SEJAK pukul 08.00 gedung Pengadilan Negeri Sidoarjo, Rabu pekan lalu, seperti tenggelam dalam lautan manusia. Di antara hadirin tampak puluhan buruh pabrik jam PT Catur Putra Surya (CPS). ''Kami bolos bekerja hari ini untuk nonton sidang Bu Mutiari,'' ujar salah satu dari mereka. Mutiari, 26 tahun, yang ternyata tidak hamil muda itu, adalah Kepala Bagian Personalia PT CPS yang didakwa terlibat dalam pembunuhan Marsinah, buruh PT CPS. Sejak mobil kejaksaan membawanya ke halaman gedung pengadilan, massa tak henti mengeluarkan caci maki. ''Bunuuuuh Mutiari,'' teriak massa. Massa meluber sampai ke jalan dan memacetkan lalu lintas. Pasukan keamanan buru-buru membuat pagar betis dari kursi plastik merah, sehingga mobil mulus ke tempat parkir. Mutiari mencoba menyembunyikan wajahnya dengan map merah. Ketika sidang dimulai, sekitar pukul 09.00 teriakan massa menembus ke ruang sidang. Penuntut umum, Buchori, S.H., yang juga Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo, menggunakan sekaligus dua pengeras suara untuk mengalahkan hujatan penonton di luar sidang. Mutiari, yang mengenakan setelan warna cokelat, tertunduk lesu di kursi terdakwa. Dalam sidang yang dipimpin Hakim B.D. Simatupang, penuntut umum menembak Mutiari dengan empat dakwaan. Yang terberat: Mutiari dituduh terlibat pembunuhan berencana. Dan yang ringan, ia didakwa tidak melaporkan rencana pembunuhan yang ancaman hukumannya bervariasi, dari seumur hidup sampai 9 bulan. Perempuan berkulit putih alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini menjadi terdakwa pertama yang disidangkan dalam perkara pembunuhan Marsinah pada 8 Mei silam. Sidang awal itu berlangsung 30 menit, dan dilanjutkan lagi Rabu pekan ini. Ketika mobil tahanan membawa pulang Mutiari, kembali lautan manusia menghadangnya. Selain menyelesaikan berkas Mutiari, polisi sudah menyelesaikan lima paket berkas pemeriksaan atas 8 tersangka lain yang terlibat dalam pembunuhan aktivis buruh di PT CPS itu. Di antaranya, berkas tersangka Yudi Susanto, Yudi Astono, dan Ayib. Dua berkas yang lain, gabungan berkas kejahatan satpam Suwono, Prayogi, dan Suprapto, dan berkas kejahatan Bambang Wuryanto (bagian umum) bersama Widayat (kepala sentral listrik). Selain itu, menurut Wakil Kepolisian Daerah Jawa Timur Brigadir Jenderal Roesmanhadi, satu tersangka lagi adalah Kapten Khusaeri. Kini ia ditahan di Detasemen Polisi Militer ABRI. ''Penahanan itu akan dilanjutkan ke Mahkamah Militer,'' kata Roesmanhadi. Kapten Khusaeri adalah bekas Komandan Rayon Militer (Koramil) Porong, Sidoarjo, yang kantornya terletak sekitar 200 meter dari pabrik PT CPS. Menurut Roesmanhadi, peristiwa pembunuhan itu dimulai Rabu, 5 Mei 1993 sehari setelah aksi pemogokan buruh PT CPS menuntut kenaikan upah. Di ruang kerja Yudi Astono diadakan pertemuan untuk membicarakan rencana pembunuhan itu, setelah menerima surat ''ancaman'' dari Marsinah. Pemrakarsa dan pemimpin rapat itu adalah Yudi Susanto, Direktur Utama PT CPS. Pertemuan itu dihadiri 8 tersangka yang namanya sudah disebutkan di atas, termasuk Mutiari. Pelaksana pembunuhan, menurut polisi, adalah Suwono, Suprapto, Bambang Wuryantoyo, Prayogi, dan Widayat. Mereka dijanjikan hadiah Rp 1,5 juta seorang. Pada pukul 21.30, dengan mengendarai sepeda motor, Suprapto menjemput Marsinah dari tempat kosnya. Namun, Suprapto bertemu dengan Marsinah di jalanan, dan mengajak buruh dari Desa Nglundo ini makan bersama. Padahal, Marsinah hendak dibawa ke kawasan Tugu Kuning. Di jalan itu sudah menunggu mobil Daihatsu L 1679 CW. Di dalam mobil itu ada Suwono, Bambang, dan Danramil Porong Kapten Khusaeri. Suwono menyuruh Marsinah naik mobil, dengan alasan akan diajak ke rumah Yudi Susanto untuk membahas surat yang dikirim Marsinah. Sementara itu, Suprapto menyerahkan sepeda motornya ke Khusaeri, yang kemudian pergi mengendarai motor itu. Suprapto masuk ke mobil. Mobil melaju ke rumah Yudi Susanto alias Kho Hi Ki, di Jalan Puspita, Surabaya. Namun, di jalan tol, kaki dan tangan Marsinah diikat. Mulutnya disumpal. Setibanya di rumah Yudi Susanto, Marsinah dibawa ke kamar pembantu. Para pelaku kemudian mendudukkannya di kursi lipat, dan meninggalkan Marsinah di situ. Sejak itu tidak ada makanan atau minuman yang masuk ke perut Marsinah. Tiga hari kemudian, 8 Mei 1993, pukul 23.00, sesuai dengan instruksi Yudi Susanto, para pelaku kembali ke Jalan Puspita. Ketika itulah badan Marsinah, yang sudah lemas akibat ''dipuasakan'' tiga hari, menerima azab. Bambang adalah yang pertama menusuk kelamin Marsinah dengan pipa besi. Suprapto menggebuki punggungnya. Suwono berbuat serupa seperti Bambang dengan tongkat satpam, dan menambahkan lagi dengan menggebuki kepalanya. Ia juga mematahkan tangan Marsinah. Perusakan kelamin Marsinah yang dilakukan dua kali di rumah Yudi dan sekali lagi di tempat pembuangan jasad Marsinah dianggap penting. Menurut polisi, perbuatan itu mereka lakukan untuk menenuhi instruksi Yudi. ''Maksudnya, untuk mengelabui, agar dikira Marsinah mati sebagai korban pemerkosaan,'' kata Roesmanhadi. Dalam kondisi yang mengenaskan itulah kemudian Marsinah dibawa dan dibuang ke dalam hutan jati Wilangan di Nganjuk. Bunga Surawijaya dan Biro Surabaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini