Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Matinya Si Janda Kembang

Hubungan gelap membuat empay, 36, bermata gelap. dibantu cati & rusdi berkomplot membunuh nyi karwi, 22, nyi tawen, 47 & nyi wati, 10. pasalnya, karwi, warga bojongsari, brebes, minta dinikahi karena hamil.

30 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUBUNGAN gelap memang sering berbuntut tragis. Seorang janda kembang, Nyi Karwi, 22 tahun, ditemukan tewas bersama ibunya, Nyi Tawen, dan keponakannya, Nyi Wati. Berdasarkan penyidikan polisi, mereka ternyata dibantai oleh pacar gelap si janda, Empay Sumarno, bersama komplotannya. Sang pacar rupanya panik karena Nyi Karwi, yang sudah hamil, menuntut agar dikawini. "Motif pembunuhan itu hanya karena ia takut aibnya terbuka dan diketahui istrinya," kata Kapolres Cirebon Letkol. Rifa'i. Hubungan intim mereka bermula ketika Empay, 36 tahun, pengusaha kontraktor, mengerjakan proyek kali Cisanggarung di Desa Bojongsari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Di tepi kali itulah, di sebuah rumah bilik berukuran 5 x 9 meter, Karwi bersama ibunya, Nyi Tawen, 47 tahun, tinggal dan membuka warung nasi. Janda bertubuh montok, berkulit kuning langsat, dengan rambut ikal sebatas bahu itu rupanya memikat hati Empay, yang sudah beranak enam. "Saya memang tergila-gila kepada janda itu," kata Empay kepada TEMPO di tahanan Polres Cirebon. Gayung pun bersambut. Sebab, Karwi, yang ditinggal mati suaminya dengan dua anak, juga tertarik kepada pengusaha muda yang bertubuh langsing, kulit sawo matang, dan berkumis tebal itu. Nyali Empay ciut ketika suatu hari Karwi menuntut agar Empay mengawininya, karena ia sudah hamil empat bulan. Ia menyarankan agar kandungan itu digugurkan saja. Tapi Karwi menolak dan tetap mcminta dikawini. Panik menghadapi kenyataan itu, Empay berniat menghabisi kekasihnya itu. Mula-mula rencana ini ditawarkan kepada Rusdi, seorang buruh tani yang bersama istri dan anaknya tinggal di rumah Karwi. Rusdi, yang masih famili Karwi, dijanjikan upah Rp 500 ribu. Ia bersedia dan mengajak temannya, Cati, juga masih kerabat Karwi. Keduanya sepakat dan masing-masing akan mendapat upah Rp 250 ribu. Pada larut malam 6 Juli lalu, Cati pura-pura memberi tahu Karwi bahwa anaknya, Omah, baru sampai di rumahnya dari Jakarta dalam keadaan sakit. Karwi, yang kaget mendengar kabar itu, segera mengajak Rusdi mengantarnya. Wati, 10 tahun, keponakan Karwi -- atau anak tiri Cati -- yang kebetulan menginap di rumah itu, ingin juga turut pergi. Di luar, Empay dan seorang karyawannya, Dayat, sudah menunggu dengan Toyota Kijangnya. Ketujuh orang itu pun berangkat. Tapi baru sekitar 500 meter, Empay menghentikan kendaraannya dan menyuruh mereka turun. Lelaki itu bersama Dayat segera menyambar tubuh Karwi. Mereka mencekik dan menghunjamkan celurit ke tubuh janda itu. Tawen dan Wati, yang masih terbengong mendengar jerit Karwi, langsung disambar Rusdi dan Cati. Rusdi mencekik Tawen, sementara Cati menggorok Wati, anak tirinya. Pembantaian itu berlangsung tak sampai lima menit. Empay sempat terkejut ketika mengetahui Tawen dan Wati juga terbunuh. Padahal, ia cuma berniat menghabisi Karwi. "Bapak ini bagaimana, sih? Kalau mereka tidak dibunuh, kan bisa terbongkar peristiwa ini," ujar Rusdi dan Cati. Empay pun maklum. Setelah menyerahkan uang muka Rp 300 ribu kepada Rusdi, Empay dan Dayat pun melarikan Kijangnya di kegelapan malam. Keesokan harinya penduduk gempar kehilangan tiga orang warganya. Mereka percaya, ketiga perempuan itu hilang diculik siluman. Itu sebabnya, penduduk tak berani keluar rumah. Setiap malam, suasana di desa itu sepi bagaikan ada jam malam. Tapi beberapa hari kemudian, 10 Juli lalu, seorang petani singkong, Tuwuh, terkejut karena menemukan tetesan darah di kebunnya dan mencium bau bangkai. Bau itu ternyata berasal dari sebuah gundukan tanah merah. Ia lebih kaget lagi ketika mengorek tanah itu. Sebelah tangan manusia menyembul dari situ. Segera Tuwuh melapor ke polisi. Mayat Karwi, Tawen, dan Wati, yang sudah membusuk, hari itu juga ditemukan. Polisi segera menangkap Rusdi, yang serumah dengan korban. Dari mulut Rusdi semua komplotan pembunuh itu terungkap. Di pemeriksaan polisi terungkap pula bahwa mereka punya motif sendiri-sendiri dalam pembunuhan itu. Dayat sudah lama dendam pada Karwi, yang sebelum Empay rupanya pernah berhubungan intim dengannya. Sementara itu, Cati tega menghabisi anak tirinya sendiri karena sudah lama tak akur dengan istrinya. Sedangkan Rusdi, memang berniat menghabisi keluarga Karwi, tempatnya menumpang, agar bisa memiliki rumah korban. "Jadi, Empay merupakan pembuka jalan untuk melaksanakan niat mereka masing-masing," kata Kepala Reserse Polres Cirebon, Lettu. Oki Hendra. Empay mungkin akan menyesal membunuh janda cantik itu. Sebab, istrinya, Nonya Suhati, 30 tahun, mengaku selama ini tak tahu suaminya punya pacar gelap. Padahal, katanya, ia rela dimadu dan memelihara anak Empay dan Karwi. "Toh, anak saya sudah pada besar," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus