Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Misteri penculik

Seorang anggota dprd muaraenim, sainurio,62,mayatnya ditemukan membusuk di desa peninggiran,muaraenim.ia diculik dan dibunuh,ketika mengantar penum- pang. kini mobil dan penculik belum ditemukan.

20 April 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang anggota DPRD Muaraenim, Sumatera Selatan, diculik. Mayatnya ditemukan sudah membusuk di tepi jurang. Motif politik? RUMAH anggota DPRD itu masih diselimuti suasana duka. Padahal, almarhum Sainurip, 62 tahun, sudah tujuh hari lalu dikebumikan. Mulai sopir taksi sampai pejabat tinggi Provinsi Sum-Sel setiap hari memenuhi rumah duka yang sederhana di tengah Pasar Pagi Kecamatan Tanjungenim, Kabupaten Muaraenim. "Saya tak habis pikir, orangtua yang kerjanya menolong dan memberi nasihat itu kok ada yang tega menculik dan membunuhnya," ujar H.M. Dahlan, 63 tahun, Ketua DPRD Kabupaten Muaraenim, kepada TEMPO. Sekretaris FKP DPRD Muaraenim ini ditemukan sudah membusuk di Desa Paninggiran, sekitar 18 km dari Muaraenim, 2 April lalu, tergantung di tepi jurang. "Rupanya, setelah dibunuh, mayatnya dibuang ke jurang, tapi tersangkut di akar pohon," ujar peladang yang menemukan mayat itu kepada polisi. Keadaannya hampir tak dikenal lagi. Untunglah, pakaiannya masih lengkap, malah dari saku celananya ditemukan uang Rp 54 ribu. Ny. Siti Nurbaya, 60 tahun, memastikan mayat itu suaminya. Diduga sebelum dibunuh, Ketua Tarbiyah Islamiyah DPC Golkar Muaraenim, yang juga imam masjid itu, dianiaya dulu. Lehernya tampak memar bekas cekikan dan tangannya luka-luka bekas menangkis senjata tajam. "Tak ada tanda-tanda Bapak akan meninggalkan kami," ujar Ny. Siti Nurbaya. Hari itu, 28 Maret, sehabis sahur almarhum bersama keluarga mendengarkan ceramah agama dari radio. Ini kebiasaan ayah sembilan anak itu menjelang waktu salat subuh di masjid Assahadah, sekitar 200 meter dari rumahnya. Di masjid itulah Sainurip, yang akrab dipanggil "Si Uwak", menjadi imam. Kebiasaan bangun subuh juga disebabkan rumahnya berada di tengah pasar. Sebelum ia ke masjid, mobilnya terpaksa dikeluarkan dulu, kemudian diparkir di luar pasar dekat terminal. "Bila terlambat dikeluarkan, mobil kami tidak bisa keluar karena sekitar rumah sudah penuh dengan orang berjualan. Maklum, di tengah pasar," kata Siti Nurbaya. Setiap hari pula, selesai salat subuh, "Si Uwak" langsung ke terminal mengambil mobil untuk mencari penumpang yang menuju Muaraenim sekitar 30 km dari Tanjungenim, sampai tiba waktunya pergi ke kantor. "Hanya sekadar meringankan biaya bensin," kata Siti Nurbaya lagi. Mobilnya sendiri, minibus Suzuki Carry warna biru, adalah mobil kreditan yang belum lunas dari DPRD. Subuh itu seperti biasa "Si Uwak" keliling kota mencari muatan. Dari rumah ia membawa seorang tetangganya, Midi, 21 tahun, yang akan pergi ke Muaraenim. Di terminal, dua orang penumpang berpakaian perlente naik. Katanya, mereka minta diantar dulu ke stasiun kereta api yang jaraknya sekitar 300 meter dari terminal, untuk mengambil barang. Permintaan ini dikabulkan, dan Midi disuruhnya menunggu dulu di terminal. Namun, "Si Uwak" tak kunjung datang menjemput sampai akhirnya Midi naik kendaraan lain. Ternyata, ia juga tak kembali ke rumah, sampai sore. Ketika dicek ke kantor DPRD di Muaraenim, H.M. Dahlan pun malah heran. Ia tak hadir dalam rapat pleno anggaran. "Padahal, 'Si Uwak' ditunggu-tunggu," katanya. Polisi yang menerima laporan hilangnya anggota DPRD itu pun segera membentuk tim pelacak. Dibantu tim Buru Sergap Polda Sum-Sel, pengejaran pun dimulai. Tapi sampai saat ini penculik maupun mobilnya masih tetap raib. "Insya Allah, dalam waktu dekat pelaku penculikan itu sudah bisa diringkus," ujar Kapolres Muaraenim, Letnan Kolonel Irsan Siregar, meyakinkan. Motif politik? Baik Kapolres maupun Ketua DPRD Muaraenim menyangsikan penculikan itu bermotif politik. "Korban berusia lanjut dan jabatannya pun tidak begitu strategis, saya tak percaya penculikan ini bermotif politik. Tapi motif kriminalitas pun juga belum pasti," ujar H.M. Dahlan. Hasan Syukur dan Aina R. Azis (Palembang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus