Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kisah Ikhsan

18 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IKHSAN Priatama Sulaiman sebenarnya lahir normal pada 27 Januari 1991. Perkembangan tubuhnya secara keseluruhan sama seperti anak-anak sebayanya. Hanya, sejak bayi, perkembangan kesehatannya memang memerlukan pengawasan ketat. "Tapi saya pikir anak saya tidak bermasalah," kisah Dyah Puspita, ibunya. Kecurigaan Dyah mulai timbul ketika usia Ikhsan mencapai 18 bulan. Kemampuan bicara dan bahasanya tidak maju-maju. Bunyi yang keluar dari mulutnya mirip ocehan bayi. Ikhsan juga tampak asyik dengan dirinya sendiri. "Ia seolah menghilang secara perlahan," kata lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini. Ikhsan enggan dipeluk dan acuh tak acuh. Kontak mata pun sangat terbatas. Sang ibu lalu membawanya ke bermacam ahli: dokter anak, dokter saraf anak, psikolog, psikiater, ahli refleksi, dan bahkan "orang pintar". Hasilnya nihil. Sampai kemudian, ketika Ikhsan berusia 2 tahun 11 bulan, Dyah memutuskan membuat jadwal khusus bagi kesayangannya ini. Empat kali dalam seminggu, Ikhsan dibawa ke terapis wicara. Di rumah, Dyah juga mulai mengajarkan perintah-perintah sederhana, misalnya "ambil", "tutup", "buang", dan "buka". Setahun kemudian, Dyah menemukan sekolah untuk anak-anak autistik di kawasan Lebakbulus, Jakarta. Di sekolah itu, setiap guru memegang maksimal hanya tiga anak. Setiap anak memiliki kurikulum sendiri-sendiri. "Saya juga mempelajari metode Lovaas (salah satu metode ABA) dan mempraktekkannya pada Ikhsan," tutur salah satu pendiri Yayasan Autisme Indonesia ini. Ajaib, hanya dalam waktu 10 menit, Ikhsan sudah mampu menguasai tiga keterampilan baru: mengacungkan jempol, menunjuk, dan melipat koran. Padahal, sebelumnya, keterampilan itu susah-payah diajarkan tanpa hasil. Sejak saat itu, anak semata wayang Dyah ini pun rutin menjalani terapi secara intensif, selama beberapa jam dalam seminggu. Selain menjalani terapi individual, Ikhsan belajar di sekolah khusus. Di sana, ia bisa melakukan kegiatan berkelompok dengan teman-temannya yang senasib, misalnya membuat prakarya, main seluncur, dan belajar naik sepeda. Hari demi hari berlalu, kini Ikhsan sudah mengalami banyak kemajuan. Kepercayaan dirinya makin berkembang, inisiatifnya untuk belajar makin besar, dan ia tampak makin menikmati kehidupannya. Wck

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus