UNTUK sementara ini Mr. Wong, yang dikenal sebagai tersangka otak pemalsu paspor internasional, tak akan bisa tersenyum. Bersama keempat rekannya, ia kini ditahan di penjara Bang Kwan, 40 km di luar Kota Bangkok. Kedua kakinya dirantai. "Ia mengeluh, sebagai orang Indonesia ia merasa diperlakukan tidak wajar," sebuah sumber mengatakan kepada TEMPO . Tadinya, Mr. Wong alias Wong Sin Fat merasa optimistis bakal bisa ditahan luar. Lewat pengacaranya, ia sudah menyatakan kesediaan memberikan uang jaminan 46 ribu baht (Rp 1,6 juta lebih), agar bisa keluar dari tahanan. Belum sempat dilaksanakan, datang utusan pemerintah Indonesia terdiri dari pejabat Polri dan kejaksaan untuk mengajukan permohonan ekstradisi. Utusan ini sekaligus berusaha meyakinkan agar bill out -- pelepasan tahanan dengan jaminan -- tak usah dilaksanakan. Soalnya, "Begitu keluar dari tahanan, Wong pasti akan kabur dan menghilang lagi. Sulit untuk menangkapnya kembali," kata sumber tadi. Wong dan empat anak buahnya, Tommy Sunardi, Chiang Ang Ho, Wong Chun Cheung, dan Nyonya Wong Sung Yang, disergap, Senin 27 Januari lalu, di Grandville House, Bangkok. Dari apartemen yang mereka sewa, dijumpai sejumlah paspor palsu berbagai negara, seperangkat alat pemalsu, dan bermacam stempel palsu lembaga resmi berbagai negara. Wong rupanya masuk Bangkok menggunakan paspor Singapura. Karena itu, pemerintah Singapura sempat pula mengajukan permohonan agar ia diekstradisikan ke sana. Padahal, berdasar data-data yang ada si Wong itu berkebangsaan Indonesia. Ia diketahui meminta paspor dari Kantor Imigrasi Cirebon pada September 1984. Ada pula KTP atas namanya, dan di situ tertera alamatnya: Jalan Pekalipan Gang IV, Cirebon. Alamat lainnya adalah Kelurahan Krukut di Jakarta Barat. Di situ istri pertama dan kedua anaknya tinggal. Wong menanggalkan kewarganegaraan RRC dan menjadi WNI tahun 1961. Bukannya menjadi warga negara yang baik, ia malah membuat ulah, menjadi pemalsu paspor. Berkongkalikong dengan Kepala Imigrasi Tanjungbalai, ia bisa mendapatkan sekitar 500 paspor RI "aspal", yang lantas dijual kepada warga RRC. Wong dinyatakan buron. Pernah ia tertangkap di Hong Kong dan dideportasikan ke Jakarta, tapi ternyata ia turun di Singapura, dan balik masuk Bangkok. Baru pada akhir Januari lalu itu ia kena sergap dan tak bisa lolos. Tak lama lagi ia bakal diadili di sana. Dakwaannya macam-macam: mencoba menyogok petugas, imigran gelap, over stay, memberi keterangan palsu, dan melakukan kegiatan gelap. Itu makanya, pemerintah Muangthai geregetan untuk mengajukannya ke pengadilan, sebelum diekstradisikan ke Indonesia. Proses pengekstradisian birokrasinya panjang. Jadi, pengekstradisian terhadap Wong, kemungkinan, baru akan terlaksana setelah ia menjalani hukuman di Bangkok. Yang dikhawatirkan, kalau setelah diadili ia naik banding -- dan itu tentu akan dilakukan. Secara yuridis, setelah pengadilan tingkat pertama menjatuhkan vonis, ia bisa meminta penahanannya ditangguhkan. "Untuk kemungkinan ini pun kami sudah minta agar pemerintah Muangthai tidak melepas Wong," ujar sumber yang tadi. Kalau sempat dilepas, dan kemudian ia menghilang, keadaan memang bisa runyam. Pemerintah RI akan kehilangan kesempatan mengadili dan mengorek keterangan darinya. Kuat dugaan, paspor-paspor palsu yang diterbitkannya bukan semata untuk tujuan bisnis, tapi ada maksud lain. "Dari sekitar 500 paspor asal Tanjungbalai saja, baru 50-an yang diketahui. Pemegangnya ditemukan di Hong Kong, Honolulu, Jepang, atau Meksiko. Lha, yang 450 lagi dipakai masuk ke negara mana?" kata seorang pejabat di Jakarta. Bukan mustahil, katanya, paspor-paspor tadi justru digunakan untuk menyusup ke Indonesia. Tak bisa disangkal, banyak warga RRC yang kepingin masuk kemari. Senin sore pekan ini, misalnya, petugas Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta menangkap seorang pria, Chan Kong Fai, 24, dan seorang wanita bernama Lam Ming Ying, 23. Keduanya berpaspor Singapura palsu. Keduanya, bersama seorang penjemput asal Semarang ditangkap karena ulahnya mencurigakan. Saat diperiksa, kedua orang yang datang dari Bangkok naik pesawat Thai International, mengaku membeli paspor itu di Hong Kong. Mereka sendiri berasal dari Kanton, RRC. Kasus serupa terjadi Kamis malam, dua pekan lalu, ketika seorang pria berpaspor Singapura juga masuk via Bandara Soekarno-Hatta. Bersama seorang penjemputnya ia ditangkap. Ia mengaku datang dari Cina dan sengaja datang ke Indonesia karena di sini sudah ada yang akan menampung. Paspor palsu, katanya, ia beli dari Mr. Oen. Apakah Mr. Oen sama dengan Mr. Wong, atau tokoh pemalsu lain lagi, belum diketahui. Tapi, jelas bahwa masalah paspor palsu memang perlu ditangani serius. Bayangkan, kalau di sini tiba-tiba banyak WNI yang bilang "selamat pagi" saja tidak bisa. Surasono Laporan A. Luqman (Jakarta) Yuli Ismartono (Bangkok)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini