Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyayangkan minimnya transparansi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kepada publik mengenai kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggotanya terhadap 45 penonton Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024 asal Malaysia. Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, mengatakan, meski sudah ada tindak lanjut terkait sidang kode etik, juga proses hukum pidana terhadap anggota Polri yang terlibat kasus tersebut, namun publik belum bisa mengetahui lebih lanjut siapa saja pihak kepolisian yang disidangkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“LBH Jakarta mendesak Polri untuk membuka informasi dan transparansi seluas-luasnya kepada publik terkait proses sidang kode etik, serta tindak lanjut proses hukum pidana terhadap anggota Polri yang terlibat kasus DWP 2024,” kata dia melalui keterangan resmi yang diterima Tempo pada Kamis, 2 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fadhil menilai langkah Polri yang tak membuka informasi berkebalikan dengan pernyataan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko dan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Inspektur Jenderal Polisi Abdul Karim. Kedua pejabat Polri itu sempat menyampaikan komitmennya memberantas kasus pemerasan di event DWP 2024 secara tegas.
Menurut Fadhil, omongan dari dua perwira tinggi Polri itu hanya menjadi omong kosong jika tak diiringi dengan transparansi proses hukum, baik etik maupun pidana. “Hingga kini belum jelas identitas keseluruhan dan jumlah pasti anggota Polri yang disidang, termasuk juga ketidakjelasan mengenai motif, pola, pembagian peran, dan proses hukum pidana yang dikenakan,” jelas Fadhil.
Oleh karenanya, LBH Jakarta mendesak agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan Kadiv Propam Polri agar bertindak transparan dan akuntabel dalam menangani penegakkan etik dan profesi tersebut. Selain itu, Fadhil juga meminta Kapolri memerintahkan anak buahnya agar kooperatif dan mengakomodir proses penegakkan tindak pidana korupsi terhadap anggota Polri yang terlibat. Dia pun meminta agar kasus ini ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu, LBH Jakarta juga mendesak Presiden Prabowo Subianto melaksanakan reformasi polisi dengan tetap memperhatikan aspek permasalahan struktural, instrumental, dan kultural di Kepolisian Indonesia.
Terakhir, LBH Jakarta juga mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia memastikan pembahasan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia dapat mengakomodasi kebutuhan reformasi polisi. “Serta menyerap partisipasi masyarakat secara bermakna,” tutur Fadhil.
Sebelumnya, Polri telah menggelar sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap sejumlah anggotanya yang diduga terlibat pemerasan terhadap penonton konser musik DWP 2024. Sidang tersebut sudah berlangsung sejak 31 Desember lalu. Sidang sempat diskors pada Rabu dini hari, 1 Januari 2024, dan dilanjutkan kembali hari ini.
Dua polisi telah mendapatkan sanksi berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sejauh ini. Mereka adalah Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya Komisaris Besar Donald Parlaungan Simanjuntak dan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Yudhy Triananta Syaeful.
Polri belum menyebutkan berapa jumlah anggotanya yang terlibat dalam pemerasan penonton DWP 2024 tersebut. Namun, Kapolri tercatat telah memutasi 36 orang yang diduga berhubungan dengan peristiwa tersebut.