Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI, Aris Adi Leksono mendesak Kementerian Komunikasi dan Informasi, kepolisian dan pihak yang memiliki otoritas membatasi dunia maya di Indonesia untuk menutup serta memblokir aplikasi-apikasi yang berpotensi membuka peluang jejaring prostitusi anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Desakan itu disampaikan Aris menyusul adanya 2 kasus prostitusi anak yang baru saja dibongkar oleh kepolisian yakni penangkapan muncikari FEA alias Mami Icha dan muncikari berinisial JL di Jakarta Selatan. Mereka menjual anak di bawah umur untuk eksploitasi seksual di dunia maya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Situs aplikasi yang dirasa bisa membuka peluang jejaring prostitusi harus ditutup. Harus diblokir dan seterusnya," kata Aris saat dihubungi Tempo, Jumat, 13 Oktober 2023.
Dia menilai aplikasi tersebut membuka peluang jejaring hingga promosi jasa prostitusi. Aplikasi itu menurut Aris memiliki potensi bahaya yang tinggi karena transaksi bisa dilakukan tanpa terdeteksi.
"Bahaya sekali kami lihat itu kan kalau dulu transaksi prostitusi offline masih bisa dideteksi keberadaan jejaring itu secara langsung, misalkan di lokalisasi mana" ucapnya.
Namun, berbeda dengan aplikasi, menurut Aris transaksi prostitusi sulit dideteksi.
"Tapi kalau kali ini berbasis aplikasi dan seterusnya orang di mana saja bisa transaksi, di rumah bisa transaksi, di apartemen, di indekos, atau di mall. Nah ini berbahaya sekali," ujarnya.
Aris mengatakan dari sisi jejaring transaksinya berbahaya yang tadinya anak kondusif dalam norma dan aturan, setelah terlibat dalam jejaring itu bisa tergiur dengan cara promosi, rayuan keuntungan.
"Ini akan disinyalir akan berdampak luas terhadap kejahatan-kejahatan dalam lingkup kejahatan seksual ini," ucapnya.
Saat ditanya apakah KPAI memantau beberapa aplikasi yang diindikasi sebagai penyebar jaringan prostitusi anak, Aris mengatakan kesimpulan yang dia peroleh yakni dari temuan kasus-kasus korban Tindak Pidana Perdagangan Orang anak salah satunya korban seksualitas.
"Memantau secara detail tidak, tapi kami bisa menyimpulkan dari berkali-kali koordinasi pihak aparat penegak hukum maupun UPD. Memang locus kami analisa awalnya dari transaksi online, jejaring online dan seterusnya," katanya.