Mengepung Ganja si Ompung Polda Metro Jaya berhasil menyita 68 kg ganja kering. Penangkapan terbesar tahun ini. Sementara itu, Mabes Polri mengungkapkan penyelundupan ganja. SEKITAR pukul 9 malam, Kamis dua pekan lalu, puluhan polisi mengepung rumah kecil berlantai dua di Gang Bhakti VI, Manggarai, Jakarta Selatan. "Jangan bergerak, rumah sudah dikepung polisi," teriak salah seorang polisi. Menyusul para reserse Polda Metro Jaya itu menghambur ke dalam rumah. Ternyata, tak ada kegiatan apa-apa di rumah itu. Ruangan lantai bawah kosong, hanya terisi kursi tamu. Penghuninya seorang nenek tua, Yohanna Hutajulu, 70 tahun, duduk sendirian di situ. Tapi, ketika polisi bermaksud naik ke ruang atas, nenek kurus itu berteriak, "Jangan naik ke atas, tunggu anak saya," kata Ompung (nenek) Yonanna. Petugas tak peduli dan tetap memeriksa lantai dua rumah itu. Ternyata tak sia-sia. Yohanna memang menyembunyikan barang haram di situ. Dalam dua buah kopor dan sebuah tas yang disembunyikan di bawah tempat tidur, polisi menemukan ganja kering seberat 68 kilogram dan dua buah timbangan. Saat itu juga Yohanna ditangkap. Kepada polisi nenek itu mengaku barang itu milik anaknya, Edward, dan menantunya, M. Butar-butar. "Inilah tangkapan terbesar selama Polda Metro Jaya secara konsisten menindak peredaran barang terlarang tersebut," kata Kadit Serse Polda Metro Jaya, Kolonel Wagiman, Jumat pekan lalu. Sekadar perbandingan, Kadispen Polda Letkol. Latief Rabar menyebutkan, tahun lalu, dalam tiga kali penggerebekan, Polda Metro Jaya hanya berhasil menyita 50 kg saja ganja kering semacam itu. Penggerebekan yang berhasil itu berawal dari datangnya sebuah surat seorang informan di Aceh ke Polda Metro Jaya. Dalam surat itu sang informan memberitakan bahwa ada pengiriman ganja 100 kg dari Aceh lewat Medan ke Jakarta, di alamat Gang Bhakti itu. Maka, selama tiga minggu sebelum penggerebekan itu, polisi telah mengintai rumah nenek yang biasa dipanggil Ompung oleh para tetangganya itu. Setelah yakin bahwa barang haram itu ada di sana, barulah polisi menyerbu. Ketika rumah itu dikepung, anak Yohanna yang bernama Edward -- dalam bisnis itu berperan sebagai perantara dengan pengecer -- sebetulnya tengah main gaple tak jauh dari rumah. Bujangan itu langsung kabur begitu mendengar rumahnya sedang digerebek polisi. Tapi malam itu juga Edward dapat ditangkap oleh anggota Polsek Tebet, Jakarta Selatan. Dalam pemeriksaan polisi, Yohanna mengaku barang itu milik menantunya, M. Butar-butar, yang tinggal di Jalan Gurame, Perumnas II Bekasi, Jawa Barat. Malam itu juga Butar-butar yang bertubuh kurus tinggi dengan rajah di tangan dan dada itu dibekuk. Dia ternyata bukan orang baru dalam urusan narkotik. Pada 1976 Butar-butar pernah ditangkap, juga karena bisnis serupa. Tapi, sebagaimana biasanya penjahat narkotik, Yohanna bersama anak dan mantunya mengaku baru pertama kali itu melakukan bisnis haram tersebut. Tapi polisi menduga bahwa kegiatan mereka telah berlangsung sejak 1976. Ganja itu dibeli di "lumbung ganja" Aceh dan dikirim lewat jalan darat. Diduga, narkotik itu diedarkan komplotan tersebut di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Bisnis ini memang menggiurkan. Satu amplop saja bisa dijual Rp 5.000. Dari 100 gram ganja, bisa diracik 30 amplop. Artinya, 1 ons ganja bisa menghasilkan uang Rp 150 ribu. Padahal, harga pasaran ganja mentah itu hanya Rp 90 ribu per kilogram atau Rp 400 ribu untuk yang telah ditumbuk. Jadi, dengan modal hanya Rp 90 ribu, seorang pedagang ganja bisa mendapat untung sekitar Rp 1 juta. Bisa dibayangkan rupiah yang dihasilkan dari 68 kilogram ganja. Tampaknya, memang ada cukong bisnis haram ini yang belum tertangkap. Akan halnya Ompung, banyak tetangga yang kaget. "Saya tak mengira di rumah itu ada ganjanya," kata istri Ketua RT di situ, Nyonya Lastri. Wanita itu mengaku tak begitu mengenal ompung, meskipun rumahnya hanya berselisih tiga rumah dari kediaman Yohanna. Menurut Lastri, Yohanna jarang keluar rumah kecuali membeli lauk-pauk. Namun, ia punya kerabat besar di Jakarta dan Bekasi. Terbukti ketika anak Yohanna meninggal dua bulan lalu, banyak keluarga yang datang melayat ke rumah sempit itu. Ia menduga, selama ini rumah Yohanna, yang hanya berjarak 200 meter dari terminal bis itu, sebagai tempat transit belaka. Prestasi Polri mengungkap kejahatan narkotik memang menanjak akhir-akhir ini. Sebelum Polda menggerebek rumah Yohanna, Mabes Polri Desember lalu juga berhasil membuktikan penyelundupan biji ganja melalui Pelabuhan Tanjungpriok. Penyelundupan biji ganja ini dilakukan dengan cukup lihai. Yaitu dengan mencampurkan 28 karung biji itu di antara 23.000 karung kacang kedelai yang dikirim ke Indonesia. Barang tersebut diimpor dari RRC melalui Hong Kong, dengan kapal Andika Warnadharma. "Setelah diteliti, biji-bijian yang mencurigakan itu ternyata benar biji ganja," kata Direktur Mabes Polri, Brigjen. Koesparmono Irsan. Pembuktian ini dilakukan Mabes Polri dengan cara menanam biji tersebut. Selain itu, penelitian tersebut juga ditunjang dengan pengujian laboratorium. Namun, yang misterius hingga kini tidak ada importir yang mengaku sebagai pemilik barang tersebut. "Kami akan terus melacak pemiliknya," kata Koesparmono meyakinkan. Artinya, penyelundupan ganja dari luar negeri itu memang bisnis haram "kelas atas", yang tak mudah diungkap seperti bisnis si Ompung. Bunga S., Ahmadie Thaha, dan Moebanoe Moera (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini