Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ARENA pool deck di lantai enam Hotel Ritzy, Manado, penuh sesak. Sebuah pesta meriah tengah digelar di tempat itu. Makanan dan minuman tak henti-hentinya mengalir dan sejumlah undangan dengan wajah ceria silih berganti naik panggung bernyanyi.
Selasa malam pekan lalu itu, keluarga besar Newmont sedang bersuka cita. Mereka merayakan putusan bebas Pengadilan Negeri Manado yang menyatakan PT Newmont Minahasa Raya dan presiden direkturnya, Richard Bruce Ness alias Rick Ness, tak terbukti melakukan pencemaran di Teluk Buyat, Sulawesi Utara. ”Saya mengucapkan terima kasih atas semua dukungannya,” ujar Rick, yang malam itu datang bersama istri dan dua anaknya.
Siang harinya, majelis hakim pimpinan Ridwan Damanik telah mengetuk-kan palu membebaskan Rick dari tuntutan hukum. ”Saya memeriksa betul, nggak ada pencemaran,” kata Ridwan kepada Tempo. Begitu Ridwan menyatakan Ness tak bersalah, kabar itu menyebar ke seluruh penjuru dunia. Stasiun televisi CNN langsung ”menyambar” Rick dan mewawancarainya.
Masuknya kasus ini ke pengadilan bermula saat tiga tahun lalu dokter Jane Pangemanan dari Universitas Sam Ratulangi Manado dan empat warga Buyat melaporkan Newmont ke polisi. Menurut Jane, perusahaan tambang asal Denver, Colorado, Amerika Serikat itu telah mencemari Teluk Buyat. Akibatnya, banyak warga Buyat yang tubuhnya benjol-benjol dan kulitnya bersisik. Seorang bayi juga meninggal seperti terkena penyakit minamata.
Polisi segera melakukan penyelidikan di Teluk Buyat. Hasilnya, ditemukan adanya kandungan logam berat seperti arsen dan merkuri yang jumlahnya melewati baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Enam karyawan Newmont, termasuk Rick, dinyatakan tersangka. Rick Ness sempat mendekam di tahanan selama sebulan.
Pada 2005 kasus ini mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Manado. Rick Ness dan Newmont Minahasa Raya sebagai terdakwa. Jaksa menuntut Rick hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Adapun Newmont dituntut membayar denda Rp 1 miliar.
Sementara itu, untuk memastikan ada-tidaknya pencemaran di Buyat, se-jumlah penelitian pun dilakukan. Dari enam tim yang mengacak-acak Buyat, semua menyimpulkan perairan itu tak tercemar logam berat. Belakangan, Kementerian Lingkungan Hidup juga membentuk tim terpadu. Hanya, suara tim ini tak kompak. Suara resmi tim menyatakan Buyat aman, tapi beberapa anggotanya justru menyatakan ada pencemaran.
Bebasnya Rick tak urung membuat puluhan warga Buyat yang sengaja datang untuk mende-ngar putusan itu kecewa. ”Kami terima putusan ini meski tidak berpihak kepada keadilan,” ujar Anwar Stirman, bekas tokoh Buyat yang kini hijrah ke Kabupaten Bolaang Mongondow. Jamia, 44 tahun, bekas warga Buyat lainnya, mengungkapkan hal yang sama. ”Saya kecewa,” ujar perempuan 44 tahun yang yakin adanya benjol-benjol di beberapa bagian tubuhnya karena limbah Newmont itu.
Sejumlah kalangan aktivis lingkungan hidup menunjuk hakim tidak profesional memutus perkara pidana Newmont. ”Jelas ini skandal,” kata Direktur Eksekutif Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Maemunah. ”Fakta adanya 121 kali tailing yang melewati baku mutu tidak dipertimbangkan hakim,” katanya. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Chalid Muhammad, melihat hakim membebaskan Rick semata karena pertimbangan prosedural hukum, tidak pada substansi pencemaran.
Dalam persidangan, majelis hakim memang melakukan sejumlah tindakan yang dinilai menguntungkan Newmont. Hakim, misalnya, mengesampingkan hasil analisis Pusat Laboratorium Forensik Polri yang menyatakan ada pencemaran di Buyat. Tapi Ridwan punya alasan kenapa hasil Puslabfor itu mereka singkirkan. ”Laboratorium itu belum terakreditasi secara internasional,” ujar Ridwan. Demikian pula perihal tak adanya izin penempatan limbah buangan (tailing) di dasar laut dari Menteri Lingkungan Hidup. ”Persidangan hanya ingin membuktikan ada pencemaran atau tidak,” kata Ridwan.
Jaksa Purwanta Sudarmadji langsung menyatakan kasasi atas putusan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Manado. ”Hakim seharusnya memang mempertimbangkan hasil Puslabfor,” katanya. Menurut Purwanta, pihaknya yakin Newmont bersalah karena sejumlah bukti menunjukkan perusahaan itu melakukan pencemaran di Buyat.
Kini tinggal Mahkamah Agung menilai apakah putusan Pengadilan Negeri Manado itu melenceng atau tidak. Tapi seorang karyawan Newmont di Jakarta yang mendapat tugas memantau setiap sidang ”kasus Newmont” di Manado optimistis Mahkamah tetap memenangkan perusahaannya. ”Bukti yang disodorkan lemah, bagaimana lagi?” ujarnya. ”Kecuali kalau mereka yang kalah itu punya bukti baru.”
Di Hotel Ritzy, malam itu, jarum jam sudah merembet melewati angka sembilan. Dari tempat pesta, para tamu bisa melihat Teluk Manado yang dipenuhi kerlap-kerlip lampu kapal nelayan. Musik beralih ke lagu dangdut, Jablay. ”Abang jarang pulang, aku jarang dibelai.....” Alunan lagu Jablay itu membuat puluhan karyawan Newmont merangsek ke dekat panggung untuk berjoget. ”Bertahun-tahun sejak muncul kasus pencemaran itu, kami tidak pernah lagi berpesta,” ujar seorang karyawan sembari meliuk-liukan tubuhnya. Newmont, kini, memang berpesta lagi.
LRB/I G.G. Maha Adi, Ferianto Madjowa (Manado)
PT Newmont Minahasa Raya Pemilik saham: 80 persen Newmont Indonesia Ltd., 20 persen pengusaha Yusuf Merukh
Dari Penelitian Sampai Pengadilan
2 Desember 1986 PT Newmont Minahasa Raya menandatangani kontrak karya dengan pemerintah Indonesia.
September 1996 NMR mulai beroperasi.
20 Juli 2004 Dokter Jane Pangemanan dan empat warga Buyat melaporkan NMR ke polisi karena melakukan kelalaian sehingga menyebabkan kematian warga.
Agustus 2004 Hasil analisis Pusat Laboratorium Forensik Polri menyatakan, kadar logam berat di Teluk Buyat melewati baku mutu.
22 September 2004 Mabes Polri menetapkan enam karyawan NMR sebagai tersangka. Lima di antaranya ditahan.
Oktober 2004 Penelitian WHO dan Japanese Minamata Institute menyimpulkan kadar merkuri penduduk Buyat normal. Penelitian CSIRO Australia dan Departemen Kesehatan menyimpulkan sama.
20 Desember 2004 Dimotori LBH Kesehatan, warga Buyat menarik gugatan mereka sebesar Rp 5 triliun ke Newmont.
14 Februari 2005 Meski Jane Pangemanan menarik gugatannya, Mabes Polri tetap meneruskan kasus ini. PT Newmont dan Presiden Direktur NMR Richard Bruce Ness menjadi terdakwa.
24 April 2007 Pengadilan Negeri Manado menyatakan PT NMR dan Richard Bruce Ness bebas murni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo