MAJELIS Hakim Agung yang diketuai A. Soedjadi terpaksa membatalkan vonis Pengadilan Negeri Rantau Prapat dan Pengadilan Tinggi Medan terhadap Syarifuddin Harahap. Padahal Syarifuddin nyata-nyata terbukti bersalah: membakar 15 buah rumah di Kampung Tanjung Sarang Elang, Rantau Prapat, dan oleh karena itu ia dihukum 12 tahun penjara oleh pengadilan sebelumnya. Pembatalan putusan peradilan bawahan itu, menurut Hakim Agung Soedjadi, akibat keteledoran jaksa membuat surat dakwaan: Jaksa lupa mencantumkan pasal KUHP dalam surat tuduhannya. Selain ltu, Majelis Hakim Agung menilai, pihak kejaksaan memisahkan perkara Syarifuddin dengan perkara Bores, Simin, serta Budiman - orang-orang yang disuruhnya melakukan pembakaran. Karena semua itu, akhir November lalu Syarifuddin dilepaskan dari LP Rntau Prapat. "Sebab perkara itu batal demi hukum," ujar Soedjadi, ahhir pekan lalu. Perkara Syarifuddin itu sebenarnya termasuk perkara "gampang". Ayah tiga anak itu, tahun lalu, membujuk Bores untuk membakar rumah Haji Abdullah Daulay, seorang saingan dalam berdagang kedai P & D di kampung itu. Syarifuddin menjanjikan upah Rp 200 ribu. Guna memperlancar proyek jahat itu, Bores mengajak adiknya, Simin, dan adik iparnya, Budiman, ambil bagian. Pada 6 November 1983, sekitar pukul 2 pagi, komplotan itu memulai aksinya. Dengan sepotong kayu yang dibalut karung goni dan disiram minyak tanah, Bores berhasil membakar dinding dapur Abdullah. Tapi api tidak sempat menghanguskan seluruh rumah Abdullah, karena segera dipadamkan penduduk kampung itu. Syarifuddin, 36, rupanya tidak berputus asa. Ia membujuk lagi Bores dan kawan-kawan untuk melanjutkan pekerjaan yang gagal itu. Dua minggu kemudian, dinihari aksi dimulai lagi. Kali ini dilakukan dari. . . rumah Syarifuddin sendiri. Api memang tidak terkuasai, menghanguskan 14 rumah di kampung itu, dan rumah Abdullah. Sebelumnya Syarifuddin ternyata telah mengasuransikan rumahnya ke PT Asuransi Ramayana, Medan, dengan pertanggungan seharga Rp 20 juta. Tapi yang berwajib tidak sulit membongkar kelicikan itu. Apalagi Bores ternyata membuka mulut, karena imbalan yang diterimanya tidak sesuai dengan yang dijanjikan Syarifuddin. Malah, "Seperak pun saya tidak diberi," ujar Bores kepada TEMPO kemudian. Syarifuddin pun tidak banyak cingcong. Ia mengakui semua kesalahannya. Hanya saja, pihak kejaksaan, yang ingin gampang membuktikan tuduhannya di persidangan, memisahkan perkara Syarifuddin dari perkara Bores dan kawan-kawan. Maksudnya, agar Bores bisa menjadi saksi untuk perkara Syarifuddin, begitu pula sebaliknya. Upaya Jaksa ltu sampai tmgkat banding berhasil. Syarifuddin di hukum 12 tahun penjara, sementara Bores 10 tahun, Simin 7 tahun, dan Budiman 6 tahun. Syarifuddin naik kasasi ke Mahkamah Agung, sementara ketiga temannya menerima putusan hakim. Apa mau dikata, peradilan tertinggi itu menemukan beberapa kesalahan dalam surat tuduhan, sehingga keputusan-keputusan hakim terdahulu dibatalkan, dan Syarifuddin dikeluarkan dari tahanan. "Tapi itu tidak berarti dia bisa bebas begitu saja, karena jaksa bisa mengajukan tuduhan baru ke pengadilan," ujar Soedjadi. Menurut Soedjadi, pengulangan semacam itu tidak melanggar asas bahwa suatu perkara tidak boleh diperiksa dan diputus dua kali oleh pengadilan (nebis in idem). "Sebab, yang harus diperiksa dan diputus bukan perkara yang pernah diajukan," kata Soedjadi. Karena itu pula, kata Hakim Agung itu, masa tahanan yang pernah dijalani Syarifuddin pun tidak diperhitungkan dalam perkara barunya. Ketua Pengadilan Negeri Rantau Prapat, Victor Daulat Napitupulu, ketua majelis yang mengadili Syarifuddin, mengakui kesalahannya menerima begitu saja perkara itu dari kejaksaan. "Sebelumnya kami sudah menganggap sempurna, tapi nyatanya belum," kata Victor. Perkara itu, kata Victor, bisa disidangkan kembali jika jaksa memperbaiki surat tuduhannya. Tapi bagaimana bisa, bukankah Bores beserta adik kandung dan adik iparnya telah menjalani hukuman? "Tidak ada komentar," hanya itu yang diucapkan staf Humas Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Jafar Harahap. Repotnya lagi, Syarifuddin mengira ia sudah bebas. Sebab itu, pekan lalu, ia berada di Medan untuk mengurus santunan asuransi rumahnya dari PT Asuransi Ramayana. Tapi, celaka, Bores, yang masih meringkuk di penjara, mengancam. "Jika aku keluar dari LP, pertama-tama yang akan aku lakukan adalah mencari Syarifuddin dan membunuhnya. Biarlah sisa hidupku aku jalani di LP ini," ujar Bores, 27, ayah empat anak itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini