Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan surat pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap lima tersangka perkara korupsi dana iklan Bank BJB. Kelimanya telah dicegah sejak akhir Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan pencegahan itu berdasarkan Surat Keputusan Nomor 373 Tahun 2025 bertanggal 28 Februari 2025. Kelima orang yang dicegah adalah YR dan WH yang merupakan petinggi Bank BJB plus IAD, SUH dan RSJK yang merupakan dari pihak swasta. “KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 373 Tahun 2025,” kata dia dalam keterangan resmi, Kamis, 13 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan penelusuran Tempo, kelima orang tersebut adalah eks Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi, pimpinan pada Divisi Corporate Secretary Bank BJB Widi Hartoto serta tiga pihak swasta Ikin Asikin Dulmanan, Suhendrik, dan Sophan Jaya Kusuma. Kelimanya dilarang bepergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan.
Penyidik melarang kelimanya bepergian ke luar negeri karena membutuhkan mereka dalam rangka proses penyidikan. Tessa menyatakan penyidik mencegah kelimanya ke luar negeri setelah KPK mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) tertanggal 27 Februari 2025. Menurut KPK, perkara ini merugikan negara sekitar Rp 222 miliar.
KPK sebenarnya telah mengendus perkara korupsi dana iklan BJB ini sejak tahun lalu. Dugaan penyelewengan anggaran di Bank BJB itu pernah ditulis majalah Tempo pada 22 September 2024 dengan judul "Siapa Terlibat Korupsi Anggaran Iklan Bank BJB". Laporan tersebut memuat hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan bernomor 20/LHP/XVII.BDG/03/2024 yang terbit 6 Maret 2024.
Dokumen itu berisi audit BPK terhadap sejumlah kegiatan Bank BJB pada 2021-2023. Salah satunya realisasi pengelolaan anggaran adalah promosi produk dan belanja iklan. Untuk kegiatan tersebut, Bank BJB menggandeng enam agensi sebagai perantara dengan perusahaan media yang nilainya mencapai Rp 341 miliar.
BPK menemukan indikasi kebocoran dana promosi iklan itu. Indikasi tersebut, misalnya, terlihat dari tagihan yang diterima Bank BJB untuk belanja iklan yang mencapai Rp 37,9 miliar. Padahal biaya riil yang dibayarkan kepada media penampung iklan hanya Rp 9,7 miliar.