Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, ditunjuk menjadi anggota Dewan Penasihat Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Hal ini diumumkan oleh Kepala BPI Danantara, Rosan Perkasa Roeslani dalam acara pengumuman struktur kepengurusan Danantara di Jakarta, Senin, 24 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Thaksin masuk dalam jajaran Dewan Penasihat Danantara bersama sejumlah tokoh lain, seperti Raymond Thomas Dalio atau Ray Dalio, Helman Sitohang, Jeffrey Sachs, dan F. Chapman Taylor. Rosan memastikan proses pemilihan pengurus Danantara ini sudah melalui seleksi ketat, yang melibatkan tiga head hunter atau perusahaan jasa konsultan. Salah satu yang dibeberkan adalah Egon Zehnder's.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Rosan, Presiden Prabowo tidak menolak nama yang diusulkan sebagai calon pengurus Danantara, setelah melihat latar belakang para kandidat. Meski Thaksin Shinawatra dikenal sebagai politikus dan pengusaha ternama Thailand, namun dia tercatat pernah terseret sejumlah kasus hukum. Simak informasi mengenai deretan kasus hukum yang pernah menyeret Thaksin Shinawatra berikut ini.
1. Kasus Saham Shin Corp
Menurut laporan Bangkok Post, Thaksin Shinawatra pernah terjerat kasus kepemilikan saham di perusahaan keluarganya, Shin Corp. Ia dituduh mengizinkan calon pihak lain untuk memegang saham di Shin Corporation guna memperoleh keuntungan dari perusahaan yang menerima konsesi dari badan negara.
Namun, Thaksin melarikan diri saat proses persidangan berlangsung, menyebabkan kasusnya sempat ditunda. Setelah undang-undang organik mengenai prosedur pidana bagi pejabat politik disahkan—yang memungkinkan persidangan tetap berlanjut meskipun terdakwa tidak hadir—proses hukum terhadapnya kembali berjalan. Dalam kasus ini, Thaksin dinyatakan bersalah atas dua dakwaan dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara.
2. Kasus Pinjaman Exim Bank
Mahkamah Agung Thailand menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara secara in absentia kepada Thaksin Shinawatra atas kasus konflik kepentingan terkait pinjaman Bank Exim. Kasus ini melibatkan pemberian pinjaman sebesar 4 miliar baht kepada pemerintah Myanmar pada tahun 2004.
Dalam putusannya, pengadilan menyatakan bahwa Thaksin memiliki konflik kepentingan karena menginstruksikan Bank Exim untuk memberikan pinjaman dengan suku bunga di bawah biaya kepada pemerintah Myanmar. Dana tersebut kemudian digunakan pemerintah Myanmar untuk membeli produk dari Shin Satellite Plc, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh keluarganya.
Tuduhan ini pertama kali diajukan pada tahun 2008 oleh Komite Pengawasan Aset (ASC), sebuah badan yang dibentuk setelah kudeta militer tahun 2006 untuk menyelidiki berbagai kasus terkait pemerintahan Thaksin. ASC menuduh bahwa dana pinjaman tersebut kemudian digunakan oleh pemerintah Myanmar untuk membeli produk senilai 400 juta baht dari Shin Satellite.
3. Kasus Skema Lotere
Thaksin divonis dua tahun penjara oleh Mahkamah Agung Thailand karena secara ilegal meluncurkan skema lotere dua dan tiga digit antara tahun 2003 dan 2006. Ia dinyatakan bersalah oleh Divisi Kriminal untuk Pemegang Jabatan Politik karena melanggar Pasal 157 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan dalam kaitannya dengan kasus tersebut.
Skema ini berlangsung dari 1 Agustus 2003 hingga 16 September 2006 saat Thaksin menjabat sebagai perdana menteri. Ia termasuk di antara 47 terdakwa dalam kasus tersebut, yang mencakup menteri kabinet dan eksekutif Kantor Lotere Pemerintah (GLO) saat itu. Kasus ini menyebabkan kerugian negara sebesar 1,6 miliar bath.
4. Kasus Penyalahgunaan Kekuasaan
Pada Oktober 2008, Thaksin dijatuhi hukuman dua tahun penjara akibat konflik kepentingan terkait pembelian tanah oleh istrinya saat itu, Khunying Potjaman na Pombejra. Istrinya memenangkan lelang untuk membeli tanah milik negara yang terletak di pusat kota Bangkok pada tahun 2003, saat Thaksin masih menjabat sebagai perdana menteri. Meskipun telah divonis, Thaksin tidak menjalani hukumannya karena ia melarikan diri ke luar negeri dan menghindari hukuman selama lebih dari satu dekade.
5. Kasus Penghinaan Terhadap Raja Thailand
Mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, menghadapi tuduhan penghinaan terhadap Kerajaan Thailand. Di negara tersebut, kritik terhadap kerajaan sangat dilarang berdasarkan hukum lese-majeste.
Thaksin diduga mencemarkan nama baik monarki dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Korea Selatan pada 21 Mei 2015. Dalam wawancara itu, ia menyatakan bahwa anggota dewan rahasia mendukung kudeta tahun 2014 yang menggulingkan pemerintahan adiknya, Yingluck Shinawatra.
Pihak kepolisian menilai pernyataan Thaksin dalam wawancara tersebut melanggar Pasal 112 KUHP, yang dikenal sebagai undang-undang lese-majeste, serta Undang-Undang Kejahatan Komputer.
Melynda Dwi Puspita, Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Teror Kepala Babi dan Tikus yang Terpenggal