DIA Rudy Siyaranamual. Lelaki liat 161 cm ini lahir di Batu Gajah, Ambon, 37 tahun lalu. Ia anak kelima dari enam bersaudara Kapten (pur) Willem - yang taat dalam Kristen Protestan. Rudy menamatkan SMA-nya di Ambon. Awal 1973, ia masuk Fisipol UGM di Yogyakarta. "Tapi jebol di tingkat dua, lantaran tak punya biaya," kata lelaki berkulit hitam ini. Yayuk, pacarnya, kemudian meninggalkannya. Rudy sempat jadi pengecer minyak tanah, sampai 1977. Dan sebagai agen nalo. Sialnya, suatu hari, bandar "kejeblosan", hingga tak sanggup membayar. Lantas kabur. "Saya juga lari, karena dikejar-kejar para penebak buntut nalo," tuturnya. Di Yogya dan Solo ia jadi copet. Masih kelas teri. Kemudian bergabung dengan perampok. Markasnya di Nusukan, pinggiran utara Kota Solo. Ketika Ingan, gembong kelompok itu tertangkap, 1981, ke 12 anggotanya berpencar. Langkah pertama Rudy: merampas uang nasabah sebuah bank di Solo. Setelah itu baru ia menyingkir ke Jakarta. Di sini, Rudy beken dengan panggilan Rudy Ambon. Populer juga dengan Si Berewok. Ia memimpin kelompok gang lima sekawan yang pada 1984 merampas Rp 1 milyar milik Ny. Lamria Marpaung di Jalan Kwini, Jakarta Pusat. Korban, yang dikenal dengan boss di kalangan pedagang emas di situ, tewas tertembak. "Tapi saya tidak ikut. Mereka itu, Heru, Hendro, Supri, dan Ujang. Merekalah yang suka main tembak," katanya. Kemudian, ia menetap di Magelang dengan nama Ibrahim. Selama itu, lebih dari lima kali ia merampok di Ja-Teng dan Yogyakarta. Agustus 1984, ia terjaring ketika tidur siang di rumah yang disewanya di Desa Dogol, Magelang. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonisnya 5 tahun kurungan, dan ia dijebloskan ke Rutan Salemba, Jakarta Pusat. Mei 1985, bersama 32 napi, ia lolos. Orang geger. Sebab, di antara nama angker itu, ada Rudy Ambon, Bambang Heru, Suparno, Supriyanto, dan Hendro Sucipto. "Tapi tidak benar saya yang merencanakan. Minggu sehabis kebaktian, pintu depan terbuka lebar. Melihat itu, tentu, saya lari, dong," begitu Rudy. Ia ke Kediri. Menyamar jadi makelar mobil. Namanya: Roby. Istrinya, Netty Sundari, asal Salatiga, bersama tiga anaknya, ikut. Penduduk mengenal keluarga baru itu ramah dan suka menolong. Rudy, pecandu rokok, tak percaya pada jimat. Suatu kali, ia digerebek. Kedapatan ia bawa dua pistol mainan. Lalu ia ditahan di Polda Ja-Tim. Dan untuk "membunuh" waktu di situ, ia main catur. Tak terkalahkan. Langganannya? Ia selalu sakit perut dan kepala pusing. "Saya harus bertanggung jawab pada istri dan anak. Saya ingin jadi baik," katanya. Rudy kini getol mengantungi Injil. "Saya sedang memperdalam isi Alkitab. Kerja saya selama ini cuma nol besar," ujarnya. Laporan Biro Ja-Tim & Ja-Teng
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini