MENJELANG Natal tahun lalu, penduduk Belang di Minahasa Selatan,
berdukacita karena 4 jiwa lenyap ditelan laut Maluku di pantai
Belang melalui peristiwa Km. Samuderaku (TEMPO 28 Pebruari
1976). September tahun ini menjelang Idul Fitri penduduk pesisir
pantai timur Minahasa ini, kembali bersedih hati. Sebab pantai
yang merupakan ladang nafkah mereka sehari-hari, kembali melulur
nyawa manusia. Kali ini tak tanggung-tanggung: 5 orang jadi
mayat dan 5 lagi hilang tak berbekas di pantai yang memang
hampir setiap tahun minta korban ini, lewat kecelakaan perahu
motor Teluk Indah I yang terjadi 16 September 1976.
Pagi itu perahu kecil berbobot dua ton ini dengan digerakkan
oleh Yamaha diesel 48 PK, angkat sauh dari Ratatotok, sebuah
kampung tepi laut di sudut selatan Minahasa. Teluk Indah yang
menurut Syahbandar Belang tak memiliki dokumen karena belum
pernah diuji fihak Syahbandar, dengan mengangkut 44 penumpang
termasuk 4 awak perahu dan sejumlah muatan, berlayar menuju
Basaan dan Belang yang biasa hanya ditempuh dalam waktu 1 1/2
jam. Muatan cukup sarat hingga kapal mini ini berlayar
terseok-seok. Nakhoda Karim Husa, 50 tahun tentu maklum bahwa
tak akan ada Polantas atau pos tilang yang bakal menghadangnya
di laut. Lebih dari itu pemiliknya Dahlan Ibrahim tentu akan
sukacita bertambah kaya menerima hasil perahu penumpangnya yang
tak mengenal aturan itu.
Tak Boleh Pindah
Setibanya di Basaan sudah ada 8 orang penumpang yang pindah ke
perahu lain karena tak tahan melihat keadaan Teluk Indah yang
sudah tak indah jalannya. Masih ada juga penumpang lain yang
mungkin sudah dihinggapi firasat buruk minta pindah pada
kendaraan lain, tapi sang nakhoda Teluk Indah yang tentu takut
susut rencana pendapatannya, tak membolehkan. Dalam keadaan yang
tetap sarat, perahu ini melanjutkan pelayarannya ke Belang.
Sementara itu angin selatan mulai berhembus mengelus laut Maluku
dan gulungan ombak mulai mengancam. Meskipun bandar laut Belang
hanya tinggal kira-kira satu mil di depan -- terhalang oleh
pulau Bohoy dan pulau Keramat -- namun 36 penumpang perahu ini
mulai panik. Dan benar saja, hampir secara tiba-tiba perahu itu
terbalik. Semua isinya tumpah ke laut. Kejadian berlangsung
sangat cepat. Kemudian yang mengapung di laut hanya tinggal
mereka yang pandai berenang atau bernasib mujur menemukan alat
pelampung berupa benda apa saja yang mengambang saat itu. Di
antaranya ada juga yang sempat bergayut pada tubuh perahu yang
sudah terbalik itu. Untung sebuah perahu kecil yang kebetulan
ada disekitar tempat kecelakaan ini, langsung memberikan
pertolongan. Tetapi setiba di darat, penumpang yang semula 44
orang hanya tinggal 26 orang. Keempat awak perahu masih utuh
kecuali nakhodanya sendiri harus dirawat di rumah sakit
Penunggu Laut
Fihak berwajib di Belang, termasuk Syahbandar dan polisi
Pengamanan Pelabuhan Belang, langsung turun ke laut. Karena
tidak ada kendaraan dinas, perahu milik pengusaha dan nelayan di
Belang dikerahkan untuk mencari ke sepuluh penumpang yang
hilang. Beberapa jam kemudian mulai ditemukan 5 mayat mengapung.
Di samping itu tercatat nama-nama yang hilang adalah Utu
Ngongoloy, Guru Kepala SD GMIM Watulinei suami dari Ny. Non
Ngongoloy Ole. Kemudian Aflret Iroth alias Nyong, 60 tahun eks
Hukumtua Kinali kawangkoan, laiu Saleh Bolung, 38, asal
Ratatotok, dan berikutnya ayah dan anak Ernest Simbar alias
Lole, G0, dan Ishak Simbar, 21, keduanya asal Ratatotok. Dari
catatan korban ini, ditemukan dua keluarga korban bersama yaitu
suami-isteri Ngongoloy bersama seorang anak dan adik, serta ayah
dan anak keluarga Simbar.
Selama ini memang sudah merupakan kepercayaan tahyul penduduk
Belang, bahwa setiap tahun pantai ini harus minta korban. Konon
ada penunggu laut setiap tahun menuntut nyawa manusia meskipun
ancaman tahyul ini sedikitpun tak mengendorkan semangat
pelaut-pelaut di kawasan Belang ini. Tapi benarkah kecelakaan
yang sering terjadi di pantai Belang ini lantaran dewa lautnya
getol ngobyek nyawa manusia? Yang jelas dalam kasus kecelakaan
pm. Teluk Indah, "ada unsur pelanggaran peraturan yang berlaku"
seperti kata Willy A. Kosakoy kepada TEMPO. Sebab menurut wakil
Syahbandar Belang ini, "muatannya sudah berlebihan, apalagi
perahu tersebut masih liar karena belum pernah diukur walaupun
sudah beberapa "kali pemiliknya diberi peringatan". Seperti
halnya pula dengan kasus Km. Samudera yang sampai kini belum
terdengar penyelesaian hukumnya, "Kasus PM Teluk Indah ini akan
diproses secara hukum" tutur M.L. Tamboto Kepala Perwakilan
Kejaksaan Negeri Tondano di Belang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini