Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GESEKAN antarhakim dari jalur rekrutmen berbeda terus terjadi. Yang paling getol "menggesek" adalah hakim dari jalur karier. Mereka terganggu oleh kehadiran hakim dari jalur nonkarier dan hakim ad hoc.
Terakhir, giliran hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Binsar Gultom, yang menggugat syarat penerimaan hakim agung nonkarier ke Mahkamah Konstitusi. "Jangan sampai rumah Mahkamah Agung dipenuhi yang bukan profesi hakim," kata Binsar seusai sidang di Mahkamah Konstitusi, Rabu pekan lalu.
Sebelumnya, sekelompok hakim karier yang tergabung dalam Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) gencar melobi Dewan Perwakilan Rakyat agar menghapuskan peluang hakim ad hoc dalam Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim. Mereka mendapat sokongan Forum Diskusi Hakim Indonesia. Forum ini juga meminta DPR menutup pintu rekrutmen hakim agung nonkarier.
Binsar mendaftarkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung pada 30 Juni lalu. Sebelumnya, ia menggalang dukungan hakim karier lain. Pada ulang tahun ke-63 Ikahi di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, akhir April lalu, Binsar sibuk mendekati sejumlah hakim. Namun hanya bekas Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara Lilik Mulyadi yang mau bergabung. Lilik pernah jadi kuasa hukum Ikahi yang melucuti wewenang Komisi Yudisial dalam rekrutmen hakim lewat gugatan di Mahkamah Konstitusi.
Binsar dan Lilik mempersoalkan Pasal 6B ayat 2 Undang-Undang Mahkamah Agung. Pasal itu menjadi dasar Komisi Yudisial dan DPR memilih calon hakim agung dari jalur nonkarier. Keduanya juga meminta Mahkamah Konstitusi memperberat syarat pencalonan hakim agung dari jalur nonkarier.
Pasal 7 Undang-Undang Mahkamah Agung mensyaratkan calon hakim agung dari jalur nonkarier berusia minimal 45 tahun, berpengalaman di bidang hukum minimal 20 tahun, dan berijazah doktor ilmu hukum. Nah, Binsar dan Lilik meminta syarat itu diperketat menjadi berumur 55 tahun, berpengalaman 25 tahun, dan bergelar doktor di bidang khusus, seperti pencucian uang, perbankan, perpajakan, hukum bisnis, lingkungan hidup, dan hak asasi manusia.
Sebaliknya, Binsar meminta Mahkamah Konstitusi mempermudah persyaratan bagi hakim karier. Menurut Pasal 7 Undang-Undang Mahkamah Agung, syarat calon hakim agung dari jalur karier minimal berumur 45 tahun, berpengalaman 20 tahun sebagai hakim pengadilan negeri, plus 3 tahun sebagai hakim pengadilan tinggi. "Hakim karier paling cepat bisa memenuhi syarat tersebut ketika berumur 60 tahun," ujar Binsar, yang kini berusia 58 tahun. Binsar dan Lilik meminta syarat pengalaman dipermudah jadi 20 tahun, termasuk masa jabatan hakim tinggi yang tidak perlu sampai 3 tahun.
Binsar sendiri pernah "mengakali" syarat calon hakim agung. Pada 2012, ia mendaftar dari jalur nonkarier, tapi tak mundur dari jabatan hakim. Padahal, waktu itu, Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa mengeluarkan edaran yang mewajibkan hakim yang maju dari jalur nonkarier mundur. Selain gagal jadi calon hakim agung, Binsar sempat mendapat hukuman. "Kenaikan pangkat dan remunerasinya ditunda selama setahun," kata M. Syarifuddin, Ketua Badan Pengawas MA waktu itu.
Di tengah gesekan antarhakim, Mahkamah Agung kini malah memberi restu kepada Binsar dan Lilik. Juru bicara MA, Suhadi, mengatakan banyak hakim muda yang juga resah terhadap komposisi hakim agung dari jalur nonkarier. Saat ini, dari 47 hakim agung, 18 di antaranya berasal dari jalur nonkarier. "Pada 2010, jumlah hakim nonkarier lebih dominan," ujar Suhadi.
Hakim agung nonkarier Gayus Lumbuun menilai uji materi oleh Binsar dan Lilik salah sasaran. Menurut dia, hakim nonkarier selama ini telah memberi warna tersendiri bagi Mahkamah Agung. "Kami jadi penyeimbang dari sisi pengetahuan dan akademik," ucap Gayus.
Anggota Komisi Hukum DPR, Arsul Sani, meminta Mahkamah Konstitusi menolak uji materi Binsar dan Lilik. Dewan memilih mempertahankan komposisi hakim karier, nonkarier, dan ad hoc. "Hakim agung itu lebih memerlukan pemahaman hukum ketimbang pengalaman mengadili semata," kata Arsul.
Fransisco Rosarians
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo