Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Ide rahasia

Sutradara: lukman hakim nain cerita: yudi astono tjahaya produksi: pt bhaskara indah cine production resensi oleh: salim said. (fl)

23 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CINTA RAHASIA Sutradara: Lukman Hakim Nain Cerita: YudiAstono Tjahaya Produksi: PT. Bhaskara Indah Cine Production *** UCAPAN Wim Umboh bahwa sebagian besar cerita untuk film Indonesia dikarang oleh para produser, tidak bisa dikatakan seluruhnya benar. Bukan lantaran cerita "karangan" produser itu memang cuma jiplakan dati satu atau beberapa film impor, tapi terutama karena cerita yang diaku sebagai milik sang produser itu sesungguhnya barulah sebuah ide cerita. Contoh: dokter Harun adalah seorang dokter yang sukses sebagai ahli bedah. Ia amat sibuk hingga isteri dan anaknya kurang dapat kesempatan. Tapi ini dokter sempat punya waktu untuk seorang pasien wanita yang putus asa dan nyaris bunuh diri kalau tidak lantaran kesigapan dokter Harun. Wanita ini kemudian ditampung oleh sang dokter di sebuah rumah kontrakan. Waktu dokter Harun kemudian terbagi dua saja, rurmah sakit dan wanita bekas pasien itu. Singkat cerita, wanita ini hamil, dan isteri dokter Harun juga kehabisan kesabaran lalu membongkar masa lalu Harun ketika masih miskin. Harun marah, sempat mencuri kekayaan isterinya, menjatuhkan mobil ke jurang untuk menghilangkan jejak, kemudian melarikan diri dengan waita yang telah.dihamilinya itu ke kota lain. Selanjutnya ia hidup sebagai buron, untuk akhirnya ia bertemu kembali dengan anak-anak serta isterinya yang telah kawin dengan dokter teman sejawatnya di rumah saki dahulu". Mana bisa yang beginian disebut cerita, apa lagi cerita untuk film. Dibolak-balik macam apa pun, ini tidak lebih dari sebuah ide yang bukan tidak mungkin bisa dikembangkan untuk jadi sebuah cerita yang memikat. Kepala, Waktu, Uang Nah di situ pulalah soalnya. Untuk membuat cerita yang memikat dari sebuah ide yang terlalu banyak maunya, diperlukan kepala, waktu dan uang. Kepala untuk berpikir dan menimbang-nimbang, waktu untuk bekerja dan menyelidiki keadaan sebenarnya. Dan uang tentu sudah ketahuan gunanya. Mungkin lantaran salah satu dari ketiganya yang tidak dimiliki, maka ide mentah itu sajalah akhirnya yang dibuat film. Dan boleh dibilang bahwa kejadian maam beginian sudah jadi ciri yang amat khas dari film-film buatan Indonesia. Contoh terbaru adalah film: Cinta Rahasia. Memang tidak mustahil bahwa seorang dokter ahli (dimainkan oleh Fadli) terlalu dibebani kesibukan sehingga isteri (Muriani Budiwan) dan anak-anak kurang mendapat kesempatan. Mengapa pula tak mungkin ia sebenarnya sudah bosan dengan isterinya? Dan sementara latar psikologis kehidupan rumah-tangga kurang jelas, kurang diketahui pula dokter macam apa dia, di kota mana ia praktek, dan zaman mana ia hidup. Kalau di Jakarta sekarang, dokter macam itu sudah jadi cerita para mahasiswa kedokteran yang lagi istirahat di depan kamar bedab rumah sakit. Apa pula itu gelar dokter teladan? lni gelar sungguh cuma angan-angan orang yang cuma sering lewat di depan Fakultas Kedokteran, yang letaknya tidak berjauhan dari rumah sakit tempat praktek. Dan itu keluarga Rozak yang dititipi Mila (Lenny Marlina) apa pula ceritanya? Siapakah mereka? Sejak umur berapakah Mila di sana? Bagaimana hubungan keluarga Rozak dengan keluarga Mila? Siapa yang mendidik Mila main piano dan menyanyi? Sejumlah pertanyaan masih harus dikemukakan untuk bisa mendudukkan soal percobaan pemerkosaan atas diri Mila oleh Rozak. Dan masya Allah, begitu tololkah nyonya Rozak untuk lagsung mengusir Mila -- mendakwanya sebagai pelacur murah yang mengganggu rumah tangganya -- sedang dengan kedua belah matanya ia melihat suaminya menindih seorang wanita muda yang meronta-ronta. Wah, Wah . . . Dokter kita yang ahli dan amat sibuk itu. Apa pula fasalnya maka ia perlu mengejar Mila yang melarikan diri dari rumah sakit? Wah, wah, pakai terjun dari jembatan yang tinggi segala. Dan itu pencurian permata milik isterinya pakai obat bius segala -- untuk ongkos melarikan diri dengan Mila yang telah mengandung, bagaimana pula urusannya? Ini dokter nampaknya suka nonton film detektif picisan dengan bandit murahan yang suka menyamar untuk menghilangkan jejak, meski pun nyaris tertangkap polisi yang untungnya cuma menguber penjual narkotik yang ternyata juga konyol meski bersenjata. Dalam keadaan hidup sulit sebagai buron, simpanan menipis. Mila memutuskan bekerja. Hebatnya pula, meskipun di Indonesia kabarnya tidak mudah dapat pekerjaan, ini Mila lantas saja dapat kerja sebagai penyanyi utama di sebuah klub malam di Surabaya. Jangan tanya di mana ia belajar menyanyi dengan band sembari melenggok-lenggok meyakinkan di tengah tamu yang asyik berdansa. Dan karena ini memang cuma film, tidak usah pula jadi heran jika kedua anak dokter Harun di Jakarta di akhir film sudah pindah pula ke Surabaya -- tidak berkembang fisik mau pun tingkah lakunya. Kendati masa telah berkembang melampaui paling sedikit sekitar 5 tahun. Diam Maka kalau ada yang langsung bisa dinikmati penonton klas bawah dari film ini sudah tentu cuma nasehat-nasehat yang lebih mirip khotbah dari hampir semua pemain. Terhadap hubungan keluarga yang kurang harmonis, ayah (Kusno Sudjarwadi) memberi nasehat tentang perlunya saling pengertian. Terhadap Mila yang mau bunuh diri, dokter Harun berbicara mengenai jeleknya putus asa. Terhadap Harun yang meninggalkan keluarganya, Mila menasehatkan tentang perlunya lelaki itu kembali ke anak isterinya mengingat pentingnya menjaga kelanjutan rumah tangga yang ada. Dokter Tejo yang telah memperisterikan nyonya dokter Harun juga tidak mau ketinggalan memberi nasehat. Tanpa dijelaskan soal tidak lahirnya seorang, atau lebi'n, manusia dari perkawinan dokter Tejo dengan bekas isteri Harun, ini Tejo lantas saja rnendapat perintah dari sutradara untuk menawarkan isterinya untuk diterima kembali oleh Harun. Ini isteri malah dimaki-maki dan dicekik oleh bekas suaminya. Dan Tejo tinggal diam. Walhasil, film ini betul-betul bagus. Tapi bagusnya sebagai contoh yang dibikin oleh para pedagang yang lantaran cukup punya uang hingga bisa menyewa sejumlah karyawan dan pemain film. Dan yang disebut produser film di Indonesia kebanyakan macam beginian. Sudah tidak mengherankan jika kebanyakan film nasional memang lebih baik ditonton setelah mencopot batrai otak kita terlebih dahulu. Kalau bisa, sambil tidur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus