Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial mendalami keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pontianak yang mengabulkan banding WNA Cina, Yu Ho, terdakwa tambang emas ilegal. KY sedang mengumpulkan data apakah ada pelanggaran etik hakim di balik keputusan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tim KY menelaah dan memproses kasus ini dengan mengupulkan data dan anlisis. Jika ada indikasi pelanggaran etik akan dilanjutkan pemeriksaan," ujar Juru bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata, Kamis, 16 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hakim yang memvonis bebas Yu Ho adalah Isnur Syamsul Arif sebagai hakim ketua dan Eko Budi Supriyanto serta Pransis Sinaga sebagai hakim anggota. Vonis bebas tersebut membatalkan putusan Pengadilan Negeri Ketapang No 332/Pid. Sus/2024/PN pada 10 Oktober 2024 yang memvonis Yu Ho 3,6 tahun penjara dan denda Rp 30 miliar.
Yu Ho didakwa Jaksa Penuntut Umum telah melakukan penambangan tanpa izin selama periode Februari 2024 - Mei 2024. Dalam periode itu dilakukan penggalian terowongan sepanjang 397,343 meter. Dalam surat dakwaan JPU disebutkan, jika dari hasil tambang tersebut Yu Ho menghasilkan 774 kg emas dan 937 kg perak. Kegiatan itu diperkirakan merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,02 triliun.
Atas perbuatannya JPU mendakwanya atas pelanggaran Pasal 158 UU No 3 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan tuntutan pidana penjara 5 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar.
Mukti menegaskan jika lembaganya memberikan atensi terhadap kasus yang menarik perhatian publik. KY menghimbau agar publik melapor, jika mengetahui atau menduga ada pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim. "Publik dapat melaporkan apabila ada dugaan pelanggaran kode etik hakim disertai dengan bukti pendukung, sehingga nantinya laporan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh KY sesuai prosedur yang ada."
Pilihan Editor: Saksi Korupsi Pengadaan Truk Basarnas Bikin Geram Majelis Hakim