INI benar-benar live show. Sepasang manusia, tanpa sehelai benang pun, bergulat melakukan adegan suami istri disaksikan hadirin. Hebatnya, acara istimewa itu bukan berlangsung di Bangkok, tapi di sebuah Balai RW di Kampung Ngaglik, Malang, Jawa Timur. Kedua "bintang" adalah Samijo, 42 tahun, sehari-harinya tukang becak, dan Sutini, 28 tahun, yang -- maaf -- pelacur. Penontonnya puluhan warga desa -- pria dan wanita, termasuk anak-anak berdesak-desakan menyaksikan peristiwa "tak lazim" itu. Hebatnya, tujuh orang pemuka di RW situ bukannya melarang, tapi malah memaksa pasangan itu mengulangi adegan "seru" itu berkali-kali. Gara-gara eksekusi "biadab" pada 13 Maret lalu itulah, kini ketujuh eksekutor tadi -- dua di antaranya anggota ABRI terpaksa berurusan dengan pengadilan. Melalui LBH Perwakilan Malang, pekan-pekan ini Samijo-Sutini menuntut ganti rugi Rp 50 juta dari ketujuh orang itu d Pengadilan Negeri Malang. Ganti rugi itu akibat penganiayaan dan pencemaran nama baik, yang dialami kedua penggugat. Kecuali itu, ketujuh orang tadi juga akan diadili secara pidana. Menurut sebuah sumber di Kejaksaan Negeri Malang, mereka akan dibidik dengan pasal 289 KUHP (memaksa orang berbuat cabul). Pekan-pekan ini, Sumihat, yang dianggap otak kasus itu, akan disidangkan di pengadilan yang sama. Sementara itu, dua oknum ABRI itu akan diadili di Mahkamah Militer, dan empat orang pelaku lainnya menyusul akan diadili. Kasus yang tak ada duanya di Indonesia ini bermula dari kecurigaan Sumihat terhadap tetangganya. Samijo, yang istrinya menjadi TKW di Arab Saudi. Lelaki itu santer diisukan suka membawa wanita pelacur ke rumahnya. Maka, pada 13 Maret itu, Sumihat menghubungi enam tetangga -- termasuk Suparno (bukan nama sebenarnya) yang berpangkat kopral -- untuk menggerebek rumah Samijo. Benar saja, begitu ketujuh orang itu mengetuk rumah Samijo, dan dalam rumah muncul Sutini. Waktu membukakan pintu, konon, wanita bertubuh sintal itu tanpa mengenakan BH. Para penggerebek, yang sudah naik pitam itu, langsung saja melayangkan bogem mentah ke tubuh Sutini. Rupanya, ketika itu Samijo sedang mengayun becak. Seakan-akan memperoleh firasat buruk ia balik ke rumah. Sial, sesampainya di rumah, ia langsung disergap para penggerebek tadi. Di bawah komando Suparno, Samijo-Sutini digiring ke Balai RW. Di tempat inilah berlangsung eksekusi itu. Kedua "pesakitan" itu dipaksa melakukan adegan cabul, diselingi bogem mentah yang bertubi-tubi menimpa tubuh mereka. Keruan saja, perbuatan para eksekutor itu, yang bukan aparat RW itu -- bahkan di antaranya masih berprofesi guru -- mengundang reaksi keras. "Rekonstruksi itu sangat keterlaluan, di luar peri kemanusiaan," seru ibu-ibu anggota PKK di situ. Para remaja karang taruna menimpali, "Mereka itu lebih biadab dari hewan tak mengindahkan nilai moral. Masa di depan umum menyuruh orang berbuat mesum." Pasangan Samijo juga tak bisa menerima perlakuan tak manusiawi itu. Mereka pun mengadu ke Polresta Malang. "Biarpun pelacur, saya ini bukan hewan. Saya pun punya rasa malu," ujar Sutini, yang kini semakin intim dengan Samijo. Melalui LBH Malang, mereka juga menuntut ganti rugi Rp 50 juta. "Gugatan ini terlalu murah jika dibandingkan dengan harga diri dan kehormatan saya, yang mereka injak-injak," kata Samijo, yang mengaku suka "menyimpan" wanita di rumahnya karena kesepian ditinggal sang istri. Sayangnya, sampai pekan lalu Sumihat masih ditahan, juga kedua anggota ABRI itu -- di Denpom ABKI. Bejo, salah seorang dari empat pelaku, yang dikenai tahanan luar, hanya berkata, "Tak ada komentar. Tanya saja ke polisi." Tapi sebuah sumber menyatakan, waktu itu Suparno "panas" begitu mendengar laporan Sumihat, bahwa Samijo sudah diperingatkan beberapa kali, tapi membandel. Padahal, rumah Samijo itu bersebelahan dengan masjid. Sebab itu, Suparno ngawur menjatuhkan hukuman "langka" itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini