Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perempuan menyatakan telah menyurati Partai Demokrat perihal dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh salah satu kadernya. Surat itu berisi permintaan informasi dan klarifikasi ke partai berlambang mercy itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sudah dikirim surat permintaan informasi dan klarifikasi ke Partai Demokrat,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini lewat pesan teks, Sabtu, 23 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rini mengatakan hingga sekarang pihaknya belum mendapatkan balasan dari Demokrat. Komnas Perempuan, kata dia, berharap Demokrat segera membalas surat itu.
Komnas mengirim surat bertanggal 15 Juli 2022 itu kepada Ketua Umum dan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat. Dalam suratnya, Komnas menjelaskan bahwa dugaan pelecehan seksual itu diduga dilakukan oleh salah satu kader partai itu yang berinisial DK dan berstatus sebagai anggota DPR.
Komnas Perempuan menyatakan mendapatkan pengaduan dari korban. Berdasarkan cerita korban, Komnas menyatakan menemukan dugaan telah terjadi kekerasan seksual berupa pemerkosaan dan pelecehan seksual yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan relasi kuasa atasan dan bawahan.
Dalam suratnya pula, Komnas Perempuan meminta informasi mengenai perkembangan penanganan dugaan itu di Dewan Kehormatan Partai Demokrat. Komnas menanyakan langkah lanjutan yang akan diambil oleh Demokrat dan rencana jangka panjang dari Demokrat untuk mencegah kekerasan seksual terjadi.
Kasus dugaan pemerkosaan ini sudah dilaporkan korban ke Bareskrim Mabes Polri. Korban yang merupakan mantan staf DK mengaku sempat diperkosa di sejumlah tempat di Jakarta, Semarang dan Lamongan. Pemerkosaan itu disebut terjadi pada 2018 lalu.
Tempo telah mencoba menghubungi sejumlah petinggi Partai Demokrat untuk mengkonfirmasi soal aduan Komnas Perempuan ini. Namun hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari para petinggi tersebut. Seorang petinggi yang menjawab pertanyaan Tempo bahkan menyatakan tak mau namanya dikutip sama sekali.