Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Musibah Menjelang Lebaran

16 september 1976, perahu motor teluk indah i yang berlayar dari ratatotok ke basaan dan belang, terbalik. 10 dari 44 orang penumpangnya, tewas. kasusnya akan diproses oleh kejaksaan tondano. (hk)

23 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJELANG Natal tahun lalu, penduduk Belang di Minahasa Selatan, berdukacita karena 4 jiwa lenyap ditelan laut Maluku di pantai Belang melalui peristiwa Km. Samuderaku (TEMPO 28 Pebruari 1976). September tahun ini menjelang Idul Fitri penduduk pesisir pantai timur Minahasa ini, kembali bersedih hati. Sebab pantai yang merupakan ladang nafkah mereka sehari-hari, kembali melulur nyawa manusia. Kali ini tak tanggung-tanggung: 5 orang jadi mayat dan 5 lagi hilang tak berbekas di pantai yang memang hampir setiap tahun minta korban ini, lewat kecelakaan perahu motor Teluk Indah I yang terjadi 16 September 1976. Pagi itu perahu kecil berbobot dua ton ini dengan digerakkan oleh Yamaha diesel 48 PK, angkat sauh dari Ratatotok, sebuah kampung tepi laut di sudut selatan Minahasa. Teluk Indah yang menurut Syahbandar Belang tak memiliki dokumen karena belum pernah diuji fihak Syahbandar, dengan mengangkut 44 penumpang termasuk 4 awak perahu dan sejumlah muatan, berlayar menuju Basaan dan Belang yang biasa hanya ditempuh dalam waktu 1 1/2 jam. Muatan cukup sarat hingga kapal mini ini berlayar terseok-seok. Nakhoda Karim Husa, 50 tahun tentu maklum bahwa tak akan ada Polantas atau pos tilang yang bakal menghadangnya di laut. Lebih dari itu pemiliknya Dahlan Ibrahim tentu akan sukacita bertambah kaya menerima hasil perahu penumpangnya yang tak mengenal aturan itu. Tak Boleh Pindah Setibanya di Basaan sudah ada 8 orang penumpang yang pindah ke perahu lain karena tak tahan melihat keadaan Teluk Indah yang sudah tak indah jalannya. Masih ada juga penumpang lain yang mungkin sudah dihinggapi firasat buruk minta pindah pada kendaraan lain, tapi sang nakhoda Teluk Indah yang tentu takut susut rencana pendapatannya, tak membolehkan. Dalam keadaan yang tetap sarat, perahu ini melanjutkan pelayarannya ke Belang. Sementara itu angin selatan mulai berhembus mengelus laut Maluku dan gulungan ombak mulai mengancam. Meskipun bandar laut Belang hanya tinggal kira-kira satu mil di depan -- terhalang oleh pulau Bohoy dan pulau Keramat -- namun 36 penumpang perahu ini mulai panik. Dan benar saja, hampir secara tiba-tiba perahu itu terbalik. Semua isinya tumpah ke laut. Kejadian berlangsung sangat cepat. Kemudian yang mengapung di laut hanya tinggal mereka yang pandai berenang atau bernasib mujur menemukan alat pelampung berupa benda apa saja yang mengambang saat itu. Di antaranya ada juga yang sempat bergayut pada tubuh perahu yang sudah terbalik itu. Untung sebuah perahu kecil yang kebetulan ada disekitar tempat kecelakaan ini, langsung memberikan pertolongan. Tetapi setiba di darat, penumpang yang semula 44 orang hanya tinggal 26 orang. Keempat awak perahu masih utuh kecuali nakhodanya sendiri harus dirawat di rumah sakit Penunggu Laut Fihak berwajib di Belang, termasuk Syahbandar dan polisi Pengamanan Pelabuhan Belang, langsung turun ke laut. Karena tidak ada kendaraan dinas, perahu milik pengusaha dan nelayan di Belang dikerahkan untuk mencari ke sepuluh penumpang yang hilang. Beberapa jam kemudian mulai ditemukan 5 mayat mengapung. Di samping itu tercatat nama-nama yang hilang adalah Utu Ngongoloy, Guru Kepala SD GMIM Watulinei suami dari Ny. Non Ngongoloy Ole. Kemudian Aflret Iroth alias Nyong, 60 tahun eks Hukumtua Kinali kawangkoan, laiu Saleh Bolung, 38, asal Ratatotok, dan berikutnya ayah dan anak Ernest Simbar alias Lole, G0, dan Ishak Simbar, 21, keduanya asal Ratatotok. Dari catatan korban ini, ditemukan dua keluarga korban bersama yaitu suami-isteri Ngongoloy bersama seorang anak dan adik, serta ayah dan anak keluarga Simbar. Selama ini memang sudah merupakan kepercayaan tahyul penduduk Belang, bahwa setiap tahun pantai ini harus minta korban. Konon ada penunggu laut setiap tahun menuntut nyawa manusia meskipun ancaman tahyul ini sedikitpun tak mengendorkan semangat pelaut-pelaut di kawasan Belang ini. Tapi benarkah kecelakaan yang sering terjadi di pantai Belang ini lantaran dewa lautnya getol ngobyek nyawa manusia? Yang jelas dalam kasus kecelakaan pm. Teluk Indah, "ada unsur pelanggaran peraturan yang berlaku" seperti kata Willy A. Kosakoy kepada TEMPO. Sebab menurut wakil Syahbandar Belang ini, "muatannya sudah berlebihan, apalagi perahu tersebut masih liar karena belum pernah diukur walaupun sudah beberapa "kali pemiliknya diberi peringatan". Seperti halnya pula dengan kasus Km. Samudera yang sampai kini belum terdengar penyelesaian hukumnya, "Kasus PM Teluk Indah ini akan diproses secara hukum" tutur M.L. Tamboto Kepala Perwakilan Kejaksaan Negeri Tondano di Belang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus