Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Memeras Polantas

Warsito, 21, calo terminal bis Stabat, Medan, menipu sejumlah anggota polantas dengan cara menguasai kata-kata sandi polisi & berpura-pura sebagai petugas intel dari Jakarta.

15 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HATI Sersan Suryanto sempat bergetar sewaktu seorang pria mengucapkan beberapa kata sandi dan mengaku petugas intel dari Jakarta. Di tengah kesibukannya mengatur lalu lintas, Suryanto sempat memberi hormat dengan sikap sempurna. Begitulah yang seharusnya, bila bertemu dengan teman sejawat yang berpangkat lebih tinggi. Semenjak Operasi Zebra dilancarkan, memang banyak petugas berpakaian preman ikut terjun ke jalan. Mereka itu tergabung dalam tim Operasi Bersih. Tugasnya mengawasi para sejawat, jangan sampai terjadi "denda damai". Wajar, bila mereka sangat ditakuti oleh petugas Polantas umumnya. Lepas menemui Suryanto, pria tadi menemui Sersan Ardian, yang bersama dua rekannya bertugas di depan Istana Plaza, Medan. Ia mengaku bernama Antonius Tanjung, sersan polisi dari Polda Jakarta. "Saya mau dinas ke Aceh," katanya. Ujung-ujungnya, seperti tadi dilakukan terhadap Suryanto, ia minta uang transpor. Dia juga berkata bahwa ia baru saja menangkap seorang polisi berpangkat letnan. "Dia terlibat kasus ganja," katanya. Karena ucapannya kian melantur, Ardian yakin ia sedang berhadapan dengan seorang intel gadungan. Dugaannya tepat. Begitu disergap, ketahuan bahwa sepucuk pistol yang disembunyikan di kaki pria itu, ternyata, hanya pistol mainan. "Saya Warsito, Pak. Asal Stabat," ia mengaku setelah kebohongannya dilucuti. Sampai pekan lalu ia masih terus diperiksa. Ia mengaku, sedikitnya sudah ada lima anggota Polantas yang kena tipu olehnya. Karena takut, mesti tidak kepergok menyeleweng, mereka memberikan sejumlah uang. Dan penghormatan. Dan itulah yang terasa menyakitkan korban. "Uang yang diberikan, sih tak seberapa. Tapi malunya itu. Masa poilisi kasih tabik sama penipu," kata seorang anggota Polantas. Warsito, 21, sehari-hari bekerja sebagai calo di terminal bis Stabat, 36 kilometer dari Medan. Tubuhnya tegap dan penampilannya pun bolehlah. Ia mengaku dua kali melamar menjadi polisi, tapi gagal. Bagaimana mau diterima, ijazah SD pun dia tak punya. Ide mengibuli polisi muncul setelah ia melihat betapa ditakutinya petugas intel oleh polisi, khususnya Polantas di kotanya. Petugas berpakaian preman itu terkadang dilihatnya ditraktir makan atau diberi uang transpor. Karena sering berada di kantor Polsek Stabat, dan mendengarkan dialog para petugas lewat radio polisi, Warsito juga jadinya tahu kata-kata sandi yang sering dipergunakan. Dan kata-kata sandi itulah yang digunakannya untuk meyakinkan korban bahwa dia memang polisi. "Nyalinya besar. Polisi dia tipu, bayangkan," begitu komentar kalangan polisi di Medan atas Warsito.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus