Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menunggu remisi dengan doa

Ny. kus mengajukan remisi untuk suaminya, soebandrio, sampai kini belum ada keputusan. kemungkinan dapat remisi masih ada. proses grasi dan remisi dialami lim koe nio dari hukuman mati jadi 20 tahun. (hk)

7 Februari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah heboh soal dana revolusi, banyak orang bicara lagi tentang tokoh Subandrio. Menteri Luar Negeri, salah seorang Wakil Perdana Menteri, dan Kepala Badan Intelijen Indonesia (BPI), di bawah pemerintahan Presiden Soekarno itu, bukan cuma dipersoalkan keterlibatannya dengan dana yang kabarnya mencapai US$16 milyar. Juga status hukumannya, tahun ini ia diisukan bakal memperoleh kebebasan. Seorang pejabat tinggi, kepada TEMPO, membantah kabar burung itu. "Belum tentu. Itu hanya reka-rekaan pengacara semprul," katanya. Pekan lalu, Ali Said, S.H., Ketua Mahkamah Agung yang, ketika Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), 23 Oktober 1966, bertindak sebagai hakim ketua yang memvonis mati Subandrio, juga memberikan penjelasan senada. Katanya, status terhukum yang memperoleh grasi - Desember 1980, sehingga hukumannya berubah menjadi seumur hidup - sampai kini, tetap menjalani pidana seumur hidup. Remisi, upaya untuk memperoleh keringanan hukuman dari seumur hidup menjadi maksimun 20 tahun, memang sudah diajukan pula. Adalah Ny. Sri Kusdiyantinah sendiri, 54, istri terhukum, melalui penasihat hukumnya, Maret tahun lalu, telah mengirim surat permohonan keringanan hukuman itu. Tapi putusan remisi itu tak kunjung tiba. "Kami hanya bisa berdoa, semoga Allah mengizinkan Bapak dapat kembali berkumpul dengan keluarga, menikmati usia senjanya," ujar Nyonya Kus penuh harap. Harapan Nyonya Kus bukannya tanpa dasar. Setelah lebih dari lima tahun menerima grasi, Subandrio dimungkinkan menerima remisi, yang berarti mengubah status hukuman pidana seumur hidup menjadi hukuman terbatas. Jadi, sejak Desember '85 lalu, bekas orang kuat di masa Orde Lama itu telah boleh menerima remisi. Kemungkinan ini bersandar pada Keppres RIS No. 156 tahun 1950. Berdasarkan peraturan ini "Semua terpidana seumur hidup berhak memperoleh keringanan hukum semacam itu," ujar Haryono Mangunsudarso, penasihat hukum Kusdiyantinah. Jika permohonan remisi ini dikabulkan status hukuman Subandrio akan berubah menjadi hukuman terbatas, dengan jangka waktu maksimum 20 tahun. Hanya Presiden yang berhak memutuskan permohonan remisi Subandrio. Jadi, permohonan keringanan ke Menteri Kehakiman salah alamat? "Tidak," kata Haryono. Prosedur permohonan keringanan hukuman itu, menurut pengacara kawakan ini, memang harus disampaikan melalui Menteri Kehakiman. Lalu, pejabat kehakiman ini mengkaji permohonan itu dari segi yuridis-teknis. Jika memang dimungkinkan secara yuridis, Menteri Kehakiman meneruskan permohonan itu kepada Presiden. Nah, keputusan terakhir ada di tangan Presiden. Bila dipandang perlu, "Presiden bisa minta pertimbangan Mahkamah Agung," kata Haryono lagi. Belum cukup. Sebab, pemberian remisi itu juga harus berdasarkan usulan Kepala Rutan (rumah tahanan) tempat terpidana itu "disimpan". "Kalau konduitenya baik, bisa saja diusulkan memperoleh keringanan hukuman," ujar Ali Said, S.H. Pengubahan status hukuman mati menjadi kurungan 20 tahun - melalui lembaga grasi dan remisi - bukanlah hal yang asing bagi sistem peradilan Indonesia. Proses semacam itu pernah dilalui oleh Lim Koe Nio, seorang terpidana mati di LP Kalisosok, Surabaya. Lim, kini 59, dipidana mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Juli 1965. Dalam persidangan, importir tekstil, onderdil mobil, bahan bangunan, dan bahan-bahan kimia itu dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana subversi ekonomi. Lim dinyatakan bersalah melakukan spekulasi dagang: menimbun barang-barang impor itu, dan menjualnya dengan harga yang 400% di atas harga semestinya. Lim beruntung. Grasi dari Presiden turun, 12 Oktober 1978. Karena perangai tauke ini dinilai baik oleh pimpinan LP Kalisosok, dia diusulkan menerima remisi. Dan remisi itu pun menjemput Lim, 17 Agustus 1984. Dia memperoleh keringanan hukuman dari seumur hidup menjadi 20 tahun. Setelah masa tahanannya diperhitungkan, ayah dari sembilan anak ini dinyatakan bebas, 14 Desember 1984. Lim memang bukan Subandrio. Tapi jika remisi bekas Menlu ini turun, Haryono berharap, pemotongan hukuman bagi Subandrio seperti pada Lim. Sehingga, bila remisi itu dikabulkan, Subandrio akan segera bebas. Mungkinkah Subandrio akan dibebaskan dalam waktu dekat? "Dalam memberikan remisi, Presiden tidak hanya mempertimbangkan segi yuridis, tapi juga segi politisnya," kata Haryono. Laporan Eko Yuswanto & Putut Tri Husodo (Biro Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus