Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan regulasi mengenai hukuman mati dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak akan dihapuskan. Ketentuan tersebut masih akan diterapkan sebagai sanksi pidana bersifat khusus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Secara substansi, ketentuan mengenai pidana mati sebagai pidana khusus telah dirumuskan secara tegas dalam Pasal 64 huruf C serta pasal 67 dan 68 KUHP," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Tempo pada Kamis, 10 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Yusril juga menjelaskan, pemberian vonis hukuman mati oleh hakim harus disertai alternatif hukuman jenis lain seperti hukuman seumur hidup. Selain itu, hukuman mati juga tidak bisa serta-merta diterapkan meski telah diputuskan oleh pengadilan.
Terpidana hukuman mati masih memiliki kesempatan untuk mengajukan grasi kepada presiden. Pasal 99 dan 100 KUHP memberikan ruang kepada hakim untuk menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun. "Apabila selama masa itu terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, presiden dapat mengubah pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup," ujar Yusril.
Menurut Yusril, penetapan pidana mati juga harus dilakukan secara selektif. Hanya pelaku kejahatan-kejahatan berat tertentu yang dapat dipertimbangkan untuk dijatuhi pidana mati.
Dia juga meminta hakim untuk berhati-hati ketika memutuskan untuk menjatuhkan pidana mati. Yusril menilai, lebih baik seorang hakim membebaskan seorang penjahat, dibandingkan menghukum orang yang tidak bersalah.
"Orang yang sudah dihukum mati tidak mungkin dihidupkan kembali. Oleh karena itu, kehati-hatian adalah prinsip mutlak," ucap Yusril.
Menurut catatan Amnesty International Indonesia, meski Indonesia tidak melakukan eksekusi mati sejak 2016, namun setiap tahun ada vonis mati yang dijatuhkan. Pada 2024, pengadilan Indonesia menghukum mati setidaknya 85 pelaku pidana, mayoritas kasus narkotika. Angka ini membuat jumlah total orang yang sedang menanti hukuman mati di seluruh dunia menjadi 28.085 hingga akhir 2024.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai apa yang dilakukan pemerintah Indonesia semacam komitmen ganda. “Di satu sisi pemerintah tidak melakukan eksekusi, namun di sisi lain hakim-hakim tetap mengikuti tren global penjatuhan hukuman mati khususnya dalam kasus-kasus narkotika,” kata Usman dikutip dari keterangan pers pada Selasa, 8 April 2025.
Nabiila Azzahra ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Apa yang Dilanggar Ketua KPK Masuk Struktur Danantara