PAGI itu Sabtu, 27 Oktoher lalu, para prajurit Yon Armed Jalan Bungaya, Ujungpandang, sudah berbaris untuk mengikuti apel di halaman asrama. Beberapa saat kemudian muncul Pratu Kamaluddin, 27. Anehnya, prajurit muda yang terlambat datang itu tak segera bergabung dengan rekan-rekannya dalam barisan. Dia nyelonong menuju deretan para perwira dan, tanpa diduga, tiba-tiba ia menembak Kapten Rasman, Kasi I Yon Armed. Tembakan pertama itu ternyata luput, dan Rasman scgera tiarap. Tapi Kamaluddin menembak lagi ke arah Kapten Rasman danderetan perwira, dengan tembakan membabi buta. Akibatnya, tiga orang mati dan lima lainnya luka-luka. Rupanya, ia belum puas. Setelah kelihatan agak kebmgungan sebentar, sementara semua prajurit yang panik bertiarap memencar, Kamaluddin berjalan menuju kantor. Ruangan demi ruangan perwira ia masuki. Untung, ruangan tadi masih kosong. Terakhir ia menulu ruangan komandan BataIyon Armed, Letnan Kolonel Sadipman. Begitu ia membuka pintu ruangan, yang )uga masih kosong, seorang petugas piket melepaskan tembakan beruntun. Prajurit yang pada 5 November ini hendak melangsungkan pernikahan itu pun tersungkur, dan mati. Korban yang meninggal kena berondongan Kamaluddin adalah Kapten Rasman, Letnan Dua Ronre, dan Pratu Amir. Adapun Capa Amir Selong dan Prada Sri Waluyo luka parah, sedangkan yang luka ringan: Kopda Karen, Pratu M. Ali, dan Pratu M. Yusuf. Selain mereka, ternyata, masih ada satu korban yaitu Serma Slamet. Meski tak terkena tembakan, dia ikut roboh dan meninggal, ketika beberapa rekannya tergeletak berlumur darah. "Rupanya, dia mengalami shock," tutur seorang rekannya. Sampai pekan lalu, latar belakang kenekatan Kamaluddin belum diketahui. Malam hari sebelum peristiwa berdarah, Kamaluddin datang ke rumah kakaknya di Jalan Kumala. Dia, kata Nurhayati, kakak iparnya, untuk kesekian kalinya mengutarakan niatnya mengawini seorang gadis asal Pattalassang, Takalar. Hanya saja, kata seorang anggota Armed, Kamaluddin kelihatannya belum memperoleh izin dari komandan. "Padahal, dia sudah memberi ancar-ancar akan menikah pada 5 November," katanya. Diduga, karena itulah Kamaluddin bertindak nekat dan memuntahkan peluru senapannya. Bisa jadi, tangan prajurit itu masih gatal ingin menarik picu senjata. Beberapa saat sebelum kejadian, kata seorang sejawatnya, Kamaluddin memang baru saja menjalami latihan menembak selama satu bulan. Anak kedelapan dari sembilan bersaudara asal Bontotiro, Bulukumba, Sulawesi Selatan, itu masuk tentara pada 1980. Selama ia menjadi anggota ABRI, perangainya hampir tak bercacat. "Belum pernah satu kali pun dia mendapat teguran dari komandan, apalagi kena hukuman," kata rekannya. Di luar kedinasan pun ia dikenal kalem bahkan sangat rendah hati. "Kalau meminjam sepeda motor kakaknya, ia selalu memberi tahu dan meminta izin lagi kepada saya," ujar Nurhayati. Maka, banyak yang heran atas perangai Kamaluddin yang tiba-tiba "meledak" itu. Oleh kesatuannya, Yon Armed, Kamaluddin memang dianggap sebagai pembunuh yang menyebar maut. Meski tak dikuburkan di taman makam pahlawan, jenazahnya sempat disemayamkan di asrama Armed. Upacara penguburan di makam umum pun dilakukan secara militer. Lengkap dengan tembakan salvo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini