AKAL si pembunuh untuk mengelabui polisi tak berhasil. Ketika di Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta Pusat, ditemukan sesosok mayat terlilit tali, polisi memang sempat menduga: jangan-jangan korban dihabisi oleh sindikat narkotik. Soalnya, di atas meja kamar nomor 905, tempat korban ditemukan, ada secarik kertas bertuliskan: "JONI, MORPIN HARAP DISELESAIKAN." Dan agak ke bawah sedikit, ada kata-kata: BANDUNG. Beberapa tersangka kasus narkotik yang ditahan polisi sempat disuruh mengenali korban. Tapi tak satu pun yang mengaku kenal. Tentu saja, karena korban tak pernah berurusan dengan obat bius. Sebab, ia hanyalah seorang pengemudi taksi gelap. Namanya Suhanda, 47, ayah tujuh anak wanita semua. Pembunuhan terhadapnya semata memang bermotif menguasai sedan Corolla DX keluaran 1981 bernomor B 2950 VP, milik Li Min Kin. Tak kurang dari kapolda Jakarta sendiri, Mayjen Soedarmadji, yang memberikan keterangan kepada para wartawan, dinihari Selasa pekan lalu, tentang terungkapnya kasus tersebut. Tersangka pembunuh, Narim, 30, menurut Kapolda, telah tertangkap di Bandung, dua hari setelah menganiaya Suhanda. Suhanda, yang bertubuh kecil dan agak bongkok itu, ditemukan menjadi mayat, 20 Desember lalu. Sekujur tubuhnya penuh lilitan tali, yang diikatkan lagi dengan erat ke tempat tidur di kamar hotel nomor 905. Kamar di lantai sembilan itu disewa seseorang yang mengaku bernama Karim, yang masuk hotel pada sore hari 19 Desember. Rupanya, ia menyewa hotel hanya untuk melakukan tindak kejahatan. Sebab, ia, yang ternyata kemudian bernama Narim, meninggalkan hotel diam-diam setelah membunuh Suhanda. Ia kabur membawa mobil yang biasa dikemudikan Suhanda. Dari pemeriksaan LKUI, diperkirakan korban meninggal 6-10 jam sebelum ditemukan, atau antara pukul 05.00 dan 09.00, 20 Desember. Padahal, menurut pengakuan Narim, ia membunuh korban sekitar pukul 20.00 pada malam sebelumnya. Dengan kata lain, korban sempat tersiksa - berada dalam keadaan antara hidup dan mati - semalaman, sampai pagi esok harinya. Masya Allah. Rupanya, ia tak bisa melepaskan diri dari lilitan tali yang begitu kuat. Apalagi, tubuhnya tertindih kasur, yang membuatnya semakin sulit bernapas. Polisi menduga bahwa surat yang ditinggalkan di hotel hanya untuk menyesatkan penyidik. "Kalau memang betul pembunuhan berlatar belakang perkara narkotik, kata-kata 'morpin' tak akan ditulis. Si Pembunuh tentu akan menggunakan kata-kata sandi," ujar sebuah sumber di Polda. Tambahan lagi, polisi teringat kasus yang terjadi Juli 1984 lalu. Pada 14 Juli itu, seorang pengemudi taksi gelap juga nyaris menjadi korban di Hotel Asri, Senayan, Jakarta Selatan. Mobil sedan yang di kemudikannya, Corolla DX nomor B 2810 FT, disewa seharian oleh seseorang. Menjelang sore, si penyewa meminta diantar ke hotel itu. Ia mengajak si pengemudi untuk turut naik ke kamar hotel yang disewanya. Tapi ajakan tersebut ditolak, dan si pengemudi memilih istirahat di bawah pohon dihalaman hotel. Sewaktu pengemudi yang kelelahan tertidur, orang yang menyewa mobilnya mengambil kunci mobil dari sakunya, lalu mobil itu dilarikan. Dari kamar hotel yang disewa, polisi kemudian menemukan gulungan tali plastik cukup panjang, dan sebuah martil yang masih baru. Ketika itu, polisi berhasil mengetahui identitas sang buron. Ia tak lain Narim. Agaknya, tali dan palu itu mulanya dimaksudkan untuk menghabisi korban. Untung saja, calon korban waspada, meski mobilnya kemudian bisa dibawa kabur. Melihat modus yang sama, polisi menduga keras bahwa pelaku pembunuhan di Aryaduta juga sama - Narim yang buron itu. Ternyata, benar. "Memang, tak ada kejahatan yang direncanakan sesempurna apa pun yang tidak meninggalkan bekas sama sekali," komentar Mayor Zyaeri, kepala Dinas Krimsus Polda Jakarta kepada TEMPO. Pelacakan polisi dimudahkan lagi oleh laporan pemilik ruang pamer mobil di Cawang, Jakarta Tlmur, sehan setelah ditemukannya mayat Suhanda. Mobil curian, ketika itu, ditawarkan ke sana oleh Narim. Tapi tawaran itu ditolak, karena surat-surat mobil yang disodorkan meragukan. Narim lalu membawa mobil curian itu ke Bandung dan berhasil menjumpai seseorang yang mau tukar tambah. Narim akan mendapat Rp 1,65 juta dan sebuah mobil Peugeot, sebagai ganti mobil sedan yang dibawanya. Tapi, lagi-lagi orang yang hendak melakukan tukar tambah itu mencurigai surat kendaraan yang diperlihatkan Narim. Ia menghubungi polisi, dan Narim ditangkap polisi Bandung. Syukur, ia belum sempat dilepas kembali, sebab tak lama kemudian datang petugas dari Polda Jakarta yang mengemukakan bahwa Narim tak hanya mencuri mobil, tapi juga telah membunuh. Yang sangat kehilangan Suhanda sudah tentu keluarganya. "Kalau hanya akan merampas mobil, kenapa suami saya harus dibunuh?" kata Sutinah, istri korban, di rumahnya di daerah Tomang, Jakarta Barat. Ia kini tak tahu bagaimana harus menghidupi ketujuh anaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini