Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum terpidana mati Mary Jane Fiesta Veloso, Agus Salim, menyebut bahwa rencana pemindahan narapidana atau transfer of prisoner kliennya ke Filipina sudah dibicarakan sejak Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus menjelaskan, pihaknya diundang langsung oleh Yusril Ihza Mahendra, yang saat itu belum resmi menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, ke rumahnya untuk berdiskusi soal kasus Mary Jane. “Segala hal sudah saya sampaikan ke Prof. Yusril beserta dokumen-dokumen pendukungnya,” kata Agus dalam konferensi pers bertajuk ‘Menyikapi Transfer of Prisoner Mary Jane Veloso’ yang digelar secara hybrid di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), di kawasan Tebet, Kamis, 21 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pertemuan itu, diskusi antara kuasa hukum dan Yusril meliputi proses hukum kasus Mary Jane, alasan perempuan itu datang ke Indonesia, hingga kondisi psikologisnya. “Kami juga mendiskusikan terkait putusan-putusan yang sudah ada, seperti bagaimana pertimbangan hakim,” tutur Agus.
Agus mengatakan bahwa Yusril juga menyampaikan adanya rencana kebijakan transfer of prisoner untuk kasus itu. “Dia berjanji akan coba mendiskusikan dengan Pak Jokowi,” katanya.
Saat itu, Jokowi masih menjabat sebagai presiden. “‘Kalau pun tidak memungkinkan lagi untuk dibahas dengan Pak Jokowi, saya akan sampaikan kepada Pak Prabowo setelah beliau dilantik’,” ucap Agus menirukan perkataan Yusril.
Pada 20 November 2024, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui permohonan pemindahan tahanan untuk terpidana mati kasus narkoba, Mary Jane Veloso. Permohonan pemindahan itu datang dari negara asal Mary Jane, yaitu pemerintah Filipina.
Yusril menyampaikan kementerian-kementerian di bawah koordinasi Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan telah membahas secara internal permohonan dari Filipina tentang pemindahan Mary Jane. “Dan telah dilaporkan kepada Presiden Prabowo yang telah menyetujui kebijakan transfer of prisoner ini,” kata Yusril melalui keterangan tertulis pada Rabu, 20 November 2024.
Adapun Mary Jane Veloso merupakan pekerja rumah tangga yang ditangkap Petugas Bea dan Cukai Banda Udara Adisutjipto Yogyakarta pada 25 April 2010. Ia kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin dalam kopernya.
Enam bulan sejak penangkapan, pada 11 Oktober 2010, Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, menjatuhkan hukuman mati kepada Mary. Rencananya eksekusi dilaksanakan pada 29 April 2015 di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun, pemerintah Indonesia menunda pelaksanaan eksekusi mati itu dengan alasan menunggu proses hukum di Filipina selesai. Sejumlah pegiat anti-perdagangan manusia menilai Mary Jane merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Pilihan Editor : Polri Sebut Ada 85 Influencer Jadi Tersangka Promosi Judi Online