Makanan suplemen asal Jepang ini disebut berkhasiat menyembuhkan beberapa jenis penyakit. Di antaranya tumor. Ada pengalaman dua pasien Indonesia. ADA pesona dari Sun Chlorella untuk kesehatan. "Dua penemuan manusia abad ke-20 yang dapat dibanggakan pada generasi penerus adalah pemakaian tenaga atom dan chlorella. Tapi bagi masa datang sumbangan chlorella lebih besar dibanding tenaga atom". Itulah bunyi iklan Yakko Shokuhin Kaihatsu (YSK) International Corp., yang memproduksi bahan makanan Sun Chlorella, berpusat di Kyoto, Jepang. Hingga saat ini di seluruh dunia tercatat sejuta orang yang mengonsumsi Sun Chlorella, termasuk 40% warga Jepang sendiri. Makanan suplemen ini juga diedarkan di AS, Kanada, Inggris, dan di negara-negara ASEAN. "Indonesia merupakan negara pengimpor terbesar kedua setelah AS," kata Toshiyuki Takahashi dari YSK. Diharapkan tahun ini nilainya meningkat 50%. Ekpor Jepang tahun lampau ke Indonesia mencapai 300 juta yen. Apa hebatnya? Chlorella yang juga disebut sumber "revolusi kesehatan" itu adalah ganggang hijau sel tunggal yang pertama memiliki inti. Tumbuhan air ini, konon, sudah ada sejak zaman prakambium. Chlorella bertahan berkat sifat genetiknya stabil. Misalnya, memiliki daya dan mekanisme perbaikan DNA yang tinggi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dan ketika pada 1960 dunia mengalami krisis kekurangan gizi dan protein, para ahli mencari alternatif lain untuk sumber protein tinggi. Mata juga dilongok pada chlorella. Berawal dari penelitian Dr. Hiroshi Tamiya, ahli mikrobiologi dan staf ahli Lembaga Biologi Kokugawa, Jepang. Pada 1951, ia membudidayakan chlorella. Dan 15 tahun kemudian ditemukan pula protein sel tunggal yang dihasilkan dari tumbuhan mikroalgae, yang salah satu jenisnya chlorella. Protein yang dihasilkan dari chlorella pada 1969 diproduksi dengan skala pabrik. Ganggang berukuran sangat mikro ini (hanya bisa dilihat lewat mikroskop) kaya protein, karbohidrat, vitamin, dan asam amino. Karena kandungan klorofil, atau zat hijau daunnya yang sangat tinggi, tumbuhan ini disebut juga "raja klorofil". Bila ditilik kandungannya, memang tak berbeda dengan makanan bergizi lainnya, yang juga kaya protein dan karbohidrat. "Sedangkan keistimewaan chlorella pada komposisi komponen gizi yang lengkap," kata Agus Suryadi, penasihat medis tentang nutrisi pada PT Nusantara-Sun Chlorella Tama. Perusahaan ini, satu-satunya di Indonesia, sejak 1986 mengimpor chlorella dari Jepang. Dalam chlorella ada asam amino essensial, asam lemak tidak jenuh, karbohidrat kompleks, beta karotin, klorofil, dan sari klorofil. Kegunaan unsur gizi itu tidak diragukan. Seperti asam lemak tak jenuh yang menurunkan kadar kolesterol. Beta karotin -- juga dijumpai pada wortel dan kuning telur -- selain berisi sumber vitamin A, malah sebagai anti-oksidan. Perannya penting untuk memusnahkan radikal bebas, hingga dapat mencegah kanker dan penyakit degeneratif lain. Dan sebagai raja klorofil, chlorella bahkan dapat menurunkan kadar kolesterol, meningkatkan kadar hemoglobin, memperbaiki sirkulasi darah, di samping mempercepat penyembuhan luka. Menurut Unus Suriawiria dari Jurusan Mikrobiologi ITB Bandung, chlorella berguna untuk makanan tambahan, karena gizinya yang tinggi. Istimewanya, makanan ini mampu memperbaiki struktur sel dalam tubuh sampai normal kembali. Hasil penelitian ahli di Indonesia itu tak jauh beda dengan di Jepang. Chlorella, kata Toshiyuki Takahashi, mengandung protein (60%), karbohidrat (20%), lemak (11%), vitamin, juga mineral. Dan dalam analisa Japan Dairy Technical Association yaitu perusahaan swasta yang memeriksa berbagai bahan makanan, tiap 100 gram Sun Chlorella mengandung zat-zat klorofil (1.520 mg), vitamin A (16.000 IU), zat besi (31 mg), magnesium (320 mg), dan seng (1,5 mg). Dari semua unsur tadi, yang kini sedang diteliti adalah sari chlorella. Sari ini dinamai Chlorella Growth Factor (CGF) -- antara lain terdiri dari asam amino, asam nukleat, vitamin, dan mineral. Hasil penelitian menunjukkan CGF berperan mencegah tumor -- yang secara umum membendung pertumbuhannya sampai 52 persen. Ini sudah diteliti pada tumor payudara dan hati. "Selain itu, makanan ini menghambat proses penuaan," kata Unus Suriawiria pada Dwiyanto Rudi S. dari TEMPO. Namun, jangan lupa, chlorella bukanlah obat, melainkan makanan bergizi tinggi yang tidak memiliki efek negatif bila dimakan. Hal serupa juga diakui Dr. Muhilal. Ketua Persatuan Ahli Gizi Indonesia ini sudah menelitinya, sehingga ia dapat mengetahui kandungan beta karoten dan pengaruh chlorella terhadap kadar hemoglobin dalam darah. Hasilnya, kandungan beta karoten itu memang sangat tinggi. Ia menggunakan 60 sukarelawan. Selama dua bulan penelitiannya, tiap hari, separuh dari mereka diberi chlorella. Sisanya diberi plasebo -- senyawa kimia tak aktif sebagai obat pembanding atau pengontrol dalam percobaan terhadap produk farmasi yang aktif. Yaitu bahan Sun Chlorella itu. Hasilnya, terjadi kenaikan kadar hemoglobin yang cukup berarti pada mereka yang mengonsumsi chlorella dibanding si penerima plasebo. "Ternyata, chlorella bisa menaikkan kadar hemoglobin seseorang dalam waktu dua bulan," ujar Muhilal. Setelah makan chlorella, katanya lagi, tak sedikit sejawatnya yang menderita tekanan darah tinggi serta darah rendah jadi normal kembali. Mungkin yang mengganjal adalah harganya. Seperti Wakasa Gold, yang berbentuk cairan, sebotol harganya hampir setengah juta rupiah. Cairan berisi 1.000 ml itu dihabiskan dalam sebulan. Chlorella berbentuk tablet lebih murah. Kemasan berisi 300 tablet harganya Rp 63 ribu. Dan untuk menjaga tubuh tetap sehat, paling tidak 5-10 tablet tiap hari ditelan. Walau secara ilmiah belum terbukti menyeluruh, pengalaman banyak orang menunjukkan bahwa chlorella dapat membantu menyembuhkan beberapa penyakit. Banyak penderita asma, kencing manis, dan penyakit degeneratif lainnya, tertolong oleh chlorella. Contohnya, Donni Hasibuan di Kisaran, Sumatera Utara. Awalnya, anak berusia empat tahun ini disangka ibunya sakit mata biasa. Tapi lama-kelamaan matanya yang kanan membengkak, warna hitamnya hilang, dan akhirnya ia tidak bisa melihat sama sekali. Kisah ibu Donni, M. Boru Manurung, kepada Sarluhut Napitupulu dari TEMPO, anaknya dibawa ke RS Mata di Universitas Sumatera Utara. Dari sana, ia disarankan dibawa ke RS Pirngadi. Karena di sini juga ditolak, kemudian Donni dibawa berobat pada seorang dokter spesialis mata. Beberapa kali diperiksa, disimpulkan bahwa mata Donni diserang tumor ganas. Bahkan kumannya sudah menjalar ke seluruh tubuhnya. Ini diperkuat dengan hasil tes air sumsum yang diambil dari tulang kakinya. Orangtua Donni bingung. Apalagi tubuh anaknya makin kurus, dan matanya membesar. Terakhir, dokter menyuruh Donni dirawat saja di rumah. Ketika hendak dibawa pulang, seorang keluarga memberi makanan Sun Chlorella kepada Donni. Acuannya seperti anjuran: tiap hari Donni menelan 15 butir. Selang tiga hari, keadaan Donni agak lumayan. Di hari keempat ia sudah minta makan. Sebelumnya, di Medan, hampir sepuluh hari ia tidak makan sama sekali. Sedangkan yang dimakan dimuntahkannya. Dua minggu kemudian bengkak matanya sembuh dan warna hitam itu mulai muncul. Dan kini Donni sudah sehat, berkumpul dan bermain kembali bersama teman-temannya. Lain pula yang dialami Sutopo, 65 tahun. Penduduk Kudus, Jawa Tengah, ini sejak 18 bulan silam menderita kanker lambung. Ia berobat pada berbagai dokter, tapi tak pulih. Sejak tiga bulan lalu, pensiunan pegawai Departemen Penerangan ini diberi Sun Chlorella dan Wakasa Gold. "Sampai sekarang belum ada perubahan apa-apa," ucap Sutopo pada Bandelan Amarudin dari TEMPO. Kesehatannya makin menurun. Ia tak kuat lagi berjalan. Dan setiap usai makan, perutnya tak mau terima, lalu keluar lagi dari mulutnya. "Namun, saya masih terus berikhtiar," ujar Sutopo. Rudy Novrianto, G. Sugrahetty Dyan K., dan Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini