilihan IX, yang meliputi Brebes, Tegal, dan Slawi.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum Taufik Widjoyono menepis spekulasi tersebut. Menurut dia, perkara yang menyeret Damayanti tak berkaitan dengan rencana pembangunan jalan tol trans-Jawa. "Barangkali terkait dengan pekerjaan jalan di Maluku," kata Taufik kepada Singgih Soares dari Tempo, Rabu pekan lalu.

Berdasarkan penelusuran Tempo, PT Windhu Tunggal Utama memang banyak menggarap proyek jalan di Maluku. Perusahaan yang berkantor pusat di Kota Ambon ini, misalnya, baru memperoleh tender pembangunan jalan nasional ruas Tepa-Masbuar-Letwurung di Pulau Babar, Kabupaten Maluku Barat Daya.

Dalam APBN 2016, proyek jalan sepanjang delapan kilometer dianggarkan sekitar Rp 55,673 miliar. Proyek ini merupakan salah satu prioritas Kementerian Pekerjaan Umum. Lelang proyek digelar sejak Oktober tahun lalu, persis setelah APBN 2016 disahkan.

PT Windhu Tunggal juga tercatat sedang mengikuti sejumlah tender pembangunan jalan nasional yang didanai APBN 2016. Antara lain proyek jalan Ilwaki-Lurang dan Tiakur-Weat, yang masing-masing nilainya Rp 68 miliar. Dua jalan tersebut terletak di Kabupaten Maluku Barat Daya.

Untuk pengembangan penyidikan, KPK telah menggeledah sejumlah tempat, antar lain kantor PT Windhu Tungal di Jalan Melawai. Menurut Pelaksana Harian Kepala Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati, dari kantor Abdul Khoir itu penyidik menyita sejumlah dokumen dan komputer.

Jumat pekan lalu, Tempo menyambangi kantor PT Windhu Tunggal di kompleks pertokoan Blok M Square. Nama perusahaan tertempel pada kaca salah satu ruko di Blok A8. Diapit salon, karaoke, dan tempat pijat, pintu kantor berlantai empat itu tertutup rapat.

Tak ada tanda segel atau garis pembatas yang terpasang di kantor PT Windhu Tunggal. Namun seorang polisi tampak berjaga-jaga di depan kantor itu. Menurut Rudi--tukang parkir di blok ini--polisi menjaga kantor itu sejak penangkapan Abdul pada Rabu malam pekan lalu.

Menurut Yuyuk, penyidik KPK juga telah menggeledah ruang kerja Damayanti di lantai enam gedung DPR pada Jumat pekan lalu. Tim KPK pun menggeledah ruang kerja beberapa kolega Damayanti, antara lain Yudi Widiana Adia, Wakil Ketua Komisi V dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Wakil Ketua Fraksi PKS, Nasir Jamil, mempertanyakan surat perintah penggeledahan nama Damayanti Wisnu Putranti dkk. Menurut Nasir, format surat itu memunculkan kerancuan. "Surat perintah itu mestinya tertulis jelas, tidak memunculkan bias," kata dia. Nasir pun memprotes keberadaan anggota polisi dari satuan Brimob ketika tim KPK menggeledah ruang kerja Yudi. "Kami mempersoalkan personel Brimob yang membawa senjata," ujar Nasir. "Kalau butuh pengamanan, kan di DPR juga ada."

Menanggapi protes Nasir, Yuyuk mengatakan penggeledahan KPK sudah sesuai dengan prosedur. "Penggeledahan di DPR tak berbeda dengan penggeledahan sebelumnya," katanya. "Seharusnya tidak dihalangi."

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan Ketua Umum Partai, Megawati Soekarnoputri, tersinggung oleh kelakuan Damayanti. Sebab, dalam rapat kerja nasional partai beberapa hari sebelumnya, Megawati mewanti-wanti agar politikus PDI Perjuangan tidak bermain proyek."Ternyata masih ada yang nekat," kata dia. Karena Damayanti telah mencoreng nama partai, Hasto memastikan tak akan memberi bantuan hukum apa pun. "Dia sudah resmi dipecat."

Syailendra Persada, Istman Musaharun, Linda Trianita, Tika Primandari


Pencatut Nama Bapak Menteri

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Kabupaten Brebes, Imam Santoso, masih mengingat pertemuan pertamanya dengan Damayanti Wisnu Putranti pada 2011. "Waktu itu dia datang sebagai utusan pusat," kata Imam, Rabu pekan lalu.

Kala itu, Imam menuturkan, pengurus pusat PDI Perjuangan sedang meluncurkan program partai bertajuk "Mari Sejahterakan Petani". Di Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan, Damayanti duduk sebagai Kepala Departemen Pertanian dan Perikanan.

Lewat program partai tersebut, Damayanti menjalin kontak dengan beberapa kelompok petani dan nelayan di wilayah Tegal dan Brebes, Jawa Tengah. Pada 2012, Damayanti juga menjadi tim pemenangan Idza Priyanti, yang maju dalam pemilihan Bupati Brebes. Idza berhasil menang dalam pemilihan tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya, Damayanti menjadi tim sukses calon Bupati Pemalang dan Wali Kota Tegal.

Bukan tanpa alasan Damayanti wira-wiri di Tegal dan sekitarnya. Pada pemilihan legislatif 2014, Damayanti maju dari Daerah Pemilihan IX, yang meliputi Tegal, Brebes, dan Slawi. Ia memperoleh 75.657 suara, perolehan yang cukup besar untuk seorang calon pendatang.

Menurut politikus senior PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, selain aktif di partai, Damayanti juga berbisnis. "Setahu saya, dia pengusaha infrastruktur," kataTjahjo, Rabu pekan lalu. "Dia sudah kaya karena usahanya."

Dalam riwayat hidupnya, Damayanti mencatat pernah menjadi komisaris PT Polatek Rancang Bangun dan PT Adi Reka Tama. Kedua perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi itu beralamat di Jalan Wolter Monginsidi 112D, Jakarta Selatan.

Ketika Tempo mengunjungi alamat itu pada Kamis pekan lalu, yang ada hanya kantor notaris. Menurut seorang pegawai, PT Polatek dan PT Adi Reka sudah pindah setahun lalu. Tapi semua surat untuk Polatek dan Adi Reka masih dikirim ke kantor notaris tersebut. "Nanti ada orang Polatek yang ambil," katanya.

Dalam biodata yang di Komisi Pemilihan Umum, Damayanti, 45 tahun, juga menulis pernah menjadi Sekretaris Direktur Ciliwung-Cisadane dan Sekretaris Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum. Seorang kontraktor di Tegal menuturkan, Damayanti kerap "menjual" riwayat pekerjaannya itu kepada para pengusaha. "Dia selalu bilang dekat dengan Bapak Menteri," katanya.

Damayanti memang kerap hadir ketika Basuki Hadimuljono, mantan Direktur Jenderal Sumber Daya Air yang kini Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, meninjau proyek di wilayah Tegal dan sekitarnya. Maka, kata kontraktor tadi, banyak pengusaha konstruksi mengira Damayanti memang dekat dengan Pak Menteri.

Basuki menampik Damayanti pernah menjadi sekretarisnya. "Dia tak pernah bekerja di Kementerian Pekerjaan Umum," kata Basuki, Kamis pekan lalu. Basuki pun memastikan tidak mengenal Damayanti selain sebagai anggota DPR. Meski begitu, menurut Basuki, namanya bisa saja dicatut sebagai bahan jualan. "Minta foto bersama saja bisa disalahgunakan," katanya.

Dalam riwayat pendidikannya, Damayanti mencantumkan pernah kuliah di Universitas Parahyangan, Bandung; dan Universitas Hamka, Jakarta. Rektor Universitas Parahyangan, Mangadar Situmorang, mengatakan Damayanti memang pernah kuliah di kampusnya. "Namun hanya menyelesaikan 42 SKS, artinya tidak lulus," kata Mangadar.

Di Jakarta, Damayanti tercatat tinggal di Jalan Joe, Jagakarsa. Rumah itu tampak kontras dibandingkan dengan tetangga kanan-kirinya. Luas halamannya saja sekitar dua ribu meter persegi. Pagarnya dibuat dua lapis. Pagar pertama membatasi jalan raya dengan halaman seluas seribu meteran. Di kiri kanan pagar luar ini tertancap bendera Merah Putih dan bendera partai PDI Perjuangan. Adapun pagar kedua membatasi lapangan parkir dengan rumah berlantai dua.

Menurut tetangga, Damayanti menempati rumah 500 meter itu sejak sepuluh tahun lalu. Tapi ibu empat anak itu jarang bergaul dengan tetangga. "Kalau diundang acara RT atau RW enggak pernah datang," kata Amid, istri ketua RT setempat. "Namanya juga orang kaya."

Sejak menjadi anggota DPR, menurut para tetangga, Damayanti jarang menempati rumah tersebut. Dia lebih sering tinggal di rumah dinas DPR di Kalibata, Jakarta Selatan. Setelah menjadi penghuni rumah tahanan KPK, Damayanti tak akan mengunjungi rumah di Jagakarsa untuk waktu yang lebih lama.

Syailendra Persada, Istman Musa Harun (Jakarta), Muhamad Irsyam Faiz (Brebes), Anwar Siswadi (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus