FX. FRANKY SUGITO, mahasiswa tingkat III jurusan komputer di Scharborough College, Toronto. Dua pekan lalu menemui ajalnya. Pisau dapur, dari belakang, menghunjam ke jantungnya. Karena pembunuhan itu, kini Stanley (namanya disamarkan) ditangkap polisi Kanada. Stanley, 20, baru dua tahun di Kanada. Kendati tak sekuliah dengan Franky, ia akrab. Maklum, karena mereka sama-sama dari Jakarta. Sebuah cendera mata untuk seorang temannya di Indonesia dititipkan Stanley pada seorang kawannya seasrama di Finch, Toronto. Kawan itu akan pulang ke tanah air. Barang tersebut rupanya tak terbawa. Alasannya: tas sudah penuh. Ketika teman itu kembali ke Kanada, Stanley marah. Dan pada petang 1 Februari itu mereka berkelahi. Franky, 22, melerai. Tapi pisau dapur di tangan karibnya itu singgah ke jantungnya. Ia tewas saat itu juga. Setelah lulus SMA KRIS di Jalan Sam Ratulangi, Jakarta, Frangky dikirim ke Kanada. Dia pendiam, tapi suka menolong sesama. "Karena itulah saya berani mengirim dia ke sana," kata Karel Sugito, ayahnya. Ia tinggal di sebuah flat bersama 4 mahasiswa dari Indonesia. Selama di sana hampir tiap pekan Franky menelepon kedua orangtuanya di Jakarta. Seorang pamannya, Jeffry, bekerja di sebuah restoran Korea. Tapi Franky lebih senang tinggal di flat - sambil bekerja. "Tinggal di flat rasanya lebih bebas," kata anak yang suka senam di fitness center ini. Almarhum adalah anak kedua, dan satu-satunya lelaki, dari tiga bersaudara dalam keluarga Karel Sugito. "Saya merasa sangat kehilangan. Dan kejadian ini seperti mimpi saja," ujar Karel. "Seminggu sebelum ia terbunuh, Franky menelepon saya dari Toronto." Senin siang pekan lalu jenazah Franky dimakamkan di TPU Jati Petamburan. "Kami tidak akan balas dendam. Semua ini saya serahkan kepada Tuhan." Karyawan PT Elbiro di Pulogadung ini tinggal di Kramat Kwitang, Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini