Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mencari pembunuh baru

Sakri, 27, yang dituduh membunuh adik kandungnya, sun dari, dibebaskan oleh pengadilan. sakri akan menuntut ganti rugi.(krim)

30 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH ditahan beberapa bulan dan diadili, Sakri, 27, dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Tapi vonis yang dijatuhkan dua pekan lalu itu akan berbuntut panjang. Sebab, sampai kini pembunuh Sundari, adik Sakri, belum terungkap, sehingga pihak polisi memulai penyidikan baru. Sebelum vonis Sakri, Jaksa Hamid Thahir memang meminta agar Sakri dibebaskan dari segala dakwaan. Jaksa berpendapat, buruh bangunan itu tak terbukti melakukan pembunuhan ataupun penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Padahal ayah satu anak itu sudah sempat dikurung dalam tahanan selama enam bulan. "Kami sedang mempersiapkan tuntutan ganti rugi kepada polisi, jaksa, dan majikan korban," ujar Pembela RB Sumiato dan dua rekannya dari Posbakum, yang mendampingi Sakri dalam persidangan. Sakri diadili karena kepada polisi, seperti tertera dalam berita acara pemeriksaan, ia mengaku telah membunuh adik kandungnya, Sundari, 16. Tapi, dalam persidangan, ia menyangkal keras dan mencabut pengakuannya. "Saya terpaksa mengaku karena disiksa hingga mulut, hidung, dan kuping saya mengeluarkan darah. Saya pikir, daripada disiksa terus sampai mati, padahal istri saya lagi hamil, saya menyerah. Hasil pemeriksaan langsung saya cap jempol," kata pria yang memang tak bisa baca tulis itu. Sundari diketahui meninggal pada sore hari 27 Desember 1983. Ketika itu ia seorang diri di rumah majikannya, Matheus Hari Purwanto, 33, yang beralamat di Duren Sawit, Jakarta Timur. Empat hari sebelumnya pada 23 Desember, Matheus bersama istri, empat anak, dan seorang pembantunya yang lain pergi ke Pati untuk merayakan Natal. Mayat Sundari tergeletak di atas tempat tidur dalam keadaan sudah kaku. Mulutnya berbusa, dan di perut terdapat bekas luka tikam. Di leher ditemukan luka lecet, sedangkan di dada ada luka akibat kekerasan benda tumpul. Kendati begitu, dokter dari LKUI yang melakukan autopsi memastikan bahwa korban bukan mati karena lukalukanya itu, melainkan akibat keracunan propoxur. Jenis racun itu biasa terkandung dalam cairan pembasmi serangga. Di dekat korban memang ditemukan sebuah kaleng Baygon yang sudah kosong. Meski begitu tak bisa dipastikan apakah cairan dari dalam kaleng itu yang masuk ke perut korban. Yang cukup mengundang tanya, karena tak ada tanda-tanda perkosaan. Juga, tak ada sepotong pun barang yang hilang atau rusak. Dan rumah, yang juga menjadi foto studio itu, masih dalam keadaan terkunci. Sewaktu polisi datang, terpaksa memanjat tembok untuk bisa masuk. Sakri dicurigai sebagai pembunuh memang bukan karena sidik jari atau jejaknya ditemui di TKP. Dua hari setelah Sundari diketahui menjadi mayat, ia datang ke Polsek Kali Malang bersama Riwan, ayahnya yang juga ayah korban. Ia diantar Nyonya Eugam, istri Matheus, untuk mengurus penguburan jenazah. Sewaktu ditanya polisi Sakri kelihatan gugup dan mengatakan, "Adik saya meninggal karena kecelakaan." Polisi jadi curiga dan Sakri langsung di periksa, dan kemudian ditahan - sampai pengadilan membacakan vonisnya dua pekan lalu itu. Pengakuan Sakri dalam berita acara, menurut Jaksa Hamid, memang sangat meyakinkan. Sebab itulah ia kemudian mengajukan kasusnya ke meja hijau. "Ternyata, berita acara polisi itu sangat berbeda dengan hasil persidangan. Tak bisa tidak, saya akhirnya harus menuntut terdakwa dibebaskan," ujar Hamid. Lalu, siapa pembunuh Sundari? Matheus memang sempat dicurigai sebagai orang yang tahu banyak tentang pembunuhan terhadap pcmbantunya itu. Ketika didengar sebagai saksi, misalnya, ia dinilai memberi keterangan berbelit-belit seperti menutup-nutupi sesuatu. Juga meski sudah diberitahu Sundari meninggal, ia ternyata tak segera pulang dari Pati. Istri dan anak-anaknya justru yang disuruh pulang lebih dahulu. Alasannya karena mobilnya rusak. Tapi di lain kesempatan, ia merigemukakan alasan berbeda: karena cutinya diperpanjang. "Sebab itu, saya memerintahkan agar dia ditahan selama sebulan," tutur Daulay. Tapi paman Matheus, seorang anggota Manggala BP 7 Pusat, meminta agar Matheus dibebaskan. Ia memberi jaminan bahwa Matheus akan memberi keteranan yang benar dan akan hadir dalam persidangan bila masih diperlukan. Maka, setelah seminggu Matheus ditahan, Daulay mengeluarkan surat perintah pembebasan. Matheus membantah telah memberi keterangan berbelit-belit. Ia juga merasa tak ada hal yang perlu ditutupi. "Saya waktu itu sedang tidak enak badan. Jadi, mungkin, keterangan saya dinilai berbelit-belit. Padahal sebenarnya tidak. Alasan saya bahwa mobil rusak dan cuti diperpanjang, keduanya betul," katanya kepada TEMPO. Istrinya juga membantah seolah dialah yang menyerahkan Sakri ke tangan polisi. "Polisi yang memesankan kepada kami, agar bila ada pihak keluarga korban yang datang, supaya dlantarkan ke polisi," kata Nyonya Eugani. Surat Pernyataan yang menyebut bahwa keluarga korban tak akan menuntut apa-apa kepada majikan pun, menurut Eugani, dibuat atas saran polisi. Dalam Surat Pernyataan bertanggal 29 Desember 1983 itu disebutkan bahwa pihak majikan memberi semacam uang duka Rp 100.000, ditambah Rp 40000 berasal dari sumbangan warga setempat. Pernyataan ditandatangani Eugani dan Riwan. Dan itulah yang dipertanyakan pembela. Sebab, kata Sumiato, Riwan itu buta huruf. Sedangkan menurut Eugani tidak. Karena Sakri tak terbukti bersalah, kini polisi mempunyai pekerjaan rumah untuk mencari siapa sebenarnya pembunuh Sundari. Dan memang cukup petunjuk untuk memulai kembali penyidikan dari awal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus