IKLAN jebakan yang dipasang di koran itu bunyinya, "Sebuah perusahaan mencari pekerja. Lamaran harap dikirim lewat surat." Tak ada yang menyangka dikibuli, dan mereka lalu terpancing mengirim surat lamaran. Para pelamar itu memang tak akan dipanggil. Tetapi tanpa diketahuinya, kini ia malah resmi sudah tercatat sebagai "pemilik" sebuah mobil, padahal belum pernah membelinya. Ini karena pemasang iklan tadi berhasil mengumpulkan nama, foto, dan fotokopi KTP pelamar -- diteruskan ke oknum petugas (yang terlibat), dimanfaatkan membikin surat resmi untuk mobil curian. Pekan ini, Soehasto Domo Sarono manajer ruang pamer Elang Perkasa Motor -- dihadapkan ke Pengadilan Negeri Surabaya. Ia didakwa membeli mobil curian oleh Jaksa Fatisana Lombue. Ia mempermak mobil itu di bengkelnya di Jalan Dukuh Kupang, Nusa Tenggara Barat. Pencurian mobil memang ibarat kanker yang menjalar dan kini mengakar ke berbagai daerah. Tindak kejahatan tersebut, paling kurang memangsa 524 mobil, dalam beberapa waktu terakhir. Mobil sejumlah itu disita ketika Operasi Jaran (Kejahatan terhadap Kendaraan Bermotor) baru lalu. Di balik itu, menurut Direktur Reserse Polri Kolonel Koesparmono Irsan, 916 pelakunya sudah ditahan. Ia menggambarkan bahwa jaringan operasi para bajingan tersebut memang hebat. Dibina rapi. "Sifatnya bukan lagi lokal, tapi sudah menasional. Personelnya tak cuma si sipil saja, tapi juga oknum ABRI," katanya. Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Surabaya, Malang, Pematangsiantar, Medan, hingga Bonjeruk -- kota kecamatan kecil di Lombok Tengah -- merupakan jaringan peta perjalanan hasil para maling itu. Ada pelaku, penadah, pengawal, perantara, bengkel, pembuat surat, oknum petugas, dan penjual. Inilah, di antara para tokohnya: Penjual Sahri, 44 tahun. Ia tak tamat SD. Polisi menjuluki dia: aktor intelektualis. Semula, orang asal Mataram ini berdagang palawija. Pernah pula ia menjadi penyalur mesin Kubota. Kemudian ia menampung sejumlah mobil curian eks Jakarta, di Surabaya. Di bengkelnya, anak buahnya mengubah ciri-ciri mobil itu. Warna cat diganti. Bila perlu, nomor rangka dan mesin dibuat yang baru. Di Jakarta, Sahri berhubungan dengan Johanes Sud. Ia juga punya jaringan di Cimahi. Bila ada mobil curian, ia menghubungi Madun di Mataram untuk membuat surat mobil "aspal". Kerja samanya juga dijalin dengan Soehasto dan Rudi -- pemilik ruang pamer Duta Motor. Mereka lalu menjual mobil jarahan itu di beberapa ruang pamer, di Surabaya dan Malang. Pembuat Surat Di Jakarta, yang paling beken, menyebut dirinya dengan nama Rodikin. Alamatnya, katanya, di Kebayoran. Sedang di Mataram, Madun-lah rajanya. Ia mengaku telah mengurus 175 surat kendaraan. Sebanyak 40 di antaranya pesanan Rudi. Tarifnya: Rp 1,5 juta untuk sedan dan Rp 250 ribu untuk pikap. Selebihnya, pesanan Sahri dihargai Rp 500 ribu per mobil. Untuk itu, ia hanya perlu keterangan tentang jenis kendaraan, merk, warna, nomor mesin, nomor rangka, serta tahun bikinan. Karena ia dibantu si oknum, Madun memang enak keluar masuk Kantor Samsatlantas Lombok Barat, tempat mengurus surat kendaraan. Ia bisa mendapatkan blangko kosong untuk pengurusan suat dimaksud, lengkap dengan stempel atas nama Kapolil NTB. Ia hanya tinggal membubuhkan tanda tangan palsu pejabat polisi setempat. Lalu keluarlah surat (resmi), berikut pelat nomor Mataram "DR" -- tanpa mobilnya ada di sana. Oleh anak buah Sahri, surat itu kemudian "bermutasi" ke Surabaya. Dan jadilah mobil berpelat "L". Penadah Ada Godfather (ini istilah polisi) di Jakarta yang selalu mengirimkan mobil kepada Sahri. Namanya Johannes Sud. Ia perwira menengah yang, bersama dua dari tiga istrinya dan seorang anaknya, sebagai penadah. "Sud pula yang melibat bintara. Antara lain Wagiyo dan Yono. Para bintara in mengawal mobil curian yang dikirim ke Surabaya. Tapi sumber TEMPO menyebut, "Penadah ini masih kelas rendah." Wijaya, Hendra, dan Benny Peo bekerja dalam skala lebih besar. Yang terakhir ini tinggal di Bandung, tapi sekarang menghilang. Ia dianggap paling profesional. Hanya dia yang berani menerima boxer Mercy yang sulit dijual itu. Lelaki 60 tahunan ini. menurut sebuah sumber, pernah mengeluarkan uang Rp 189 juta untuk mengelabui jeratan petugas. Dan ia berhasil. Pelaku Di baris terdepan, berderet nama yang siap beroperasi. Di antara mereka adalah Johni Astra, Yoyok Menado, Roi Aceng, Edi Palembang, Frans Karamoy, juga Tan Ie Ching. Masing-masing berkomplot dengan dua hingga empat kawan lainnya. "Hampir semuanya berasal dari keluarga menengah ke atas," kata seorang pelaku. Ia bahkan menyebut, anak seorang jenderal terlibat. Kepada TEMPO, pekan ini, seorang pelaku menceritakan pengalamannya, "Hampir tiap hari kami beroperasi, dari pukul delapan hingga sebelas pagi. Kami keliling dengan mobil. Bila di jalanan ada mobil menarik, segera kami ikuti. Terutama mobil Jepang, karena kuncinya gampang. Ketika mobil itu berhenti, kami segera parkir di sebelah kirinya, saya membuka kaca jendela. Tanpa turun dari mobil, saya memasukkan obeng "L" baja ke lubang kunci pintu kiri depan. Dengan sekali tekan, pintu sudah bisa dibuka. Lalu kawan saya turun, masuk ke mobil itu. Paling lama tujuh menit mobil itu sudah kami boyong." Jam 4 sore, mereka beraksi lagi. Sasarannya mobil orang bertamu dan di bioskop. Bila berhasil, mobil segera diserahkan ke penadah dalam kondisi mati lampu alias masih dalam kondisi apa adanya. Nilai mobil itu tergantung merk dan kondisi mobil. Corolla-DX misalnya, dinilai Rp 2-3 juta. Honda Accord bisa Rp 3,5-5 juta. Setelah diubah, dipoles sana-sini dan dibuat suratnya, Accord, yang aslinya hampir Rp 50 juta, di Semarang bisa dijual Rp 15 juta. Cara menguntit pun beragam. Kebanyakan mereka bermobil. Tapi ada yang mengendarai motor menguntit sasaran. Cara ini hampir selalu dipakai kelompok Roi Aceng. Alasannya: mudah kabur bila sewaktu-waktu kepergok. Namun, kebanyakan mereka berpakaian rapi, membawa tas, seolah pegawai. Bahkan yang ditangkap di lapangan parkir Departemen Luar Negeri belum lama ini, pelakunya berdasi. Teknik mencuri tinggal pilih. Jika dengan obeng "L" disebut sistem kuek. "Karena memakainya dengan me-nguek," kata sumber itu. Cara bo-ol, yaitu membuat kunci duplikat di situ juga. Sedang cara lama, selalu melibat sobat korban. Yakni, pinjam mobilnya. Lalu membuat kunci duplikat. Kemudian kembalikan mobilnya. Selang beberapa hari, mobil baru dicolong. Bagaimana dengan alarem atau tangkai payung pengaman yang dipasang di dalam mobil? "Ah, itu mudah. Yang membuat kita panik, ini bila mobil itu dipasang alat pemutus arus. Susahnya, karena alat itu hanya diketahui pemiliknya saja." Kapan pencurian mobil berhenti? Seorang tersangka tertawa. Ia berterus terang bahwa orang-orang seperti dia tahu di mana celahnya: mulai dari tingkat polisi, pengadilan, hingga ke LP. "Selama petugas masih suka uang, semuanya mudah diatur," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini