Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Membongkar Kubur, Melacak Penembak

Mayat sartono, bekas kepala desa kalangan, boyolali,diautopsi, diketemukan bekas tembak di kepalanya. sartono, diculik dan ditembak oleh oknum abri dan polisi. (krim)

14 April 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KUBUR Sartono di makam Gendingan, Ngawi, desa perbatasan Jawa Tengah Jawa Timur, akhirnya dibongkar siang hari 3 April lalu. Mayor Suparno, Komandan Den Pom ABRI Surakarta, yang memimpin pembongkaran, hanya membolehkan petugas dan keluarga dekat korban berada di lokasi itu. Khalayak, termasuk wartawan, dipersilakan menyingkir sampai radius 100 meter. Mayat yang sudah dikuburkan selama 25 hari dan sudah membusuk itu akhirnya terangkat ke atas. Sebuah tim pimpinan Dokter Budiyanto dari UNS Surakarta segera melakukan autopsi di tempat, di sebuah kamar darurat berdinding gedek. Dan teka-teki tentang Sartono, bekas Kepala Desa Kalangan Kecamatan Klego Boyolali, yang pernah dinyatakan hilang itu pun terjawab. Menurut sumber TEMPO, tim dokter yang melakukan autopsi menemukan bekas luka tembak di kepala mayat. Tembakan itu, kata sumber yang lain, dilepaskan dari moncong pistol yang dibawa para penculik Sartono 45, yang terdiri satu oknum ABRI dan tiga oknum polisi. Keempat oknum itu, menurut dugaan sumber resmi TEMPO, telah diperalat Tugiran, Kepala Desa Kalangan, yang dikatakan membenci korban. Mayor Suparno sendiri, juga Dokter Budiyanto, enggan berbicara. Sartono hilang 7 Maret malam sekembali dari Semarang. Di daerah Beji - sekitar 2 km dari rumahnya - mobil Colt yang ditumpanginya, disalib sebuah Colt lain dan dua sepeda motor. Dengan paksa Sartono diperintahkan pindah Colt oleh beberapa pria kekar yang mengaku petugas keamanan. Tetapi ketika itu, rupanya Sartono punya firasat lain. Sebelum dibawa lari, ia sempat berteriak kepada Prayogo, sopir Colt yang sebelumnya ditumpanginya, bahwa ia telah diculik Tugiran. Prayogo segera melaporkan kejadian itu kepada istri Sartono. Dan empat hari kemudian, setelah ternyata suaminya tak kunjung pulang, Nyonya Sartono membuat pengaduan ke alamat Kapolda Jawa Tengah. Pengusutan segera dilakukan. Tugiran, petugas ABRI yang dikaryakan dan menjadi Kepala Desa sejak 1981 menggantikan Sartono, dimintai keterangan. Sejak pemilihan kepala desa tempo hari, antara keduanya memang diketahui ada semacam perang dingln. Tugiran memenangkan pemilihan dengan berat: ia hanya mengumpulkan tujuh suara di atas Sartono. Setelah kekalahan itu, Sartono hidup sebagai petani biasa merangkap dukun. Tapi ia sangat keras menyoroti kebijaksanaan kepala desa baru, bila dinilainya menyeleweng. Ia, misalnya, membela Sukir mati-matian yang dipungli Rp.350.000 dengan janji akan dijadikan pamong desa. Karena kritiknya tak digubris, Sartono melapor kepada bupati. Dan itulah, rupanya, menurut sumber TEMPO, yang membuat Tugiran berang. Maka, rencana untuk menyingkirkan Sartono pun diatur. Mayat Sartono ditemukan 8 Maret - pagi hari setelah ia dibunuh - di tepi jalan dekat hutan, sekitar 20 km dari Ngawi. Setelah diambil fotonya, mayat dikuburkan dengan diketahui petugas Polsek Widodaren. Ketika itu banyak yang mengira mayat tadi korban penembakan misterius. "Leher dan kepalanya berlubang," kata Mbah Dupruk, yang bertugas memandikan mayat, kepada TEMPO. Oleh petugas foto-foto tadi diperlihatkan kepada keluarga Sartono. Dan Tumirin, adik korban, segera mengenali bahwa itu memang mayat kakaknya. "Baju, celana, dan jaketnya sama dengan yang dipakai Sartono waktu pergi ke Semarang," katanya. Siapa oknum ABRI dan polisi yan berkomplot membunuh korban belum diungkapkan pihak yang berwajib. Juga, belum jelas apakah betul Tugiran yang mendalangi semua itu. Hanya, kata Kapten Maman Taryana dari Den Pom Surakarta, "Setelah pemeriksaan selesai, bukti dan saksi cukup, yang terlibat akan diajukan secepatnya ke peradilan militer."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus