Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami. KPK menduga kedua tersangka terlibat dalam korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2014.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua tersangka yang KPK tahan adalah Aprialely Nirmala (AN) dan Agus Herijanto (AH). Aprialely merupakan Pejabat Pembuat Komitmen proyek pembangunan shelter tsunami di Kabupaten Lombok Utara, NTB tahun 2014. Sementara itu, Agus adalah Kepala Proyek PT Waskita Karya (Persero) Tbk yang menggarap proyek tersebut pada 2014.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika proyek itu berlangsung, Aprialely Nirmala menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Kementerian PUPR Perwakilan NTB. Sementara itu, Agus saat itu mewakili PT Waskita Karya, yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), salah satu pemenang tender proyek pembangunan TES.
KPK mengumumkan penahanan Aprialely dan Agus pada Senin, 30 Desember 2024. "Telah ditemukan bukti yang cukup tentang perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Aprialely Nirmala (AN) dan Agus Herijanto (AH)," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung KPK Merah Putih, Setiabudi, Jakarta Selatan.
KPK akan menahan Aprialely dan Agus selama 20 hari pertama terhitung mulai 30 Desember 2024. Keduanya akan mendekam di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur hingga 18 Januari 2025.
Asep menyampaikan kerugian keuangan negara akibat korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di NTB mencapai Rp 18,4 miliar. Kerugian tersebut, kata Asep, meliputi gagalnya pembangunan shelter tsunami yang hingga saat ini tidak bisa digunakan. Asep menyampaikan shelter tsunami yang dibangun di Kabupaten Lombok Utara itu tidak sesuai spesifikasi yang dibutuhkan untuk menghadapi ancaman gempa hingga 9,0 skala Richter.
KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk dugaan tindak pidana korupsi oleh Aprialely dan Agus.
Pembangunan proyek shelter tsunami NTB dilakukan oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan, Kegiatan Pelaksanaan Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi NTB, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2014.
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menyampaikan penyidikan kasus dugaan korupsi shelter tsunami ini telah berlangsung setidaknya dalam satu tahun terakhir. "KPK sejak 2023, telah melakukan penyidikan dugaan TPK tersebut," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangan resmi pada Selasa, 9 Juli 2024. Ketika itu, KPK juga telah menetapkan dua orang berlatar penyelenggara negara dan pejabat BUMN. Namun, KPK saat itu belum mengumumkan identitas keduanya.
Pilihan Editor: Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar Dimutasi, Sejumlah Kasus Menonjol Selama Dia Menjabat