Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Jendral Soedirman (Unsoed), Tri Wuryaningsih, meluruskan informasi yang simpang siur perihal dugaan kekerasan seksual dan perdagangan orang yang melibatkan mahasiswanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tri Wuryaningsih menjelaskan, Satgas PPKS Unsoed menerima laporan kekerasan seksual dari empat korban yang merupakan mahasiswi Unsoed. Pelaku kekerasan seksual yang dilaporkan adalah diduga pihak luar yang memalsukan identitas dan menawari korban untuk bekerja sebagai model iklan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“(Laporan) yang kami tangani karena ada dugaan orang, ya pelaku dari luar (kampus) yang kemudian mengatasnamakan itu dari agen pencarian bakat itu mencari mahasiswi yang dengan kriteria tertentu untuk dijadikan talent atau bintang iklan,” jelas Tri melalui panggilan telepon pada Sabtu, 14 September 2024.
Laporan kasus kekerasan seksual itu berkembang menjadi dugaan perdagangan orang karena seorang mahasiswa dari Fakultas Hukum (FH) Unsoed, berinisial MRA, menjadi perantara dari proses perekrutan calon model.
Satgas PPKS Unsoed mengatakan bahwa tidak semua korban ditipu melalui MRA. “Dua mahasiswi sama sekali tidak terlibat dengan MRA. Pelaku utama (orang luar) mendatangi Fakultas Ekonomi dan Bisnis sepulang kuliah, secara tiba-tiba mengaku dari biro pencarian bakat menawarkan interview,” kata Tri Wuryaningsih.
Kendati MRA menjalankan instruksi terduga pelaku utama dengan ikut meyakinkan mahasiswi dari Fakultas Kedokteran (FK), status MRA kini masih sebagai saksi. “Investigasi sementara kami, dia (MRA) sebetulnya dimanfaatkan oleh orang (luar) itu juga. Karena dia sampai detik ini pengakuannya tidak menerima uang,” jelas Tri.
Di waktu yang berdekatan, MRA dilaporkan oleh sang istri ke Satgas PPKS Unsoed dengan tuduhan kekerasan seksual yang terjadi sewaktu masih berpacaran.
“Sebelum kasus ini istri (MRA) dan keluarganya mengajukan (laporan) ke satgas, mengirim pengaduan, kami mintai keterangan kronologinya seperti apa dan sebagainya. Tapi karena ini konteksnya hubungan suami istri, tidak masuk ranah satgas sehingga kami rujuk ke UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Kabupaten Banyumas,” tutur Tri.
Pada Senin, 2 September 2024, sebuah akun Instragam bernama @darksideananta_ yang mengaku sebagai istri MRA membuat unggahan tentang mahasiswa Unsoed yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Akun tersebut juga membagikan informasi perihal dugaan perdagangan orang yang mengincar mahasiswi Unsoed sehingga publik beranggapan kedua kasus itu masih sama.
Namun, Satgas PPKS Unsoed mengoreksi bahwa laporan kasus kekerasan seksual dan dugaan perdagagan orang adalah dua hal berbeda.
“Iya dua kasus yang berbeda. Satu kasus ini dengan istrinya, artinya dinikahi dengan kondisi terpaksa ya karena hamil, tapi selesai ijab kabul di KUA (kantor urusan agama) langsung ditinggal pergi, tidak ada tanggung jawab. Nah mungkin karena kejengkelan itu istrinya mengunggah di sosial media soal dugaan perdagangan orang,” kata Tri.