Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Makan Hati Di Randa Empas

Hasan dan Syahril, pedagang emas, dibunuh dan dimakan hatinya oleh penduduk kampung randa empas yang menduga perampokan anak buah panus. Para tertuduh mulai diadili di tenggarong. (krim)

10 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH dibunuh beramai-ramai, dua orang yang disangka perampok itu dipenggal lehernya. Dada mereka dibelah. Menurut kepercayaan di daerah Dayak, roh orang mati bisa mengganggu, maka hati mereka dimakan. Masih belum puas mereka denan cara itu. Bagian-bagian tubuh kedua korban itu, Hasan, 35, dan Syahril, 33, dipisah-pisahkan. Sebagian dikuburkan, sedang sisanya dibuang begitu saja di tengah hutan. Dua di antara yang dituduh sebagai pelaku pembunuhan itu, Kudak, 44, dan Ngendang, 55, kini sedang diadili Pengadilan Negeri Tenggarong, Kalimantan Timur. Kedua tertuduh ini pula yang dikatakan sebagai pemakan hati Hasan dan Syahril. Tiga tertuduh lain, Rokis, Paguh, dan Nono, akan disidangkan di pengadilan yang sama pekan ini. Sedangkan dua orang rekan mereka, Daim dan Mamanik, sampai sekarang masih buron. Kasus pembunuhan itu, menurut Jaksa Sudarto, terjadi November 1982, di pedalaman Kutai, Kalimantan Timur. Tepatnya di Kampung Randa Empas, Kecamatan Bentian Besar. Kasusnya baru terbongkar Juni lalu, karena sebelumnya penduduk daerah permukiman suku Dayak itu melakukan gerakan tutup mulut. Ketika itu, sekitar pertengahan November 1982, di Kampung Sambung tengah diadakan upacara belian - pengobatan tradisional untuk menyembuhkan orang sakit - oleh Dukun Rokis, 33. Penduduk, khususnya kaum pria, berkumpul untuk menghadiri upacara tersebut. Saat rumah-rumah sedang sepi, dua orang pria tak dikenal, yang kemudian diketahui bernama Hasan dan Syahril, tiba-tiba muncul di rumah Kudak. Kepada Nain, istri Kudak, kedua orang itu bertanya apakah di rumah itu ada emas dan uang. Melihat ada gelagat mencurigakan, Nain segera menyelinap lewat pintu belakang. Ia berlari menuju tempat upacara dan mengabarkan kedatangan dua orang tak dikenal tadi. Penduduk kontan menduga, kedua lelaki itu adalah anak buah Panus, perampok berilmu hitam yang sangat ditakuti. Ketika itu, beberapa kampung di Bentian Besar memang sering dijarah kawanan Panus yang sudah beberapa kali masuk penjara. Maka dalam sekejap, penduduk yang marah itu menyiapkan senjata tajam dan pentungan, lalu bergegas menuju rumah Kudak. Kedua orang yang mereka curigai ternyata sudah tak ada di sana. Pencarian pun segera dilakukan, dan akhirnya Hasan dan Syahril ditemukan sedang berjalan menyusur sungai. Penduduk yang beringas itu pun segera memburu. Ngendang, Kudak, dan Mamanik berhasil mencegat keduanya dan langsung membacok. Hasan dan Syahril kewalahan, akhirnya nekat menceburkan diri ke dalam sungai. Dengan luka di sekujur tubuh, keduanya berenang dan kemudian menepi di Kampung Randa Empas - tak begitu jauh dari Kampung Sambung. Apa mau dikata. Penduduk kampung itu rupanya sudah diberi tahu tentang adanya dua perampok terluka yang melarikan diri. Rokis pun, yang sebelumnya memimpin upacara belian, sudah berada di sana. Maka, tanpa ampun ia menusukkan kerisnya ke tubuh Syahril yang sudah kepayahan, hingga lelaki itu menemui ajalnya. Sedangkan Hasan, yang tubuhnya basah kuyup dan mengucurkan darah, ditusuk dengan sangkur berkali-kali oleh Nono. Dia juga mati. Mamanik kemudian memerintahkan Paguh untuk memenggal kepala Hasan, sedang Daim disuruh memotong leher Syahril. Sebagai tindak lanjut, kepala kedua korban dikuburkan secara terpisah, sedangkan badannya dibuang ke dalam hutan. Tapi kisah rupanya belum selesai. Kudak dan Ngendang, yang tak lama kemudian datang, menanyakan tempat tubuh kedua korban yang mereka bacok. Setelah tubuh tanpa kepala itu diambil kembali, Kudak dan Ngendang segera membelah dada korban. Hati mereka diambil dan segera dimakan Kudak dan Ngendang. "Menurut kepercayaan saya, supaya arwah mereka tidak mengganggu dan membalas dendam," kata Kudak kepada Rizal Effendi dari TEMPO di Pengadilan Negeri Tenggarong. Kudak dan Nendan. yang semula memang menganut animisme Kaharingan - kini mereka memeluk Protestan - mengaku melakukan kanibal tanpa sadar. Keduanya menolak anggapan bahwa mereka memakan hati korban supaya kebal. Tetapi, menurut beberapa penduduk, memakan hatl manusla memang bisa meninggikan ilmu yang dimiliki. Cerita seperti itu pernah terdengar di Tapanuli Selatan, Juni tahun lalu. Ketika itu, Misdi, 32, diduga keras telah membunuh dan memperkosa Menne, dan kemudian memakan hati korban agar tubuhnya tak mempan pisau dan peluru. (TEMPO, 2 Juni 1984). Kudak berkeras bahwa kedua korban yang hatinya dimakan adalah anak buah Panus. "Mereka masuk kampung tanpa melapor. Bagaimana kami tak curiga?" katanya. Ia memang layak menaruh curiga, sebab beberapa waktu sebelumnya, ia mengaku adiknya dirampok dan diperkosa. Tapi kata kapolres Kutai Letnan Kolonel Kasah, motif sebenarnya pembunuhan itu sampai kini belum diketahui. Sebuah sumber bahkan menyebutkan bahwa Hasan dan Syahril sebenarnya pedagang emas, yang sering berkeliling dari kampung ke kampung di pedalaman untuk membeli emas hasil dulangan. Sebab itulah, sewaktu keduanya menemui Nain, yang mula-mula ditanyakan adalah emas. "Bukan untuk dirampok, melainkan untuk dibeli," kata sumber tadi. Konon, ketika itu Hasan dan Syahril membawa setengah kilo emas, hasil pembelian dari kampung-kampung lain. Diduga, di Kampung Sambung itu ada sementara pihak yang ingin menguasai emas tadi, dan keduanya pun diteriaki sebagai perampok. Tapi hal itu memang baru dugaan. Panus sendiri belum bisa ditanyai betulkah Hasan dan Syahril adalah anak buahnya. Orang yang dianggap kepala perampok itu kini masih dicari polisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus