PEJABAT berbuat cabul bukan hal baru. Tapi, perkara mesum kali ini menyebabkan gubernur turun tangan, bagaikan polisi, menyelidik langsung pada korban dan ayahnya. Itu terjadi, selama tiga jam, Senin dua pekan silam. Gubernur Sum-Ut, Kaharuddin Nasution, mengorek pengakuan Rohani dan ayahnya Sumadi. "Rohani bercerita lancar. Tak malu-malu," ujar Rudolf Siahaan, Kepala Biro Humas Kantor Gubernur Sum-Ut, yang hadir dalam pertemuan itu. "Pemeriksaan" gubernur itu bermula dari laporan Sumadi pada Poltabes Medan, 7 Oktober, yang kemudian ramai diberitakan koran. Adalah Drs. Mula Horas Panjaitan, Kepala Dinas Pendapatan Sum-Ut, begitu dilaporkan Sumadi, telah menggagahi putrinya, Rohani dengan paksa. Ayah yang "prihatin" ini, bahkan, sampai membawa bukti celana dalam putrinya yang berlumur darah. Kisah zina itu terjadi 5 Oktober. Seperti biasa, sepulang sekolah, pukul 13.00, Rohani, 16, pelajar SMP kelas II, setelah menukar pakaiannya, pergi berjualan minuman botol di lapangan golf Tuntungan di Kecamatan Pancurbatu, Deli Serdang, yang hanya berjarak 300 meter dari rumahnya. Kemudian datang Udin dan Iwan, caddy di situ, membujuknya berjalan-jalan ke Pancurbatu, 17 km dari Medan. Rohani, seperti pengakuannya pada polisi, lantas dipaksa masuk ke sebuah sedan mulus. Sedan yang dikemudikan Jumingan itu lantas meluncur menuju kantor Dinas Pendapatan Sum-Ut di Jalan Tengku Daud, Medan. Sopir dan kedua caddy itu kemudian masuk ke kamar kerja Panjaitan, dan baru keluar sejam kemudian. Selama menunggu itu, Rohani sempat pula makan di warung yang terdapat di sekitar kantor itu. Kemudian, dengan sedan yang ternyata milik pribadi Panjaitan, Jumingan membawa Rohani ke Hotel Polonia. Perempuan yang, konon, belum mekar buah dadanya itu dimasukkan ke kamar 107. Tak berapa lama, Panjaitan pun datang. Di kamar itu, Rohani diberi obat perangsang, yang bentuknya semacam kembang gula. Lalu, "Saya dizinai dua kali," kata Rohani pada polisi. "Setelah melakukannya sekali, kami mandi bersama. Sesudah itu, kami mengulanginya," ujar Rohani pada Gubernur Kaharuddin Nasution. Kepada Gubernur, Rohani memang menjelaskan dengan detail. Ia, katanya, baru pukul 8 malam diantar pulang ke desanya, sekitar 20 km dari Medan. Di rumah, ia dihardik ayahnya, karena pulang malam. Bentakan sang ayah menyebabkan anak keenam dari delapan bersaudara ini lantas mengaku. Bahkan, ia menunjukkan pada ayahnya, uang Rp 50.000 pemberian Panjaitan. Panjaitan, 50, lulusan Fakultas Sosial dan Politik UGM, 1966, tiga hari kemudian diambil polisi dari rumahnya yang bergaya Spanyol di Jalan Sei Situmandi 43, Medan. Orang Kristen yang pantang makan babi ini, membantah semua tuduhan Rohani dan ayahnya. "Kami mau sama mau," kata Panjaitan pada polisi. Ayah empat gadis ini, terus terang, mengaku tertarik pada Rohani karena berbadan montok dan kulitnya kuning langsat. Ia menilai Rohani telah terbiasa "begituan". Bahkan, Rohani seperti laiknya "pekerja profesional" di dunia cinta, sempat pula menghitung uang yang diberikan Panjaitan. "Karena itu, kami mengidentifikasikan perkara ini sebagai perbuatan cabul saja. Bukan perkosaan," kata sumber TEMPO di Polda Sum-Ut. Apalagi, visum menunjukkan, vagina Rohani robek pada luka lama. Panjaitan, sebenarnya, baru sehari sebelum peristiwa itu mengenal Rohani, yang berjualan minuman botol di dekat hole 7. Padahal, sudah lima tahun pejabat Medan ini bermain golf di situ. Adalah Udin, caddy itu, yang menawarkan jasa baiknya pada Panjaitan: "Apa Bapak tertarik?" Panjaitan mengangguk. Dan bilang, "Apa kau bisa mengaturnya?" Dengan imbalan Rp 10.000, Udin, yang kemudian bekerja sama dengan Iwan dan Jumingan, sopir Panjaitan, esok harinya membawa Rohani ke Medan. "Ketika kami tanya, Rohani bersedia bepergian dengan Pak Panjaitan," kata Udin. Kini, kecuali Iwan yang buron, keduanya telah ditangkap polisi. Panjaitan sendiri sebenarnya dinilai pejabat yang berprestasi bagus. Bahkan, tiga bulan silam, Gubernur berencana mempromosikannya menjadi Asisten II Ekonomi Pembangunan di kantor Gubernur. Tapi, akhirnya, Jumat 18 Oktober lalu, dihadiri hanya belasan pejabat di ruang tertutup di kantor Dinas Pendapatan, Panjaitan digantikan oleh Drs. Umar Ali Lubis, seorang staf di dinas itu. Panjaitan dirumahkan. Rohani sendiri kini diungsikan oleh orangtuanya ke Banda Aceh. "Di desa ini, ia sudah malu," kata ibunya. Poltabes Medan telah menyerahkan perkara ini ke kejaksaan negeri. Hanya pengadilan yang berwenang memutuskan - perkara itu pemerkosaan ataukah "jual beli cinta" yang biasa. Saur Hutabarat Laporan Monaris Simangunsong dan Bersihar Lubis (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini