Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

KPAI Minta Korban Dugaan Pencabulan Kapolres Ngada Berani Melapor

KPAI khawatir jumlah korban dalam kasus dugaan pencabulan anak yang melibatkan Kapolres Ngada non-aktif bisa lebih banyak dari yang teridentifikasi saat ini.

12 Maret 2025 | 19.21 WIB

Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Dok. Humas Polres Ngada
Perbesar
Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Dok. Humas Polres Ngada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengimbau masyarakat berani untuk memberikan informasi tentang kejahatan seksual yang diduga dilakukan Kapolres Ngada non-aktif Ajun Komisaris Besar Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Laporan itu termasuk tentang adanya korban lain yang belum terungkap. Sebab, semakin banyak korban yang berani bersuara, semakin kuat pula peluang untuk menegakkan keadilan. "Masyarakat yang merasa anaknya pernah menjadi korban atau berinteraksi dengan pelaku, jangan ragu melapor ke UPTD Kota Kupang," kata Komisioner KPAI Dian Sasmita pada Rabu, 12 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Dian, banyak korban kekerasan seksual yang enggan melapor karena takut terhadap tekanan sosial atau ancaman dari pihak tertentu. Oleh karena itu, KPAI meminta aparat penegak hukum menjamin keamanan bagi pelapor dan saksi. Mereka juga meminta adanya sosialisasi yang lebih luas agar korban memahami hak-hak mereka dan tidak merasa sendirian dalam menghadapi kasus ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Laporan dari masyarakat menjadi elemen penting dalam membongkar pola kekerasan seksual yang terjadi. KPAI, tutur Dian, akan mengawasi jalannya penyelidikan dan memastikan kasus ini tidak berhenti di tengah jalan. Selain itu, KPAI juga mendukung langkah-langkah hukum yang tegas terhadap pelaku demi memberikan efek jera dan mencegah kejadian serupa di masa depan.

Dorongan ini muncul lantaran KPAI khawatir jumlah korban dalam kasus pencabulan ini lebih banyak daripada yang sudah teridentifikasi. Dian mengatakan, kasus ini tidak boleh dianggap selesai hanya dengan mengidentifikasi beberapa korban, karena kemungkinan ada korban lain yang belum berani melapor. "Kasus ini berpotensi besar memiliki lebih banyak korban. Informasi di media menyebutkan kekerasan seksual ini sudah berlangsung sejak 2024," ujarnya.

Selain itu, KPAI juga meminta adanya jaminan perlindungan bagi saksi dan korban agar mereka merasa aman dalam memberikan kesaksian. Lembaga ini juga berencana berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memastikan keamanan para korban selama proses penyelidikan berlangsung.

Kasus pencabulan anak di bawah umur oleh Kapolres Ngada ini pertama kali mencuat pada pertengahan 2024. Pada saat itu, pihak berwenang Australia menemukan dugaan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur yang dilakukan di wilayah Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Pelaku pelecehan seksual itu mengunggah video perbuatannya di situs porno Australia.

Pihak berwenang Australia kemudian menghubungi Mabes Polri atas temuan tersebut. Polri yang mendapatkan laporan itu lalu melakukan penyelidikan. Beberapa bulan kemudian, pada 20 Februari 2025, Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma ditangkap sebagai terduga pelaku pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur.

Pada 4 Maret lalu, Kabid Humas Polda NTT Kombes Henry Novika Chandra membenarkan bahwa AKBP Fajar sedang menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. Selain dugaan pelecehan anak di bawah umur, Fajar juga diperiksa Divisi Propam Polri atas dugaan penyalahgunaan narkotika. 

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho menyatakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan menindak tegas anggota Polri yang terbukti melanggar aturan. “Anggota yang terbukti bermasalah, apa pun pangkatnya, akan ditindak. Itu komitmen Pak Kapolri,” kata dia.

Dugaan pelecehan seksual yang dilakukan AKBP Fajar ini dinilai sebagai kejahatan yang luar biasa. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menilai tindakan Kapolres Ngada, NTT ini sebagai bentuk baru tindak pidana perdagangan orang (TPPO). 

"Ini jelas perbuatan pidana yang sangat serius apalagi eksploitasi dan membuat konten untuk menghasilkan uang, dan ini artinya salah satu bentuk baru atau lain tindakan pidana perdagangan orang," ujar Ai Maryati Solihah dilansir dari Antara, Senin, 10 Maret 2025.

Menurutnya, TPPO tidak hanya terbatas pada praktik jual beli manusia, tetapi juga mencakup tindakan seperti yang dilakukan oleh Kapolres Ngada, yakni dengan mendistribusikan konten eksploitasi anak untuk memperoleh keuntungan ekonomi.  

Intan Setiawanty

Intan Setiawanty

Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2023. Alumni Program Studi Sastra Prancis Universitas Indonesia ini menulis berita hiburan, khususnya musik dan selebritas, pendidikan, dan hukum kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus