Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari balik terali bui, gugatan itu bermula. Para penggugatnya adalah mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Solo, Jawa Tengah, periode 1999-2003, yang berstatus terpidana. Mereka adalah Darsono (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan), Bandung Joko Suryono (Fraksi Partai Golkar), dan Imawan Muhammad Iqbal (Fraksi Partai Bulan Bintang). Majelis hakim Pengadilan Negeri Solo, 22 Agustus lalu, sudah memvonis mereka dua setengah tahun penjara, denda Rp 50 juta, dan membayar uang pengganti yang berkisar Rp 6 juta sampai Rp 127 juta.
Tergugatnya adalah Alif Basuki, koordinator Forum Peduli Anggaran Kota Surakarta, suatu koalisi beberapa lembaga swadaya masyarakat. Alif adalah saksi pelapor ke polisi, Januari lalu, atas kasus mark up anggaran Sekretariat DPRD sebesar Rp 9,7 miliar. Sepuluh anggota Dewan yang terdiri dari dua ketua dan delapan anggota Panitia Rumah Tangga kini harus tinggal di hotel prodeo.
Pangkal gugatan bukanlah pengaduan Alif, melainkan komentar aktivis di Pusat Telaah dan Informasi Regional Solo ini. Persis sehari sebelum vonis di Pengadilan Negeri Solo, Alif berkomentar di koran lokal Solo Pos. ”… ada indikasi terjadi mafia peradilan dalam persidangan,” begitu kutip harian tersebut.
Ketika vonis dijatuhkan, Alif kembali dimintai komentar oleh wartawan Solo Pos, dan terbit esoknya di halaman muka. ”... adanya dugaan jual beli perkara atau praktek mafia peradilan yang dilakukan oknum majelis hakim. Dengan melihat fakta keputusan dua setengah tahun bagi delapan terdakwa anggota PRT, yang jauh di bawah tuntutan jaksa, mengindikasikan 70 persen hingga 80 persen dugaan itu benar,” ucapnya seperti ditulis koran tadi. Indikasi itu, menurut Alif, diukur dari kesenjangan vonis dengan tuntutan jaksa sebanyak empat tahun penjara, denda Rp 100 juta, plus membayar sejumlah uang pengganti.
Nah, komentar-komentar ini membuat ketiga mantan Dewan itu melayangkan gugatan. ”Alif mendiskreditkan kami seolah-olah melakukan praktek mafia peradilan,” kata Darsono dari balik terali besi Rumah Tahanan Negara Solo. ”Saya tidak dendam, tapi kalau dia bilang ada indikasi mafia peradilan, ya buktikan atau laporkan ke instansi berwenang. Bukan beropini di media massa.”
Mereka menuntut Alif membayar ganti rugi Rp 3,030 miliar dengan bukti kliping koran. Dalilnya, lelaki berkacamata itu dianggap melakukan perbuatan melawan hukum berupa pencemaran nama baik.
Alif sendiri membantah telah menuduh, seperti menunjuk nama pelaku, melainkan hanya mengungkapkan indikasi mafia peradilan. ”Itu bagian dari hak masyarakat mengontrol pemberantasan korupsi,” katanya. Ia heran, kenapa perbuatannya membantu aparat malah membuatnya jadi tergugat.
Sidang perdana gugatan ini digelar pekan lalu. Majelis hakim yang diketuai Subaryanto meminta kedua pihak menempuh upaya perdamaian lebih dulu selama tujuh hari. ”Apakah gugatan itu ditolak atau dikabulkan, ya nanti, setelah persidangan,” kata Subaryanto pada Tempo.
Arif A. Kuswardono, Imron Rosyid (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo