MENCARI pencuri hewan dengan hewan. Begitulah, suatu siang di kantor Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan, enam karyawan perawat binatang dijajarkan. Seekor herder dipersilakan mencari siapa di antara mereka yang aroma tubuhnya sama dengan sebuah tang. Empat kali anjing hitam itu berputar-putar tanpa isyarat apa pun. Sebelum putaran kelima, seorang petugas membaukan tang milik pencuri ke penciuman si herder. Dan, ini yang sulit dipahami, tang juga digosokkan ke celana seseorang di barisan itu. Maka, tak ayal lagi, anjing menyalak di depan Muji, 41, yang celananya digosok tang tadi. "Nah, ini dia orangnya," tutur salah seorang menuding Muji. Jadilah Muji -- setelah disalaki anjing ditahan tiga bulan sepuluh hari mulai dari Polsek Pasar Minggu, Polres Jakarta Selatan, dan Rutan Salemba. Sesudah itu ia diajukan ke sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebagai tersangka pencuri beo. Direncanakan Rabu pekan ini adalah sidang ketiga kasus pencurian ini. Tersangka didampingi tiga pembela dari LBH. Soal anjing itulah yang tampaknya tak dipersoalkan benar oleh hakim, juga pembela. Bisakah, hanya karena salak anjing, seseorang kemudian dibawa ke sidang pengadilan sebagai tersangka? "Memang belum ada peraturannya," kata Forqon W. Authon, salah seorang dari ketiga pembela itu, tentang anjing pelacak sebagai sarana menyeret seorang tersangka ke pengadilan. Yang kemudian hendak dipersoalkan para pembela, yakni adakah "gonggongan anjing saja cukup beralasan sebagai bukti." Kisahnya bermula dari hilangnya seekor burung yang pandai berceloteh. Si burung berbulu hitam itu suka bicara dengan pengunjung margasatwa. "Mau nyanyi, mau nyanyi . . .," begitu sapanya selalu. Mulutnya yang jingga lantas terbuka, dan kepalanya tengadah hingga dua surai kuningnya menempel pundak. Dan inilah nyanyinya, "Indonesia tanah airku, garuda panca, garuda panca, . . . ditutup dengan assalamualaikum." Menurut Kepala Bidang Peragaan K.B. Ragunan, Suhardi, kalau sudah pandai bicara begitu, harga si beo sekitar Rp 400 ribu. Suatu pagi, sekitar pukul 02.00, Mulyono, yang bertugas di kandang burung, melihat kandang kawat tempat beo itu sudah digunting selebar 0,5 meter. Langsung ia melapor ke penjaga keamanan, satpam K.B. Ragunan, Jhony, dan Tabrani, hansip. Dua nama inilah yang, antara lain, diajukan sebagai saksi. Namun, apa yang dikemukakan oleh kedua orang ini membuat sidang tak berjalan licin. Ada perbedaan kesaksian antara di tingkat kepolisian dan di tingkat pengadilan. Jhony, misalnya, di Berita Acara Pemeriksaan Polisi menyebutkan pelakunya Muji dan berpakaian warna biru telur asin. Senin pekan lalu, dalam sidang kedua, Jhony membantah. "Saya tidak pernah mengatakan Saudara Muji telah mencuri. Juga tidak mendapat laporan pelakunya berpakaian warna biru telur asin," tutur Jhony. Tapi, saksi kedua, Tabrani, sangat yakin bahwa pencurinya Muji. Katanya, malam itu ia berhasil mengejar seseorang yang menenteng kantung plastik. Malah, ketika si maling itu terperosok, Tabrani menangkap kakinya. "Waktu saya mencabut sangkur untuk memberi tanda di kakinya, saya kaget. Ternyata, itu tetangga saya, Muji," kata Tabrani di muka sidang. Mengapa kemudian Tabrani tidak menyatroni rumah Muji untuk mencari barang bukti, kurang jelas. Yang dilakukan hansip ini mencari burung dalam kantung plastik yang lepas dari genggaman pencuri. Dan subuh hari, binatang itu ditemukan. Sedangkan tang untuk menggunting kandang, kata saksi, masih tertinggal di sekitar situ. Malah, kata Tabrani di depan sidang, waktu ditahan di Polsek Pasar Minggu, Muji telah mengakui perbuatannya. Tapi, Muji, bapak tiga anak yang sekolahhanya sampai kelas II SD, menjawab spontan kesaksian Tabrani. "Dia memukul saya, Pak. Bohong, Pak," kata Muji pada ketua majelis hakim, Saroso Bagyo. Muji menyangkal semuanya. Katanya, pada malam kejadian, 29 April, semalaman ia membuat kulit ketupat. Itu memang pekerjaan sampingannya selama ini. "Saya bertugas di kandang banteng yang jaraknya 500 m dari kandang beo. Bentuk dan macam burung beo itu saja saya tidak tahu," tutur lelaki kurus bertampang lugu ini. Sekitar pukul 06.00 pagi keesokannya ia berangkat kerja. Siang harinya ia dibariskan bersama lima orang teman sekerjanya, berhadapan dengan anjing herder. Dan kemudian, seperti sudah dikisahkan, ia pun jadi tersangka pencurian beo. Selama dalam tahanan, Muji mengaku dihajar oleh Jhony dan Tabrani habis-habisan. "Gigi depan saya patah. Tulang iga kiri saya sakit," kata pegawai golongan IC yang sudah bertugas 21 tahun di kebun binatang ini, yang kini bergaji Rp 80.000 sebulan. Sayangnya, pihak kepolisian, yang mengawasi Muji selama diberkaskan kasusnya, enggan bicara. "No comment. Saya tidak mau mempengaruhi jalannya sidang," tutur Kapolres Jakarta Selatan, Letkol (Pol) Nugroho Jayusman. Bila kasus yang tampaknya sederhana ini sampai ditangani tiga pembela, memang ada masalah cukup serius di belakang ini semua. Menurut sebuah sumber seorang pejabat di Ragunan ingin bikin kejutan. Yakni, menangkap pencuri yang selama ini merecoki kebun binatang itu. Dan, konon, inilah hasilnya. Keadilan masih dicari, di sidang selanjutnya. Sementara si beo bersurai kuning masih bertengger di atas sebatang pohon di kandangnya. "Indonesia, tanah airku ...," nyanyinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini