Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap praktik penipuan online menggunakan short message service (SMS) blast. Dalam kasus ini, polisi telah menangkap dua orang tersangka yang merupakan warga negara Cina berinisial XY dan YXC, pada 18 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Tindak Pidana Siber Brigadir Jenderal Himawan Bayu Aji mengatakan SMS blast tersebut berisi pesan dan tautan phising dengan mencatut nama tiga bank swasta. SMS blast merupakan metode pengiriman pesan kepada nomor seluler secara massal, biasanya dipakai untuk memasarkan produk atau pemberitahuan informasi darurat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Himawan menyebutkan kedua tersangka berperan sebagai operator lapangan. Mereka membawa alat sabotase jaringan 4G menggunakan mobil. Melalui alat tersebut, operator yang diduga berada di luar negeri, mengirimkan SMS blast kepada pengguna nomor seluler yang menangkap jaringan dari menara BTS yang disabotase. “Blasting SMS ini akan diterima oleh pengguna yang berada di sekitar alat pencegat jaringan 4G tadi,” ujar Himawan. "Di dalamnya disematkan perintah mengklik link phising yang mencatut nama bank swasta."
Modus penipuan online ini terungkap setelah beberapa korban membuat laporan kepada Polda Metro Jaya pada pertengahan Maret 2024. Berdasarkan penyelidikan awal, Himawan mengatakan sudah ada 12 nasabah bank yang tertipu karena mengklik link phising yang disiarkan menggunakan SMS blast tersebut.
Para korban menderita kerugian mencapai Rp 473 juta lebih. “Selain kerugian, yang terpenting adalah bagaimana kami memutus rantai penyebaran SMS blast ini sehingga mencegah lebih banyak korban,” ujar Himawan.
Untuk itu, Himawan mengimbau masyarakat tidak sembarangan mengklik link dan gampang tergiur atas tawaran dari nomor tak dikenal. “Kejahatan siber semakin berkembang dengan berbagai metode, ke depannya kita harus lebih berhati-hati,” katanya.
Kedua tersangka dijerat menggunakan Pasal 32 juncto Pasal 48 UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan kejahatan. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp 12 miliar.
Hingga saat ini polisi masih memburu otak di balik penipuan online ini. Himawan menduga SMS blast ini dikendalikan juga oleh warga negara Cina. Dugaan itu berangkat dari komunikasi tersangka di sebuah grup telegram.
Percakapan grup tersebut berisi arahan dan lokasi mana saja yang disasar untuk penyebaran SMS blast berisi tautan phising. “Pengembangan masih terus berlangsung. Dugaan sementara kedua operator lapangan ini bekerja atas perintah dari luar negeri,” ujar Himawan.