Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Merampok Lewat Listrik

Kejahatan memanipulasi cash card melanda Jepang & AS. Kartu berpita magnetik ini digunakan untuk mengeluarkan uang dari mesin milik bank seperti ATM. Nasabah bank dapat mengambil uang setiap saat.

31 Desember 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMBAWA uang tunai memang sudah ketinggalan zaman. Kini transaksi uang umumnya dilakukan melalui jaringan elektronik. Di AS saja diperkirakan sehari berlangsung transaksi senilai seratus milyar dolar melalui jaringan elektronik. Itulah sebabnya perampok uang bank masa kini tak lagi menanti di tengah rel kereta api. Di AS, sekitar 20% dari kerugian pembobolan bank berasal dari penjarahan sistem Electronic Funds Transfer (EFT) alias jaringan elektronik perbankan. Perampokan "halus" ini lebih terasa lagi di Jepang, tempat bank-bank terbesar dunia saat ini berasal. Hampir semua kejahatan bank di negeri ini dilakukan dengan memanfaatkan jaringan komputernya. Dan, menurut catatan polisi Jepang, 82,7% kejahatan itu dilakukan orang dalam. Kesimpulan ini diambil berdasarkan data penjarahan bank di Jepang pada kurun 1971-1986. Dari kasus yang tercatat, ternyata terjadi peningkatan kasus kejahatan sejak 1981 dengan 11-18 kasus per tahun. Padahal, sebelumnya cuma terjadi 1 sampai 5 kasus. Umumnya dilakukan karyawan atau karyawati bank yang dirayu mafia. Kesemua kasus ini belum termasuk kejahatan memanipulasi cash card (CC). Ini adalah kartu berpita magnetik yang dapat digunakan untuk mengeluarkan uang dari mesin milik bank seperti ATM. Maksudnya, agar nasabah bank dapat mengambil uang setiap saat. Sistem CC ini ternyata populer sekali di Jepang. Sampai 1985 saja tercatat lebih dari 112 juta CC beredar di masyarakat Jepang. Berarti pukul rata setiap penduduk negara ini memiliki kartu yang dapat digunakan mengambil uang tunai dari sekitar 49 ribu mesin yang biasa disebut cash dispenser (CD), yang tersebar di Negara Matahari Terbit ini. Karena mesin ini dapat mengeluarkan uang tunai, maka banyak juga yang tergiur untuk membobolnya. Pada 1986 saja tercatat 886 kasus upaya menjarah dengan menggunakan CC. Kebanyakan, sekitar 89%, pembobolan dilakukan dengan menggunakan kartu curian. Namun, ada juga yang mencoba membuat kartu tiruan. Adalah Hirobumi Maeda yang sempat menggegerkan kalangan perbankan Jepang. Karyawan Hitachi Electronic Service Co. berusia 24 ini mencoba membuar kartu palsu dengan membeli peralatan encoder alias pembuat kode pada pita magnetik CC. Selain itu, ia juga membeli alat untuk membaca data pada pita itu. Membuat kartu palsu dengan kedua alat ini saja sebenarnya belum berarti apa apa. Sebab, pemilik CC mempunyai kata sandi masing-masing yang harus cocok dengan kode pada pita magnetik kartunya. Tapi Maeda, dengan mempelajari kartu CC-nya dari bank Fuji, berhasil mendapatkan rumus hubungan kata sandi dan data pada pita magnetik kartu itu. Dengan berbekal rumus ini, Maeda mulai sibuk mengumpulkan kertas catatan transaksi yang dikeluarkan mesin CD ini. Yakni yang dikeluarkan mesin setiap kali seorang pemegang CC mengambil uang tunai dari CD. Kertas ini tentu tak memuat kata sandi pemilik CC, namun memuat kode-kode yang menyebabkan Maeda tahu data yang terdapat pada pita magnetik CC yang digunakan. Maede lantas membuat CC yang memuat kode serupa. Sedangkan sebagai kata sandinya ia dapatkan berdasarkan rumus yang sudah dipelajarinya. Walhasil, ia berhasil menggunakan 30 CC untuk menarik 3,6 juta (sekitar Rp 44 juta). Begitu tertangkap Agustus lalu, pihak polisi dan perbankan Jepang langsung mempelajari teknik yang digunakan Maeda. Ternyata sangat sederhana dan mudah ditiru orang lain, sehingga pihak polisi merahasiakannya. "Soalnya, bila ditiru orang lain, dunia bank Jepang bisa panik," kata seorang pejabat tinggi bank Fuji. Mungkin tak cuma di Jepang. Sebab, teknik yang sama ternyata sudah dipraktekkan Robert Post di Amerika Serikat. Ahli elektronik kelahiran Polandia ini sempat menggasak 86 ribu dolar dari ATM sebelum tertangkap. Lantas, dengan jaminan 25 ribu dolar, ia dibebaskan untuk menunggu proses pengadilan. Ternyata, Robert hingga sekarang terus menghilang. Belum jelas benar apakah ada hubungan antara Maeda dan Robert Post. Yang pasti, pihak bank di Jepang segera melakukan tindakan pengamanan. Sejak peristiwa Maeda ini, semua bank mulai mengubah sistem CC dan CD-nya. Dan sampai muncul lagi "Maeda" atau "Robert Post" yang lain, sistem baru ini mungkin akan terus bertahan. BHM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus