Kepulauan terpencil di Laut Sulawesi belum aman dari usikan kawanan Mundu bersenjata M16. RASA was-was mencekam penduduk nelayan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Sejak Jumat dua pekan lalu kawasan sekitar 450 km di utara Kota Samarinda inidilanda bala. Saat itu sepuluh orang tak dikenal berseragam loreng bersenjata M16 dan pistol beraksi di tiga tempat di gugusan pulau yang tersebar di LautSulawesi itu. Rombongan perompak ini dengan cekatan merapatkan perahu mereka -- longboat tiga mesin. Sekitar pukul 19.30 perompak yang disebut Mundu oleh penduduksetempat itu mendarat di Teluk Pea. Di sini hanya ada empat rumah yang langsung mereka kuras barang berharganya. Mulai dari jam tangan, perhiasan emas, sampai generator listrik. Kejadian itu hanya dipandang pemiliknya dengan rasa takut. "Ketimbang ditembak, kami menyerah saja ketika mereka melucuti perhiasan," kata Haleka, salah seorang penduduk yang menjadi korban. Setelah menguras harta benda milik penduduk Teluk Pea, mereka juga bergerilya ke PayungPayung, sekitar 1,5 km dari tempat semula. Di sini petugas keamanan rupanya sudah mencium gelagat. Sebelum mendarat, kawanan Mundu itu disambut tembakan petugas keamanan. Kaum Mundu itu langsung putar haluan, tapi bukan mengurungkan niat merampoknya. Mereka justru memindahkan sasaran ke Desa Bohe Bukut, sekitar 7 km dari Payung-Payung. Desa yang ditempati 750 kepala keluarga itu mereka buat ketakutan. Dan sebelum sampai di sasaran, di tengah laut mereka papasan dengan kapal nelayan yang ditumpangi Horman dan anaknya, Zaenuddin. Kapal nelayan ini mereka giring ke Bohe Bukut. Namun, di tengah jalan Zaenuddin nekat mencebur ke laut. Ia berenang dan memberitahu penduduk Bohe Bukut agar siaga menghadapi kaum Mundu. Petugas polisi langsung menabuh lonceng tanda bahaya. Maka, malam itu penduduk berbondong mengungsi ke tempat aman. Dekat tengah malam, kawanan Mundu itu mendarat di Pantai Bohe Bukut. Karena menemukan daerah yang sepi,mereka membabi buta memberondongkan pelurunya ke rumah penduduk. "Ada puluhan selonsong peluru ditemukan," kata Sersan Satu Muslimin, petugas pos polisi setempat. Beberapa dinding rumah juga berlubang. Ternyata mereka bukan sekadar obral pelor, tapi sempat juga merayahi rumah penduduk. Jam dinding, tape recorder, dan barang berharga lainnya dikuras.Satu jam kemudian mereka pergi sambil berteriak dalam bahasa Bajao, yang mengungkapkan sukses mereka menjarah desa itu. "Sebenarnya saya mau melawan,tapi senjata tidak memadai," kata Sersan Satu Muslimin. "Perang" yang digelar rombongan Mundu itu disambut aparat keamanan. Polda Kalimantan Timur bersama Korem 091 melakukan koordinasi. Tim gabungan ABRIdari Tanjung Redeb, ibu kota kabupaten, langsung diterjunkan. Dari Balikpapan dikirim satu regu Brigade Mobil (Brimob). Juga TNI-AL mengirim kapal patroliKRI Kakap dilengkapi 50 personel, dari Armada Timur yang bermarkas di Ujungpandang. Kapolda Kalimantan Timur, Kolonel I Wayan Karya, mengakui informasi tentang perompakan itu terlambat masuk. Lantaran faktor komunikasi dan lokasi yangcukup jauh. Di Bohe Bukut, misalnya, ada pos keamanan berkekuatan tiga polisi plus satu babinsa (bintara pembina desa). Penduduk juga diberi latihan pengamanan. Mereka hanya dilengkapi sebuah handy talky, yang tidak menjangkau ibu kota kabupaten. Ketika kejadian itu, kabarnya, petugas babinsa sedang ke kota. Dan kekuatan petugas keamanan tidak sebanding dengan perompak. Bekal senjata laras panjang jenis SKS yang dimiliki petugas tidak mampu menandingi senjata otomatis M16 milik kawanan Mundu. Para perompak itu diduga warga Sampurna, Malaysia Timur. Dugaan lain, mereka dari Filipina Selatan. Perompakan yang berakhir Sabtu dini hari itu, mengingatkan penduduk pada kejadian serupa pada awal Maret tahun lalu. Waktu itu kawanan Mundu mengancamakan datang lagi, dan ancaman itu menjadi kenyataan. Total kerugian penduduk akibat perompakan tersebut ditaksir puluhan juta rupiah. Kawasan nelayan itu seperti menjadi langganan pasukan Mundu. Menurut keterangan beberapa penduduk, karena sistem keamanannya di daerah itu masih lemah. Padahal, letaknya terpencil. Keenam pulau yang tersebar di wilayahperairan Kalimantan Timur itu dikenal sebagai penghasil telur penyu. Telur penyu biasanya mereka jual sampai ke Bali. Di samping itu, penduduk juga mendapatkan penghasilan dari berkebun kelapa dan menangkap ikan. Menurut Kolonel I Wayan Karya, kini penduduk sudah tenang kembali. "Mereka yang sempat mengungsi selama 12 jam, kini sudah kembali ke rumahnya," kataKapolda yang belum sebulan di pos barunya di Kalimantan Timur itu. Gatot Triyanto dan Rizal Effendi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini