Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kuasa Hukum Tom Lembong Ungkap 5 Poin Keberatan untuk Praperadilan Lawan Kejagung

Tom Lembong mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan.

5 November 2024 | 19.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tim Penasihat Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir saat mengajukan permohonan praperadilan kepada Ketua Pengadilan Jakarta Selatan terkait keabsahan penetapan tersangka dan penahanan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa, 5 November 2024. Dalam permohonannya, Tim Kuasa Hukum menyebut ada lima poin utama. Pertama, hak untuk mendapat penasihat hukum, kedua, kurangnya bukti permulaan, ketiga, proses penyidikan yang sewenang-wenang, ketiga, penahanan yang tidak berdasar, keempat, tidak ada bukti perbuatan melawan hukum. TEMPO/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tim Penasihat Hukum Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mengungkapkan lima poin keberatan yang akan mereka bawa di persidangan praperadilan menghadapi Kejaksaan Agung. Tim hukum Tom Lembong mendaftarkan praperadilan tersebut untuk menggugat keabsahan penetepan klien mereka sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula oleh penyidik Kejaksaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Tim Penasihat Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyampaikan ada setidaknya lima poin penting dalam perkara yang mereka ajukan. Poin-poin tersebut dia sampaikan saat mendaftarkan permohonan praperadilan Tom Lembong di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Selasa, 5 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin pertama, kata Ari Yusuf, adalah tidak adanya hak untuk menunjuk penasihat hukum sendiri saat penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung. “Klien kami tidak diberikan kesempatan untuk menunjuk penasihat hukum pada saat ditetapkan sebagai tersangka,” kata Ari.

Menurut Ari, momen tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan ketentuan hukum yang berlaku. Sebab, kata dia, Kejaksaan Agung seharusnya memastikan terpenuhinya hak setiap individu untuk mendapatkan bantuan hukum.

Poin kedua, Ari menyebut kurangnya bukti permulaan dalam penetapan tersangka. “Penetapan tersangka terhadap Thomas Trikasih Lembong tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” ucap Ari. Dia menilai bukti yang digunakan oleh Kejaksaan tidak memenuhi syarat yang ditentukan, sehingga penetapan tersangka menjadi cacat hukum.

Poin ketiga, Ari mengatakan proses penyidikan dalam kasus Tom Lembong berjalan secara sewenang-wenang. “Tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Terlebih lagi, tidak ada hasil audit yang menyatakan kerugian negara yang nyata akibat tindakan klien kami,” ujar Ari.

Poin keempat, Ari juga mempermasalahkan penahanan Tom Lembong yang dia anggap tidak berdasar. Kejaksaan Agung langsung menahan Tom Lembong seusai penetapan tersangka pada 28 Oktober 2024 lalu.

“Penahanan klien kami dianggap tidak sah karena tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan. Tidak ada alasan yang cukup untuk mengkhawatirkan bahwa klien akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,” kata Ari.

Poin kelima, Ari berujar tidak ada bukti bahwa Tom Lembong telah melakukan perbuatan melawan hukum. Dia mengatakan Selain tidak adanya hasil audit yang menyatakan kerugian negara, Kejaksaan Agung juga tidak mengungkapkan bukti yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan/atau korporasi.

“Tanpa bukti yang jelas, penetapan tersangka ini tidak hanya cacat hukum, tetapi juga berpotensi merugikan reputasi klien kami,” ujar Ari.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus