KAKAK wanita ternyata bukan jaminan untuk menggantikan ibu buat mendidik keluarga. Ini sebuah sisi gelap dalam kehidupan malam di lokalisasi pelacuran Tambak Asri di pinggiran barat Kota Surabaya. Hidup susah bagi Umi ingin dibaginya pula pada sang adik yang baru berusia 11 tahun, sebut saja Nanik, namanya. Buntutnya, Husin, yang telah memetik bunga desa dari Jember itu, sejak akhir bulan lalu duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Surabaya. Lelaki asal Madura tersebut didakwa telah menggauli perempuan yang masih di bawah umur. Seperti disebutkan dalam dakwaan jaksa, bermula pada 21 Januari lalu, Husin bertolak dari Desa Laban, Madura, menuju Surabaya. Setibanya di Kota Buaya itu ia mencari hiburan di lokalisasi Tambak Asri. Di bursa seks kelas Rp 5.000 sekali tembak itu Husin, yang tamatan SD ini, santai dulu di warung kopi. Malam itu Husin ngobrol dengan Umi, pelayan yang merangkap pelacur. "Ada barang baru nggak?" tanya Husin. Dalam benak Umi langsung terlintas Nanik. Meski baru kali itu kenal Husin, Umi merasa uang sudah di pelupuk matanya. Dan tanpa canggung Umi menawarkan adik kandungnya sendiri yang baru dua hari datang dari kampung. Untuk keperawanan adiknya itu Umi minta tarif tinggi. Sudah ada yang menawar Rp 60.000, katanya, tapi ditolaknya. Husin yang ditawari daun muda itu tentu menjadi sangat gregetan, dan menjanjikan bayaran lebih. Segepok uang, yang disebutnya Rp 150 ribu, ditaruh di atas meja. Setelah itu, lelaki berbadan sedang itu pun masuk ke kamar Nanik. Tak hujan tak angin, tiba-tiba ada lelaki mendekapnya dengan garang, membuat si gadis yang masih bau kencur itu terkesiap. Namun, di kamar remang 2 x 2 meter itu apalah daya si perawan desa. Dua menit kemudian gadis yatim piatu itu terpekik tajam akibat pendarahan. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa keperawanan Nanik malam itu suyak sudah. Jeritan Nanik menyeruak sampai ke telinga sang germo, Tuminah, yang berada di rumah induk. Mucikari itu segera menuju kamar Nanik, dan langsung mengamankannya. Sedangkan Husin buruburu diseret seorang petugas. "Bu, anak itu masih di bawah umur," hardik petugas kepada Tuminah, sambil menunjuk Nanik yang masih sesenggukan. Petugas kemudian membawa rok Nanik yang masih berlumuran darah, lalu menggiring Husin ke Polsek Krembangan, tidak jauh dari kawasan mesum itu. Di depan petugas, Husin yang petani itu mengakui semua perbuatannya. Namun, ketika ditemui TEMPO di sel Pengadilan Negeri Surabaya saat menunggu sidang, Husin menyatakan menolak tuduhan melakukan perkosaan. "Saya melakukannya suka sama suka," kata ayah enam anak ini. Kok, berbeda dengan pengakuannya kepada petugas yang memeriksanya? "Saya terpaksa," kata lelaki yang dituntut 9 tahun penjara ini. Menanggapi peristiwa yang menimpa dirinya itu, Nanik cuma bisa menunjukkan keluguannya. "Terserah pada Pak Hakim," katanya lemah. Ia hanya mengenyam pendidikan kelas tiga madrasah. Dan Nanik ke Surabaya adalah untuk mencari pekerjaan. Namun, pekerjaan belum didapatnya, Nanik malah kini kehilangan barang paling mahal yang dimilikinya sepanjang umur. "Saya akan pulang saja ke kampung," desisnya. Gatot Triyanto dan Andy Reza Rohadian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini