Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Nahas Marjo

Anggota Polsek Kronjo, Tangerang, Koptu Sumarjo, 33 tewas tertembak. Pelakunya masih gelap. 4 orang yang di curigai di tahan. Di duga di tembak CPM gadungan. Marjo di kenal gigih menumpas kejahatan. (krim)

28 Desember 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAHAS menimpa Koptu Sumarjo. Pada pukul 02.00 dinihari ia masih kelihatan berada di sebuah kedai makanan. Dua jam kemudian, ia ditemukan tergeletak di tepi jalan raya: tewas. Sebelah sepatunya terlepas, dan di kepala ada bekas luka tembak. Sepeda motor, juga sepucuk pistol Colt 38 miliknya, lenyap. Namun, ia mungkin bukan sekadar korban perampokan, karena uang tunai sebanyak Rp 870 ribu di kantungnya masih utuh. Menurut Misnah, pemilik kedai, pada Sabtu dinihari dua pekan lalu itu korban ditemui seorang pria berseragam hijau. Korban ditanya, apa betul dia anggota polisi. Pria berseragam itu juga menanyakan STNK motor milik korban dan kartu anggota Polri. Terakhir, Sumarjo diminta menyerahkan pistol dan surat izin penggunaannya. Beberapa saat, pria itu memeriksa peluru dan laras Colt yang diserahkan korban. Setelah itu, ia mengembalikan semua surat, tapi pistol tetap berada dalam genggamannya. "Entah kenapa, Pak Marjo memberikan begitu saja senjatanya," tutur Misnah. Marjo, anggota Polsek Kronjo di Tangerang, masih seperti kerbau dicocok hidung saat pria yang baru dikenalnya minta diboncengkan sepeda motor. Itulah saat terakhir Sumarjo diketahui berada dalam keadaan hidup. "Kami menduga, pria berseragam CPM itulah yang menembak dengan pistol milik korbannya. Sekaligus kami menduga, dia CPM gadungan. Mana mungkin CPM meminta senjata sesama ABRI, dan main tembak begitu?" tutur sebuah sumber kepada TEMPO. Sampai pekan lalu, kematian Sumarjo, 33, memang masih gelap, meski sudah empat orang yang diduga terkait dalam pembunuhan telah ditahan, dan beberapa lainnya dimintai keterangan. "Kami masih dalam pemeriksaan tahap awal," kata sumber yang lain. Kasus itu kini ditangani Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya. Di Polsek Kronjo, ayah dua anak yang tewas tertembak itu dikenal berprestasi baik. "Dia rajin dan cukup berani," ujar atasannya. Menurut kakaknya, yang juga polisi, korban sebenarnya tergolong jarang keluar malam. Setahunya, malam itu adiknya pergi karena dijemput Marjuki yang naik sepeda motor ojekan. Marjuki meminta bantuan Marjo yang mempunyai persoalan - entah apa - dengan seorang oknum ABRI. Yang juga belum jelas, bantuan model apa yang diharapkan dari Marjo. Tapi, dengan dua sepeda motor, mereka mencari oknum ABRI dimaksud - dan tidak ketemu. Tengah malam, mereka mampir di kedai Misnah di daerah Balaraja. Tak lama muncul Arifin dan Slamet yang membawa serta oknum berseragam CPM. Ketiganya, tampaknya, telah cukup lama mencari Marjo. Sementara korban berbincang-bincang dengan pria berseragam CPM, Arifin dan Slamet pergi. Marjuki beserta tukang ojek ikut meninggalkan kedai. Kemungkinan yang terjadi adalah begini. Mula-mula Sumarjo mendatangi sebuah alamat, dengan harapan bisa bertemu dengan orang yang dicari oknum ABRI itu. Karena yang dicari tak ada, ia dan Marjuki, yang membonceng sepeda motor ojekan, mendatangi beberapa alamat lain. Hasilnya tetap nihil. Orang dimaksud, yang mendengar bahwa dirinya dicari-cari, bisa jadi curiga. Ia menghubungi kenalannya, yang kemudian balik mencari Marjo. Terjadilah cari-mencari, yang berakhir dengan kematian korban. Tidak tertutup kemungkinan lain bahwa korban dihabisi oleh orang yang menaruh dendam. Marjo, kata sebuah sumber, cukup gigih menyikat kejahatan di wilayahnya. Yang pernah ditangani belum lama ini, antara lain, soal perampokan mobil. Marjuki dan tukang ojek itu kini ditahan, sementara Arifin dan Slamet berstatus tahanan luar. Kabarnya, tukang ojek itu akan pula dibebaskan karena ia tak tahu apa-apa. Jadi, hanya Marjuki yang mungkin akan terus ditahan. "Dia jelas tahu sesuatu. Kenapa dia meninggalkan Marjo, padahal dialah yang meminta bantuan dan mengajak korban ke mana-mana," ujar kakak korban. Tapi, tidak tertutup kemungkinan, Marjuki meninggalkan Marjo karena merasa jeri melihat kehadiran orang berseragam CPM yang tak diduga-duga. Yang merasa sangat kehilangan atas kematian itu, tentu saja, istri korban, Bakriah, guru SD, dan anak mereka yang berumur 5 1/2 tahun dan 4 1/2 tahun. Bakriah sekaligus kehilangan 110 gram emas dari dalam lemari. Diduga, emas itu diambil dan dijual diam-diam oleh Marjo - terbukti dengan ditemukannya uang Rp 870 ribu di kantung - untuk melunasi pembayaran sepeda motornya. Bahwa korban harus ditembak, tampaknya, ada soal serius yang melatarbela-kanginya. "Kami belum bisa memastikan, soal pribadi atau apa," tutur sumber di Polres Tangerang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus