Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Nota Tipu Gaya Yogya

Martono di Yogya digugat dua pencari kerja. Dituduh menipu jutaan rupiah dengan imbalan sebuah pekerjaan. Korem Pamungkas, Yogya, membongkar penipu 195 pencari kerja. Belum ada tersangka yang ditahan.

24 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA yang tak tergiur bila ditawari pekerjaan? Contohnya Zainal Abidin. Sialnya, dia bukan mendapat pekerjaan. Malah, buruh bangunan itu jadi korban penipuan. Dua tahun lalu, Zainal mengajukan lamaran ke Kantor Pemda Yogyakarta. Ia ikut antre ketika pendaftaran dibuka. Tapi, ketika di situ, ia bertemu dengan seseorang yang lalu memberi info bahwa di Sparta ada lowongan. Tanpa curiga ia mendatangi kantor yang berlokasi di Jalan Dagen, Yogyakarta. itu. Ia diterima oleh Drs. S. Martono. Selain harus memenuhi persyaratan administrasi, Zainal diminta "menyumbang" Rp 400 ribu. Katanya, untuk modal kerja. Maklum, kegiatan Sparta Swadana Partisipasi Anggota -- itu mirip koperasi. Setelah menjual seekor sapi, Zainal resmi jadi anggota Sparta. Di mata Zainal, Martono bukan saja akan membantu dia. "Bahkan ia berjanji menolong adik saya, agar diterima jadi pegawai negeri," kata warga Desa Banaran Playen, Gunungkidul Yogya ini. Untuk melicinkan jalan, keluarganya rela menjual rumahdan menyetor Rp 750 ribu ke Martono. Zainal, sementara, diberi jabatan sebagai anggota Biro Sarana Dana dan Usaha di Perjuppai (Persatuan Juru Potret Profesional dan Amatir Indonesia) Yogyakarta, yang diketuai Martono. Tapi, hingga lembaga ini dilebur jadi PFI (Persatuan Fotografi Indonesia) tahun 1986, Zainal dan temannya, Margiono, tak pernah dilantik sebagaimana lazimnya. Zainal mulai curiga. Apalagi ia terus menerus diteror Martono, yang setiap saat minta uang dengan menyodorkan nota perintah. Isinya: uang yang diminta akan digunakan untuk sebuah rencana proyek besar. Misalnya, untuk mendirikan sebuah yayasan yang mengelola sekolah, dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, di Yogyakarta juga. Ia tak bisa menolak. Martono selalu mengancam akan memecat bila keinginannya tak dipenuhi. Padahal, selama jadi pengurus, Zainal, Margiono, dan rekan-rekannya yang lain tak digaji. Terpaksalah mereka bekerja serabutan, di antaranya membuka bengkel dan mengecat mobil. Menurut Zainal, sudah lebih dari Rp 17,5 juta diberikannya kepada Martono. Tak jelas untuk apa saja uang sebanyak itu. Karena tak sekali pun Martono menunjukkan bukti pemakaian uang. Bila didesak, selalu dijawab: diselesaikan besok-besok. Kemudian Zainal mengadu ke polisi. Dan bukti-bukti ada di tangannya. "Akan dipakai polisi untuk mengusut," ujarnya. Martono, sebaliknya, mengaku difitnah Margiono. "Ia memanfaatkan nama saya dan menyebut sebagai Sekjen Golkar. Saya dipakai tameng dalam aksi penipuan ini," kata lulusan Universitas Cokroaminoto Yogyakarta ini, kepada TEMPO. Martono memang pernah pinjam uang ke Margiono Rp 1,4 juta. Dan ia tahu bahwa uang yang dipinjam itu berasal dari para pencari kerja. "Tapi sudah saya lunasi dengan sepeda motor dan uang Rp 550 ribu," kata karyawan Kantor Sospol Kodya Yogyakarta itu. Menurut Martono, ia sudah dua kali dipanggil ke Korem. Dan mengelak dituduh menipu. Awal Oktober lalu Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta, membongkar penipu 195 pencari kerja yang menggaet sekitar Rp 75 juta. Komplotan yang beranggotakan 12 orang ini meyakinkan. Dengan mencatut nama Sekjen Golkar plus surat-surat dari berbagai instansi -- di antaranya Kehakiman, Batan, dan sejumlah bank -- keruan orang gampang tertarik. Setiap calon dikutip Rp 50 ribu hingga Rp 1 juta. Menurut sumber TEMPO di Korem, kawanan ini sehari-hari berseragam mirip karyawan TVRI. Mereka bergerak dari satu desa ke desa lain untuk mencari mangsa. Bahkan di kantor mereka di Jalan Piyungan, Bantul, ditemukan lima stempel palsu antara lain memakai nama Menaker Sudomo dan G.H. Mantik. Hingga Jumat pekan lalu belum ada yang ditahan. Tapi Letkol Soemardalidjo, Waka Polwil Yogyakarta, berjanji segera menuntaskan kasus ini. Yusroni Henridewanto dan I Made Suarjana (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus